Polda Jatim melakukan olah TKP dugaan kasus eksploitasi ekonomi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu. Hasilnya, ditemukan ada 12 titik yang diduga menjadi tempat eksploitasi ekonomi terhadap siswa.
"Sesuai keterangan saksi korban dan telah diverifikasi Ketua Yayasan yang mendampingi (proses olah TKP) ada. 12 titik yang sudah diverifikasi dan diduga sebagai tempat eksploitasi ekonomi," ujar Ditreskrimum Polda Jatim Kombes Totok Suhariyanto, Rabu (13/7/2022).
Sebanyak 12 titik yang diduga menjadi tempat eksploitasi ekonomi itu yakni berada di kantor marketing, sejumlah wahana yang menjadi tempat berkunjung tamu dan di beberapa fasilitas umum sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses penyelidikan, petugas kepolisian juga menemukan sejumlah dokumen yang salah satunya berkaitan dengan nama siswa di tahun 2008 sampai 2010. Sejumlah dokumen lain akan menjadi bukti dalam penyelidikan hingga penyidikan nanti.
"Kita akan melakukan tahap klarifikasi lanjutan di Polda Jatim. Karena ini masih tahap penyelidikan. Untuk kelanjutannya nanti dikabarkan," kata Totok.
Kasus dugaan eksploitasi ekonomi terhadap siswa yang dilakukan kepada terdakwa kekerasan seksual JE ini pertama kali ditangani oleh Polda Bali kemudian dilimpahkan ke Ditreskrimum Polda Jatim pada 26 April 2022.
Terpisah, penasihat hukum saksi korban, Kayat Harianto mengatakan ada dua saksi korban berinisial OL dan WY yang hadir dalam olah TKP tersebut. Ia menyebut eksploitasi ekonomi itu dilakukan secara massal sejak tahun 2009.
"Eksploitasi ekonomi yang dilakukan itu. Saat di luar kegiatan pendidikan siswa diberdayakan. Contoh casenya itu jadi mereka langsung disuruh bantu melayani jika ada para tamu yang datang. Mulai masak-masak, pentas hingga melayani tamu-tamu di sejumlah unit usaha. Itu semua siswa," terangnya.
Dikatakan Kayat, bahkan saat jam pelajaran apabila ada tamu hotel yang mendadak datang secara rombongan, saat itu juga pelajaran dihentikan atau ditiadakan dan semua siswa wajib bertugas melayani tamu.
"Ini memang tidak ada kesepakatan awal. Para murid yang bekerja hanya dijanjikan dibayar Rp 100 ribu per bulan. Dan gaji tersebut tidak diberikan langsung dengan alasan masuk tabungan. Tapi ujungnya tidak terbayar," beber Kayat.
(abq/fat)