Wahyu Hadi Dharma Wiranto tak menyangka hari itu menjadi hari yang tak terlupakan olehnya. Karena di hari itu ia menabrak seseorang hingga orang itu meninggal. Ia pun kini harus berhadapan dengan hukum
Wahyu mengalami kecelakaan yang menewaskan Sulastri. Keluarga Sulastri tak terima dengan perbuatan Wahyu. Ia pun menjadi terpidana dalam perkara laka lantas.
Saat sidang di Ruang Garuda 1 PN Surabaya, terdakwa menghadirkan ibu kandungnya sendiri sebagai saksi yang meringankan, yakni Sarina Rulita. Dalam keterangannya, ia membenarkan putranya telah menabrak dan mengakibatkan korban luka berat dan meninggal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia mengaku kecewa lantaran pihak keluarga korban meneruskan perkara itu ke jalur hukum. Meski, ia dan keluarga telah meminta maaf dan serta menyatakan siap bertanggungjawab.
"Saya sudah bertemu keluarga (korban), saya meminta agar keluarga korban (Sulastri) mau memaafkan anak saya, saya sudah memohon ke mereka," kata Sarina saat sidang, Senin (28/11/2022).
Sarina mengaku keluarga korban telah memaafkan. Namun, ia kecewa lantaran proses hukum tetap dilanjutkan.
"Saya mohon ke keluarga korban, anak saya tidak sengaja dan saya berdoa agar ibu Sulastri diterima di sisiNya," ujarnya, lalu terisak.
Sembari sesenggukan, keterangannya dikonfrontir dengan salah satu perwakilan dari keluarga korban, Teja. Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Deddy Arisandi, ia membenarkan telah di-BAP oleh polisi.
Perihal permohonan maaf dan proses hukum tetap berlanjut, ia mengamininya. "Saya jelaskan, saya memang sudah memaafkan, tapi proses hukum biar tetap berjalan dan memperoleh keadilan," tuturnya.
Ia menegaskan hal itu bukan karena permohonan maaf semata. Melainkan, tak ada bantuan sepeser pun dari keluarga korban untuk membantu biaya pengobatan dan pertemuan dengan seluruh keluarga korban.
"Lalu, kami juga tidak ada bantuan apa pun ke RS. Sepeninggal korban, tidak ada dan belum pernah sama sekali diberikan santunan itu, saya tidak ingin juga ada santunan dan biarkan saja hukum tetap berjalan, sebab semua biaya dicover BPJS kecuali ambulans dan visum, bayar sendiri," katanya.
Hal itu bermula pada Minggu (3/7) malam sekitar pukul 11.30 WIB. Saat itu, Wahyu mengemudikan sepeda motor Honda Scoopy dengan nopol S 4667 B sembari berboncengan dengan pemiliknya, Rio Hasbi Assidqy.
Kala itu, keduanya berkendara dari sekitaran Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari menuju ke Stasiun Pasar Turi. Lantaran terburu-buru dan segera ingin pulang kampung ke Bojonegoro, Wahyu mengemudikan sepeda motor di Jalan Kalianyar Surabaya, tepatnya dari Timur menuju Barat dengan kecepatan 50 km/jam atau melebihi batas maksimal di kota Surabaya.
Nahas, saat hendak mendahului mobil Honda HRV dengan nopol M 1780 VH yang berada di sisi kanan kendaraan Wahyu, ia melihat ada seorang wanita yang bernama Sulastri. Jaraknya, sekitar 3 sampai 4 meter dari Wahyu.
Saat itu, Sulastri akan menyeberang jalan dari arah Utara ke Selatan. Spontan, Wahyu berupaya mengerem dan menghentikan lajunya.
Namun, upaya Wahyu sia-sia lantaran jaraknya dengan Sulastri terlalu dekat. Karena kecepatan tinggi dan kurang hati-hati, Wahyu menabrak Sulastri.
Akibatnya, badan bagian kiri Sulastri tertabrak setir bagian kanan kendaraan Wahyu. Seketika, Sulastri terjatuh dan mengeluarkan darah dari kepala belakang dan tak sadarkan diri.
Selanjutnya, Sulastri yang saat itu tak sadarkan diri, dibawa mobil ambulance menuju ke RSUD Dr. Soewandhie Surabaya. Keesokan harinya, pada Senin (4/7/2022) dini hari sekitar pukul 03.15 WIB, dokter yang menangani Sulastri menyimpulkan bila mengalami cedera otak berat yang disebabkan oleh persentuhan benda tumpul. Meski sempat dirawat dan mendapat pertolongan, namun Sulastri meninggal dunia.
Lalu, Sulastri dimakamkan pada hari di Pemakaman Rangkah, Surabaya. Akibat ulahnya itu, Wahyu diancam pidana sesuai Pasal 310 ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(pfr/iwd)