Terlapor Kasus Dana Koperasi Guru di Mojokerto Bantah Gelapkan Rp 11 M

Terlapor Kasus Dana Koperasi Guru di Mojokerto Bantah Gelapkan Rp 11 M

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Rabu, 31 Agu 2022 13:45 WIB
Wahyu Widyawati
Wahyu Widyawati menunjukkan bukti pembayaran (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Kasus dugaan penggelapan dana KPRI Budi Arta Kabupaten Mojokerto bergulir di tangan polisi. Pelapor menyebut nilai dana koperasi para guru yang diduga digelapkan mencapai Rp 11,197 miliar. Namun, pihak terlapor membantah tuduhan tersebut.

Pelapor dalam kasus ini adalah pengurus KPRI Budi Arta hasil rapat anggota tahunan (RAT) luar biasa 26 Juni 2022. Pengurus lama menjadi pihak yang dilaporkan atau sebagai terlapor. Yaitu bekas Ketua KPRI Budi Arta Malikan (MK) dan putrinya Wahyu Widyawati (WW).

Wahyu alias Yayuk selama ini menjadi karyawan yang menangani keluar dan masuknya uang koperasi. DetikJatim berhasil menemui janda dua anak ini di rumahnya untuk mengkonfirmasi dugaan penggelapan dana KPRI Budi Arta yang ditujukan kepada dirinya. Ia juga berstatemen mewakili ayahnya yang kini sedang sakit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan salah satu tuduhan para pelapor terkait penggelapan simpanan mana suka 14 anggota KPRI Budi Arta senilai Rp Rp 2,544 miliar. Wahyu menampik tuduhan tersebut. Menurutnya semua tabungan anggota sudah ia masukkan ke kas koperasi. Hanya saja tabungan anggota itu tidak diakui oleh oknum pengurus koperasi berinisial BS.

Wahyu pun memberi contoh simpanan mana suka dari anggota bernama Ali Fahman senilai Rp 400 juta. Menurutnya tabungan Ali sejak Juni 2015 yang diakui BS hanya Rp 100 juta. BS lantas mengundurkan diri dari jabatan Ketua 1 KPRI Budi Arta pada 2019. Wahyu dan Malikan mengaku terpaksa mengembalikan tabungan Ali Rp 300 juta menggunakan uang pribadi ketika dana itu ditarik.

ADVERTISEMENT

"Saya harus mengembalikan pakai uang pribadi, kebetulan saat itu bapak (Malikan) mempunyai simpanan mana suka banyak di KPRI Budi Arta. Awal muncul kasus ini bapak takut saya memang pakai uang itu. Setelah membayar, barulah bapak minta pembukuan dari saya. Makanya kalau diaudit itu akan ketemu, uang bapak saya akan kembali," kata Wahyu di rumahnya, Desa Puloniti, Bangsal, Mojokerto, Rabu (31/8/2022).

Selanjutnya Wahyu menjelaskan ihwal tuduhan membuat kredit fiktif 89 anggota KPRI Budi Arta senilai Rp 4,7 miliar. Menurutnya, masalah yang terjadi bukanlah kredit fiktif, tapi kredit macet. Sebagai karyawan yang menangani keluar masuknya uang koperasi, ia mengaku mempunyai bukti berupa surat perjanjian utang dan kwitansi pencairan pinjaman setiap anggota.

"Saya sudah dimintai keterangan polisi 18 Agustus lalu, bapak saya juga sudah. Semua yang terjadi sudah saya sampaikan ke polisi, termasuk bukti-bukti surat dan pembukuan. Saya juga menyampaikan secara lisan kepada polisi agar KPRI Budi Arta diaudit. Kredit macet terjadi karena anggota tidak cukup gajinya untuk mencicil," jelasnya.

Perempuan yang menjadi karyawan KPRI Budi Arta Kabupaten Mojokerto sejak akhir 2009 ini juga menjawab tuduhan penggelapan insentif bendahara gaji Rp 108 juta dan honor pemeriksaan triwulan bagi pengawas koperasi Rp 32 juta. Wahyu mengaku sudah membayar insentif para guru yang membantu menagih para peminjam sebesar 1 persen dari nilai angsuran. Begitu juga honor para pengawas.

"Saya mengeluarkan uang itu tidak ngawur. Karena memberikan fee kepada mereka yang membantu menagih anggota yang meminjam. Honor pengawas juga sudah kami bayarkan," terangnya.

Wahyu menuturkan kemelut di KPRI Budi Arta memanas sejak Maret 2022. Oleh sebab itu aktivitas koperasi yang berkantor di Jalan RA Basuni, Sooko, Mojokerto itu dihentikan sementara. Terlebih lagi dengan adanya laporan pengurus baru ke polisi 27 Juli lalu.

Selain menghentikan sementara operasional koperasi, pihaknya juga menolak menyerahkan pembukuan kepada pengurus baru. Karena ia ingin tuduhan penggelapan dana KPRI Budi Arta lebih dulu dibuka seterang-terangnya melalui audit yang dilakukan pihak eksternal.

"Sejak 2 Agustus saya diminta menyerahkan kepengurusan ke pengurus baru. Kami menolak karena kami menunggu diaudit dulu. Saat ini ada kendala biaya audit eksternal, paling tidak Rp 100 juta biayanya," ungkapnya.

Sebagai terlapor, Wahyu dan Malikan bersedia mengikuti proses hukum yang dilakukan Satreskrim Polres Mojokerto. Jika tuduhan terhadap dirinya tidak terbukti, ia bakal melaporkan balik pengurus baru KPRI Budi Arta ke polisi.

"Kami akan melaporkan balik semuanya pengurus yang baru atas tuduhan mencemarkan nama baik kami," tandasnya.

KPRI Budi Arta beranggotakan sekitar 976 guru TK, SD, SMP, pensiunan guru, serta guru SMA dan SMK di Kabupaten Mojokerto. Pengurus baru koperasi tersebut melaporkan pengurus lama ke polisi pada 27 Juli 2022. Mereka menuding pengurus lama menggelapkan dana koperasi Rp 11,197 miliar.




(iwd/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads