Pertengkaran antara pasangan suami istri (pasutri) di Surabaya ini berujung ke meja hijau. Kasus ini bermula saat seorang suami berinisial S melaporkan istrinya sendiri bernama R. S kesal dikatakan lemah syahwat oleh istrinya di depan umum.
Kasus hukum antara suami istri itu bermula saat keduanya hendak menjual mobil di sebuah kantor leasing. Keduanya sepakat bakal membayar sisa cicilannya dengan opsi menjual mobil yang dimiliki.
Usai memperoleh calon pembeli, keduanya langsung bertemu di depan kantor PT Pratama Finance, tepatnya di kawasan Biliton, Kecamatan Gubeng, 20 November 2020 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sana, R tak datang seorang diri, dia mengajak kakak iparnya Z dan suaminya datang bersama calon pembeli, EO dan RW.
Usai cicilan mobilnya lunas, keduanya lantas mengambil BPKB di kantor leasing. Saat itu lah, R dinilai S menghinanya, menyebutnya tak bisa ereksi di hadapan semua orang yang masih ada di parkiran kantor leasing.
Saat itu, R melontarkan kata-kata ke suaminya: Kon gak ngacxxg rong tahun mas tak jarno gawe nutup wong tuamu loro, sakno, kon ko bencine nang aku (kamu tidak bisa ereksi dua tahun mas, tetap saya biarkan (saya tidak protes) untuk menjaga perasaan orang tuamu yang sakit, tapi kamu kok malah terlihat sangat membenci aku).
Atas ucapan terdakwa yang disampaikan di parkiran leasing, S merasa malu karena diucapkan di hadapan orang banyak yang ada di parkiran leasing. Belakangan, S tidak terima dan mempolisikan ucapan istrinya. Akhirnya kasus bergulir ke PN Surabaya.
R melaporkan istrinya dengan dua pasal. Yakni pasal 310 dan 331 KUHP tentang penghinaan atau pencemaran nama baik.
Terdakwa R tidak menjalani penahanan. Itu karena ancaman hukuman terdakwa di bawah 5 tahun penjara.
Sebenarnya, kasus ini sempat diupayakan berakhir damai. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari Surabaya) Anton Delianto menyebut, pihaknya telah mengupayakan proses damai untuk kasus ini.
Anton menerangkan, jaksa telah berusaha menggunakan restorative justice atau keadilan restoratif agar persoalan ini bisa selesai secara damai. Namun, kata Anton, si suami menolak dan tetap berkeras membawa kasus ini ke jalur hukum dengan alasan si istri sudah sering mengolok-olok.
"Sudah mengupayakan untuk didamaikan, namun pihak suami tersangka keberatan dan tidak mau damai, dengan alasan bahwa istrinya sudah sering mengolok-olok suaminya," ujar Anton, Jumat (17/12/2021).
Proses hukum laporan ini terus bergulir hingga berakhir di meja persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Ari Widodo memutuskan terdakwa R dihukum 3 bulan penjara percobaan selama 1 tahun.
Artinya, dalam 1 tahun bila dia mengulangi perbuatannya terdakwa akan benar-benar menjalani kurungan selama 3 bulan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penghinaan," kata Ari saat membacakan amar putusan di Ruang Kartika 2 PN Surabaya, Rabu (30/3/2022).
Ibu rumah tangga R itu diadili dengan pasal penghinaan. Dia didakwa telah menghina suaminya S karena menyebut suaminya lemah syahwat atau tidak bisa ereksi.
Kuasa hukum terdakwa Erpin Yuliono mengaku pikir-pikir perihal putusan itu. Menurutnya, vonis yang ditetapkan kepada kliennya memang tidak sesuai ekspektasi. Kendati masih ada masa percobaan.
Erpin menyatakan, peristiwa itu memang terjadi saat keduanya masih berstatus pasangan suami istri (Pasutri). Menurutnya, penyampaian hingga pertengkaran merupakan hal yang lumrah bagi pasutri. Setelah peristiwa itu hingga pengadilan hari ini R dan S sudah tidak lagi berstatus suami istri.
"Kami pikir-pikir (terhadap putusan hakim), itu pernyataan, kan, spontan dan karena keduanya, kan, saat itu memang suami istri. Ini kan unek-unek to, kok, kebangetan. Kan bilangnya 'Kalau kalimat dipotong 'kamu tidak ngxxeng' memang penghinaan. Tapi, ada kalimat lanjutannya. Ditutupi demi orang tua. Itu bukan penghinaan. Bahasa Suroboyo, kan, sudah biasa kasar pisuh-pisuhan," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti menuturkan, terdakwa dan saksi (pelapor) sudah menikah sejak 2017. Menurutnya, keduanya sudah pisah ranjang sebelum hal itu berlangsung.
"R tinggal di rumah orang tuanya di Krian dan S tinggal di rumah Benowo Surabaya. Selanjutnya, karena terjadi persoalan dalam rumah tangga, disepakati perpisahan," ujarnya saat membacakan dakwaan.
Tidak hanya itu, ternyata di dalam pernikahan itu ada utang antara terdakwa R dengan S. Di antaranya, cicilan 1 unit Toyota Avanza yang belum lunas.
Ia menyebut, kalimat R terhadap S itu adalah penghinaan. Sebabnya, apa yang disampaikan R dinilai saksi aib rumah tangga. Terlebih, hal itu seharusnya tak dapat dan tak boleh disampaikan kepada khalayak.
"Terdakwa (R) dengan tujuan (menyampaikan ucapan) agar kondisi S diketahui orang, tuduhan bersifat pribadi di depan orang banyak," katanya.
(hil/fat)