Buntut kasus pencabulan santriwati oleh Moch Subchi Azal Tsani (MSAT), alias Mas Bechi (42), Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang. Ada pihak yang pro dan kontra atas pencabutan izin ini.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, mengungkapkan jika nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," kata Waryono dalam siaran pers yang diterima detikNews, Kamis (7/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan tegas ini diambil karena salah satu pemimpinnya, Mas Bechi merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan terhadap santri. Pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan. Waryono mengatakan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum. Namun juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
Sebelumnya, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menyarankan Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso. Agus awalnya mengakui pihaknya perlu dukungan masyarakat dalam menuntaskan masalah. Dukungan yang diharapkan, semisal, menarik putra-putrinya dari ponpes tersebut.
"Dukungan masyarakat sangat diharapkan untuk menuntaskan masalah tersebut, misal semua orang tua murid yang ada di ponpes tersebut menarik semua putra-putrinya untuk pindah ke Ponpes yang lebih aman dari kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual," kata Agus saat dihubungi wartawan, Kamis (7/7/2022).
Warga setempat mengaku setuju dan mendukung penarikan izin ponpes ini. Diketahui, Ponpes Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah diasuh oleh Kiai Muhammad Mukhtar Mukhti yang tak lain orang tua Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.
"Sangat setuju dicabut izinnya," ujar Lia (40) warga setempat kepada detikJatim, Jumat (8/7/2022).
Lia mengaku setuju atas pencabutan izin Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah karena kasus pencabulan yang dilakukan Mas Bechi memuat masyarakat resah. Ia menilai ketegasan pemerintah mencabut izin sudah tepat. Sebab jika tidak tegas, maka bukan tidak mungkin akan muncul kasus serupa di ponpes lain.
"Iya, setuju sekali kalau izin ponpesnya dicabut karena meresahkan," kata Lia.
PBNU tak setuju izin Ponpes Shiddiqiyyah dicabut, apa alasannya? Simak di halaman selanjutnya.
Sementara itu, pendapat kontra diungkapkan PBNU. Pihak PBNU meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendiskusikan lagi perihal pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang, imbas kasus dugaan pencabulan Bechi. PBNU menilai, 9 kiai Majelis Masyayikh patut dilibatkan dalam menyelesaikan persoalan izin Ponpes milik ayah Mas Bechi itu.
"Saya belum paham apa alasannya Kemenag mencabut izin operasional, apakah itu pembekuan atau permanen. Saya kira perlu diselesaikan di Majelis Masyayikh yang telah diangkat oleh Menag untuk menilai, apakah memang sudah perlu pencabutan tersebut sesuai dengan bobot kesalahannya," kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi Gus Fahrur, Kamis (7/7).
Menurut Gus Fahrur, harus diperhatikan nasib ribuan santri dan santriwati yang tidak mengerti dan tidak tersangkut dengan kasus Mas Bechi. Sebab, menurut Gus Fahrur, pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah menyangkut kepentingan umat.
"Sesuai UU Pesantren sudah ada 9 orang kiai yang diangkat oleh Menag disebut 'Majelis Masyayikh' yang mempunyai tugas," ujar Gus Fahrur.
Pendapat serupa juga diutarakan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih. Hikmah meminta Kementerian Agama (Kemenag) meninjau ulang pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang.
"Jadi memang pencabutan izin menurut kami perlu dikaji ulang, sekalipun itu kewenangan Kementerian Agama," kata Hikmah kepada detikJatim, Jumat (8/7/2022).
Politikus PKB ini membeberkan kasus serupa yang pernah terjadi di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu. Kala itu, rekomendasi Komisi E DPRD Jatim bukan pencabutan izin melainkan pembenahan di struktur yayasan.
"Sekali pun waktu itu tersangka di SMA Selamat Pagi Batu adalah ketua yayasan, ya semacam owner dari sekolah itu, tapi kami melakukan proses komunikasi intensif melalui Ibu Wali Kota (Batu) untuk menghubungi anggota yayasan lain yang bersedia men-take over pembiayaan dan bertanggung jawab atas sekolah. Lalu penyehatannya kami lakukan mulai dari proses berkomunikasi dengan kepala sekolah dan sebagainya," bebernya.