Tak hanya sedih melihat kasus hukumnya yang tak kunjung rampung, korban pencabulan anak kiai di Jombang, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) kerap merasa ketakutan. Pasalnya, ia sering mendapat ancaman hingga intimidasi orang suruhan Bechi.
"Saat ini korban ketakukan, jadi dengan adanya kondisi seperti ini, korban dan keluarganya merasa takut. Karena mereka sering sekali melakukan upaya di luar pikiran korban," ungkap pendamping korban, Nun Sayuti kepada detikJatim, Rabu (6/7/2022).
Nun mengungkapkan, korban dan keluarganya pernah beberapa kali didatangi dan diintimidasi orang suruhan Bechi. Bahkan ia diancam agar menutup kasus ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mendatangi korban, mengintimidasi korban, ada upaya penekanan. Itu pernah dilakukan, mereka mendatangi korban, memberi ancaman apabila ini tidak selesaikan maka akan mendatangkan risiko yang besar dan tidak bertanggung jawab kepada korban," imbuh Nun.
Beruntung saat ini korban sudah tak lagi mendapat ancaman. Namun, sekitar 4 bulanan lalu, kediaman korban sempat didatangi ketua salah satu organisasi Shiddiqiyyah. Saat itu, orang tersebut membawa seseorang yang disebut dari Polda Jatim. Kedatangannya pun ditolak oleh keluarga korban karena trauma.
"Kalau sekarang tidak, terakhir ketua organisasi sekitar 3 sampai 4 bulan yang lalu mendatangi korban dengan mengaku bersama orang dari Polda Jatim, mereka menemui korban dan orang tuanya tapi saat itu sudah tidak diterima oleh korban," tambah Nun.
Kasus ini telah diambil alih Polda Jatim pada Januari 2020, saat itu, Bechi juga ditetapkan sebagai tersangka. Dua tahun berselang, berkas perkara pencabulan yang diduga dilakukan Bechi terhadap santriwati dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada 4 Januari 2022.
Oleh sebab itu, Polda Jatim berupaya secepat mungkin melakukan tahap dua atau melimpahkan tersangka dan barang bukti perkara tersebut ke jaksa penuntut umum.
Namun, MSAT enggan menghadiri tiga kali panggilan Polda Jatim. Sehingga polisi memasukkan putra kiai pengasuh ponpes di Desa Losari, Ploso, Jombang itu dalam DPO sejak 13 Januari 2022. Ia diduga melanggar pasal 285 KUHP dan atau pasal 294 ayat (2) ke-2 KUHP. Ia diduga menyetubuhi dan mencabuli santriwatinya sendiri.
Sebelum itu, MSAT mengajukan praperadilan ke PN Surabaya terhadap proses penetapan tersangka yang dilakukan Polda Jatim. Namun pada 16 Desember 2021, hakim tidak menerima permohonan MSAT karena kurangnya pihak termohon. Penetapan tersangka MSAT dilakukan di Polres Jombang, sedangkan yang digugat dalam praperadilan tersebut Polda dan Kejati Jatim.
Tim pengacaranya pun mengajukan praperadilan kedua kalinya di PN Jombang dengan pihak termohon Kapolda Jatim, Kapolres Jombang, Kajati Jatim, serta Kajari Jombang. Sidang perdana praperadilan digelar Kamis (20/1).
Upaya praperadilan MSAT kembali kandas. Karena hakim praperadilan PN Jombang, Dodik Setyo Wijayanto menolak permohonannya pada 27 Januari 2022. Hakim menilai proses polisi menetapkan MSAT sebagai tersangka sudah tepat dan sah menurut hukum.
(hil/fat)