Awalnya laporan kasus kekerasan seksual itu terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo yang terletak di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7). Namun, keterangan itu diubah menjadi di Magelang.
"Ya di laporan pertama juga sebenarnya tidak secara persis dia mengatakan itu (kekerasan seksual) ya, terutama, karena dia bilang sebetulnya yang terjadi itu di Magelang. 'Saya disuruh untuk mengakui kejadian itu terjadi di Duren Tiga'," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menirukan perkataan Putri kepada wartawan seperti dikutip dari detikNews, Senin (29/8/2022).
Taufan tak menyebutkan siapa pihak yang menyuruh Putri untuk mengubah keterangan soal tempat dugaan pelecehan itu. Saat ini, ujar Taufan, polisi masih mencari fakta pembanding lain untuk memperjelas ada tidaknya dugaan kekerasan seksual terhadap Putri.
"Kan kesimpangsiuran ini harus diluruskan dengan mencari fakta yang sebenarnya seperti apa. Saya tidak mau terulang lagi seperti yang di Duren Tiga, telah membuat kehebohan banyak pihak tapi ternyata orang yang bersangkutan saja mengatakan 'Saya cuma disuruh mengakui saja di Duren Tiga sebetulnya peristiwanya di Magelang'. Nanti jangan-jangan dikejar lagi beda lagi kan gitu," kata Taufan.
"Makanya saya kira tugas penyidik saat ini mendalami dan mencari bukti-bukti selain keterangan," katanya.
Menurut Taufan, jika dugaan kekerasan seksual itu tidak bisa dibuktikan, penyelidikan dinilai sudah tidak penting. Dia menyebut hal paling penting saat ini ialah pembuktian skenario pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
"Kalau itu tidak bisa, maka saya kira tidak menjadi penting lagi itu, yang penting adalah membuktikan hubungan antara satu peristiwa di mana Ferdy Sambo memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengeksekusi saudara Yoshua," katanya.
Sebelumnya, Komnas HAM dan Komnas Perempuan telah bertemu dengan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Pertemuan itu dilakukan pada Sabtu (20/8).
(iwd/iwd)