Sidang gugatan terhadap penetapan permohonan pernikahan beda agama Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby kembali bergulir. Tapi sidang dengan agenda duplik atau jawaban atas replik ini terbilang cukup singkat, hanya sekitar 10 menit saja.
Hadir dalam sidang kali ini perwakilan atau utusan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, Dispendukcapil Pemkot Surabaya, juga PN Surabaya selaku tergugat.
Namun, ada sejumlah tergugat lain yang tidak menghadiri sidang. Yakni Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Ponpes Al Anwar Sarang, dan Ponpes Al-Qur'an Gus Baha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski dihadiri sejumlah tergugat, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Khusaini tetap menunda sidang hingga 3 pekan. Sebabnya, tergugat 1 Mahkamah Agung (MA) yang seharusnya wajib hadir dalam sidang duplik kali ini absen dalam sidang.
"Yang hadir sidang hanya penggugat, MUI, Dispendukcapil, dan PN Surabaya. Sedangkan, sidang kali ini kan agenda duplik, (MA) wajib hadir. Maka dari itu, sidang ditunda hingga 19 Oktober 2022," kata Khusaini di Ruang Tirta, PN Surabaya, Rabu (21/9/2022).
Khusaini menyatakan akan memberikan kesempatan terakhir kepadanya tergugat 1 yakni MA. Ia sudah memerintahkan penyiapan juru sita dan melayangkan peringatan.
"Kami berikan kesempatan terakhir 1 kali, juru sita disertai peringatan ya, ini turut tergugat 1 (MA) tidak hadir," imbuhnya.
Usai sidang itu kuasa hukum 4 penggugat penetapan pernikahan beda agama Bachtiar mengaku kecewa karena turut tergugat 1 MA tak hadir dalam sidang.
Padahal, dalam sidang sebelumnya, ada seorang hakim yudisial yang diminta untuk mewakili MA dalam sidang yakni Tri Bagindo.
"Tunda 3 minggu, alasannya menunggu dari pihak yang mengajukan duplik dari MA selaku turut tergugat 1 tidak datang. Sebenarnya, ada agenda duplik yang disampaikan PN, Dispendukcapil, dan MUI, kami menunggu duplik dari MA selama 3 minggu itu," ujarnya.
Bachtiar menyatakan sebenarnya penggugat menunggu duplik dari MA. Sebagai lembaga negara yang membidangi lembaga hukum di Indonesia seharusnya, menurut Bachtiar, MA menghadiri sidang itu.
"Kami kan mempertanyakan putusan tersebut kok bisa seperti itu. Seharusnya MA datang, bukannya Bukan tidak datang dan menyebabkan peradilan ini bertele-tele dan tidak segera selesai," tuturnya.
(dpe/iwd)