Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) angkat bicara soal anak kiai Tuban yang menikahi pelajar SMP yang dihamili. Menurut Komnas Perempuan itu adalah kawin paksa.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini yang menyatakan bahwa pernikahan anak Kiai Tuban dengan pelajar SMP yang dihamili adalah kawin paksa.
"Ini kawin anak/paksa dengan alasan hamil duluan. Dampak anak dipaksa kawin itu besar sekali secara sosial dan biologis," ujar perempuan yang akrab disapa Rini kepada detikJatim, Sabtu (23/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, rahim anak perempuan itu belum benar-benar kuat. Mengingat pelajar perempuan yang akan dinikahi masih usia anak, di bawah 18 tahun, secara mental ia juga dianggap belum siap dengan pernikahan.
"Rahim perempuan baru bener-bener kuat sekitar umur 21 tahun. Secara mental usia anak tidak mampu mencerna hidup perkawinan meski (dalam kasus ini) pasangannya sudah berusia 22 tahun. Karena hidup perkawinan itu tidak cuma 1 orang," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, bila di usia anak sudah melahirkan maka ancaman kematian di ibu tinggi. Belum lagi ancaman stunting bila anak itu lahir, juga ancaman kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.
"Bayangkan, usia anak melahirkan maka ancaman kematian angka ibu melahirkan tinggi. Ancaman stunting (juga) tinggi dan ancaman perceraian juga tinggi. Plus ancaman kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, karena relasi kuasa yang besar," katanya.
Sebagai informasi, pelajar SMP di Tuban yang hendak dinikahi anak Kiai itu telah melahirkan bayi laki-laki dengan bobot lebih dari 2 kilogram secara normal dan diklaim sehat, baik ibu dan anaknya.
"(Bayi itu) sehat di waktu lahir, belum tentu sehat di masa balita toh? Kalau si ibu tidak paham urusan gizi anak dan dirinya sendiri bagaimana coba?" kata Rini.
Rini pun mengaku miris, masih terjadi kasus perkawinan paksa terhadap anak perempuan di Hari Anak Nasional yang tepat jatuh tepat di hari ini, 23 Juli 2022.
"Betul sekali, kasusnya (kekerasan seksual) banyak banget anak-anak (yang menjadi korban). Dan ini harus digedor ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan KPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) nih," ujarnya.
(dpe/dte)