Uang Rp 320 juta yang disimpan Muin Zachry di rekeningnya belum tentu kembali. Pasalnya, uang yang dibobol oleh tukang becak Setu atas permintaan Mohamad Thoha, pria yang ngekos di rumah Muin, sudah terpakai sebagian dan sisanya masih menjadi barang bukti.
Persidangan perkara pembobolan rekening milik Muin Zachry di PN Surabaya masih belum tuntas. Padahal uang yang disiapkan untuk keperluan tertentu itu adalah hasil penjualan 2 rumah Muin.
Melalui Penasihat hukumnya sekaligus putrinya sendiri, Dewi Mahdalia, Muin menyatakan menyatakan bahwa uang yang raib diambil Mohamad Thoha adalah hasil menjual 2 rumah di Surabaya dan Sidoarjo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah milik Muin itu berada di Jalan Semarang, Surabaya dan Perumahan Graha Kuncara Eksekutif, Sidoarjo. Ada pun total hasil penjualan rumah itu Rp 345 juta dan seluruhnya disimpan di rekening bank swasta itu.
"Awalnya, kan, menjual rumah di Sidoarjo dan di Jalan Semarang, Surabaya, lalu uangnya dimasukkan ke rekening semua," katanya kepada detikJatim, Minggu (22/1/2023).
Kini uang hasil penjualan 2 rumah yang hendak dipakai untuk keperluan tertentu itu hanya tersisa Rp 25 juta. Mohamad Thoha anak kos di rumah ayahnya dan Setu, tukang becak telah menguras Rp 320 juta.
Dewi pun mengungkap siapa sebenarnya Mohamad Thoha, dalang pembobolan rekening yang telah mencuri kartu ATM, buku tabungan, hingga KTP milik ayahnya.
Thoha adalah pria yang menyewa kamar kos harian di lantai 2 rumahnya di Jalan Semarang selama 10 hari. Bukan kos bulanan. Saat pencurian terjadi ayahnya sedang Salat Jumat.
"Nah, kami kan ada kos-kosan harian di lantai atas, lalu ada anak kos (menyewa) 10 hari. Ya Thoha itu, dia juga sudah bayar Rp 300.000," ujarnya.
Ayahnya tak mengira KTP dan ATM di dompetnya yang ditinggal bersama celana dicuri oleh Thoha. Termasuk buku tabungan yang disimpan di lemari plastik.
Padahal, saat pencurian itu terjadi, di rumah itu ada ibu Dewi yang sedang sakit dan dijaga ART. Memang kamar tempat ayahnya menyimpan barang itu memang tak dikunci.
Setelah salat Jumat, Muin sangat terkejut kamarnya sudah acak-acakan. Laci tempat ia menyimpan buku tabungan terbuka dan dompetnya menganga.
"Pas pulang, bapak saya kaget ATM nggak ada, lalu slorokan (loker) lemari plastik KTP sama buku tabungan gak ada," katanya.
Pada saat yang sama Thoha telah bertemu Setu sang tukang becak yang sebelumnya telah dia peralat untuk mengambil uang dan melancarkan aksinya.
Muin sempat sempat berlari ke kantor cabang bank swasta yang ada di Pasar Turi. Di sana ia diberi tahu bahwa rekeningnya telah dikuras di kantor cabang Jalan Indrapura.
"Setelah itu bapak saya lari ke kantor cabang Pasar Turi, di situ dicek ternyata ada penarikan besar-besaran di Indrapura. Bapak saya langsung ke kantor bank di Indrapura, dibenarkan ada penarikan. Bapak saya bilang 'lah ini saya yang punya, kok bisa kamu kasihkan? Saya atas nama Muin'," kata Dewi.
Muin sangat kecewa. Saat dirinya protes uangnya bisa diambil orang lain pihak bank swasta itu menyatakan bahwa pencairan itu sudah sesuai prosedur korporasi.
"Dari versi bca bilang 'Sesuai SOP karena membawa ATM, buku, dan pin juga sudah tahu', habis gitu nggak lama ketangkap dua-duanya. Tapi bagaimana pertanggungjawaban bank?" Tanya Dewi.
(dpe/iwd)