Seorang suami di Surabaya berinisial S melaporkan istrinya sendiri, R karena kesal dikatakan lemah syahwat di depan umum. Kini, proses hukum laporan itu telah berakhir di meja persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Vonis telah dijatuhkan pada R.
Berikut fakta-fakta yang dihimpun detikJatim:
1. Awal Mula Istri Mengatai Suami Tak Bisa Ereksi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus hukum antara suami istri itu bermula saat keduanya akan mencicil pembelian mobil. Namun saat hendak mengambil BPKB mobil, keduanya terlibat pertengkaran di tempat parkir leasing.
Saat itu, R melontarkan kata-kata ke suaminya: Kon gak ngaceng rong tahun mas tak jarno gawe nutup wong tuamu loro, sakno, kon ko bencine nang aku (kamu tidak bisa ereksi dua tahun mas, tetap saya biarkan (saya tidak protes) untuk menjaga perasaan orang tuamu yang sakit, tapi kamu kok malah terlihat sangat membenci aku).
Atas ucapan terdakwa yang disampaikan di parkiran leasing, S merasa malu karena diucapkan di hadapan orang banyak yang ada di parkiran leasing. Belakangan, S tidak terima dan mempolisikan ucapan istrinya. Akhirnya kasus bergulir ke PN Surabaya.
2. Dilaporkan Pasal Pencemaran Nama Baik
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Surabaya Fariman Isandi Siregar mengatakan dakwaan yang menjerat terdakwa yakni Pasal 310 dan 331 KUHP tentang penghinaan atau pencemaran nama baik.
"Ancaman Pasal 310 KUHP ancaman maksimal 9 bulan penjara. Selain itu juga didakwa Pasal 311 ancaman maksimal 4 tahun penjara," terang Fariman saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (17/12/2021).
Menurut Fariman, selama proses persidangan, terdakwa R tidak menjalani penahanan. Itu karena ancaman hukuman terdakwa di bawah 5 tahun penjara.
"Tidak ditahan karena ancamannya di bawah 5 tahun," tandas Fariman.
3. Berusaha Didamaikan Tapi Suami Menolak
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari Surabaya) Anton Delianto mengungkap alasan mengapa pihaknya tetap melanjutkan kasus seorang ibu rumah tangga inisial R yang didakwa 9 bulan penjara karena menghina suaminya lemah syahwat. Anton menyebut sejatinya jaksa telah mengupayakan proses damai untuk kasus ini.
"Bahwa kami sudah mengupayakan untuk didamaikan," kata Anton kepada wartawan, Jumat (17/12/2021).
Anton menerangkan, jaksa telah berusaha menggunakan restorative justice atau keadilan restoratif agar persoalan ini bisa selesai secara damai. Namun, kata Anton, si suami menolak dan tetap berkeras membawa kasus ini ke jalur hukum dengan alasan si istri sudah sering mengolok-olok.
"Sudah mengupayakan untuk didamaikan, namun pihak suami tersangka keberatan dan tidak mau damai, dengan alasan bahwa istrinya sudah sering mengolok-olok suaminya," ujar Anton.
4. Istri Akhirnya Divonis Pidana Percobaan
Proses hukum laporan itu bergulir di meja persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Ari Widodo memutuskan terdakwa R yang mengejek suaminya lemah syahwat dihukum 3 bulan penjara percobaan selama 1 tahun.
Artinya, dalam 1 tahun bila dia mengulangi perbuatannya terdakwa akan benar-benar menjalani kurungan selama 3 bulan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penghinaan," kata Ari saat membacakan amar putusan di Ruang Kartika 2 PN Surabaya, Rabu (30/3/2022).
Ibu rumah tangga R itu diadili dengan pasal penghinaan. Dia didakwa telah menghina suaminya S karena menyebut suaminya lemah syahwat atau tidak bisa ereksi.
5. Keduanya Kini Tak Lagi Berstatus Suami Istri
Kuasa hukum terdakwa Erpin Yuliono mengaku pikir-pikir perihal putusan itu. Menurutnya, vonis yang ditetapkan kepada kliennya memang tidak sesuai ekspektasi. Kendati masih ada masa percobaan.
Erpin menyatakan, peristiwa itu memang terjadi saat keduanya masih berstatus pasangan suami istri (Pasutri). Menurutnya, penyampaian hingga pertengkaran merupakan hal yang lumrah bagi pasutri. Setelah peristiwa itu hingga pengadilan hari ini R dan S sudah tidak lagi berstatus suami istri.
"Kami pikir-pikir (terhadap putusan hakim), itu pernyataan, kan, spontan dan karena keduanya, kan, saat itu memang suami istri. Ini kan unek-unek to, kok, kebangetan. Kan bilangnya 'Kalau kalimat dipotong 'kamu tidak ngxxeng' memang penghinaan. Tapi, ada kalimat lanjutannya. Ditutupi demi orang tua. Itu bukan penghinaan. Bahasa Suroboyo, kan, sudah biasa kasar pisuh-pisuhan," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti menuturkan, terdakwa dan saksi (pelapor) sudah menikah sejak 2017. Menurutnya, keduanya sudah pisah ranjang sebelum hal itu berlangsung.
"R tinggal di rumah orang tuanya di Krian dan S tinggal di rumah Benowo Surabaya. Selanjutnya, karena terjadi persoalan dalam rumah tangga, disepakati perpisahan," ujarnya saat membacakan dakwaan.
(hil/fat)