Dua terdakwa kasus narkoba, Dwi Vibbi Mahendra dan Ikhsan Fatriana, dituntut hukuman mati. Mereka menjadi pesakitan setelah menjadi pengedar sabu 43,4 kg.
Sidang penyampaian tuntutan oleh JPU itu berlangsung di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa (28/6/2022).
"Menuntut, menyatakan terdakwa 1 dan 2 terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan pemufakatan jahat dalam jual beli narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menjatuhkan hukuman berupa pidana mati," kata JPU Febrian Dirgantara membacakan tuntutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendengar hal itu, kedua terdakwa hanya terdiam dan menunduk saat mendengarkan tuntutan sidang secara teleconference. Kemudian, JPU kembali membacakan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman para terdakwa.
"Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dan merusak generasi bangsa. Sedangkan, hal yang meringankan tidak ada," lanjutnya.
Selain itu, JPU memohon pada hakim untuk tidak melakukan pertimbangan terhadap saksi. JPU menyatakan bahwa tidak ada relevansi.
"Tanggapan dari terdakwa membenarkan seluruh keterangan dari para saksi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Martin Ginting memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menjawab tuntutan. Ia menyebut, jawaban kedua terdakwa bisa disampaikan secara tertulis melalui kuasa hukumnya Adi Chrisianto pada Selasa (5/7/2022) pekan depan.
"Terhadap tuntutan yang sudah dibacakan JPU, silakan konsultasi dengan klien saudara. Kami beri waktu 1 minggu pada Selasa (5/7/2022) untuk memberikan jawaban secara tertulis," tuturnya.
Apabila tak ada jawaban hingga waktu yang ditentukan, sambung Martin, terdakwa dianggap tak mengajukan pembelaan. Artinya, menyetujui tuntutan dari JPU.
"Tanggal 5 Juli 2022 tidak ada lagi menunda dan kami catat. Apabila tidak mengajukan, kami anggap tidak mengajukan pembelaan," katanya.
Pengacara kedua terdakwa Adi Chrisianto menyatakan, ia akan menjawab tuntutan dalam nota pembelaan atau pledoi pekan depan.
"Baik, kami mohon waktu 1 minggu yang mulia," ujar dia.
Di luar persidangan, Adi mengaku keberatan dengan tuntutan itu. Ia menilai kliennya juga menjadi korban dalam peredaran narkoba.
"Terhadap tuntutan klien kami yang sangat maksimal atau hukuman mati, kami tim kuasa hukum tentu keberatan. Karena klien kami ini, kan, korban ya. Karena himpitan pekerjaan dan ancaman. Terbukti dari fakta persidangan ada ancaman dari gembong narkoba kepada keluarga dan mereka sendiri," tuntutan.
"Kami meminta majelis hakim berlaku seadil-adilnya dan jelas semua, kami beranggapan klien kami sebagai korban peredaran gelap narkotika," lanjutnya.
Penangkapan itu bermula ketika 2 terdakwa melakukan perjalanan mengambil dan mengantar narkoba sejak 14 Desember 2021. Mereka melakukan perjalanan itu atas perintah Joko dan Zoa-Zoa yang masih buron. Mulai dari Bandung hingga Bandar Lampung.
Perjalanan mengedarkan narkoba itu berakhir di sebuah hotel di Kota Bandar Lampung. Pada Selasa (11/1/2022) malam, para terdakwa ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polrestabes Surabaya.
Dari tangan tersangka polisi melakukan penggeledahan dan menemukan barang bukti 2 koper warna biru berisi 20 bungkus teh cina warna hijau berisi sabu seberat 20.673 gram dan 22 bungkus teh cina warna hijau berisi sabu 22.738 gram sehingga total sabu yang ditemukan seberat 43,4 kilogram.
Perbuatan para terdakwa diancam pidana sesuai ketentuan pasal 114 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
(dpe/iwd)