Di balik hamparan sawah dan perkampungan Dusun Pulosari, Desa Pulosari, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, berdiri sebuah candi yang menyimpan lapisan sejarah Majapahit, yaitu Candi Rimbi.
Meski ukurannya tak sebesar kompleks candi ternama, situs ini menyimpan arca, relief, dan bukti arsitektur yang menunjukkan hubungan kuatnya dengan tradisi klasik Jawa. Banyak peneliti mengaitkan Candi Rimbi dengan peradaban abad ke-14, dan penemuan arca Parwati jadi salah satu bukti paling menonjol.
Kunjungan pejabat pernah menyoroti nilai budaya Candi Rimbi. Menteri Desa menyatakan candi ini adalah "warisan budaya nusantara yang harus terus kita jaga dan lestarikan" saat berkunjung beberapa tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan itu menegaskan pentingnya upaya pelestarian dan pengelolaan situs agar warisan ini tidak hilang. Dari data arkeologis dan catatan lokal, Candi Rimbi memiliki karakter arsitektural yang khas.
Badan candi banyak disusun dari batu andesit sementara pondasi menggunakan bata, sejumlah panel relief yang cukup banyak menunjukan ragam cerita yang belum sepenuhnya terurai. Kondisi fisik yang sebagian runtuh menuntut upaya konservasi yang terencana.
Sejarah dan Penemuan Arca Parwati
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Desa Pulosari, asal-usul nama "Rimbi" di Desa Ngrimbi, diyakini berasal dari cerita rakyat yang melegenda di kawasan tersebut, yakni sosok Dewi Arimbi.
Dalam pewayangan, ia dikenal sebagai raksasa berparas cantik yang merupakan istri Bima (anggota Pandawa Lima), sekaligus ibunda dari Gatotkaca. Keterkaitan nama ini juga diperkuat kepercayaan lokal terhadap dua makam misterius di dekat sungai.
Makam ini konon merupakan peristirahatan Prabu Arimba dan adiknya, Dewi Arimbi. Walaupun klaim ini belum terbukti secara ilmiah, kisah tersebut tetap menjadi bagian integral dari warisan budaya setempat yang menjelaskan asal-usul nama lokasi.
Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Secara etimologis, istilah "candi" sendiri memiliki akar kata dari "candikagra", yang merujuk pada "Candika" atau Dewi Durga, yang dikenal sebagai Dewi Kematian. Penamaan ini menegaskan fungsi utama bangunan candi di masa lalu yang sangat erat kaitannya dengan ritual kematian.
Pada umumnya, candi memang didirikan sebagai pendermaan, atau tempat penghormatan dan pemujaan arwah, khususnya bagi para raja atau tokoh terkemuka dari kalangan bangsawan yang telah wafat.
Candi Rimbi secara spesifik diperkirakan memiliki fungsi tersebut. Para ahli sejarah menduga kuat bahwa bangunan Candi Rimbi yang indah ini didirikan pada era Kerajaan Majapahit.
Tujuan utama pendiriannya adalah sebagai sarana pemujaan, sekaligus tempat pendarmaan (penghormatan anumerta) bagi Ratu Tribhuwana Tunggadewi, penguasa ketiga Majapahit yang juga dikenal dengan nama Dyah Gitarja.
Kompleks Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Sejarah penemuan kembali Candi Rimbi di era modern dimulai pada akhir abad ke-19. Reruntuhan bangunannya pertama kali dilaporkan naturalis terkenal, Alfred Wallace, saat ia sedang dalam perjalanan ekspedisi ilmiah di Wonosalam untuk mengumpulkan spesimen tumbuhan.
Menyusul laporan tersebut, penelitian arkeologi yang lebih formal baru dimulai J Knebel pada tahun 1907. Namun, upaya pemugaran untuk memulihkan struktur candi ini baru dilaksanakan jauh setelahnya, yakni pada awal dekade 1990-an.
Arsitektur dan Relief Candi
Secara fisik, Candi Rimbi menempati area seluas 896,56 mΒ². Bangunan utama candi yang tersisa saat ini memiliki ukuran panjang 13,24 meter, lebar 9,1 meter, dan menjulang setinggi 12 meter. Para ahli memperkirakan bahwa jika candi ini masih dalam keadaan utuh, tingginya akan jauh melampaui ukurannya yang sekarang.
Ada dugaan kuat bahwa Candi Rimbi bukanlah bangunan tunggal, melainkan bagian dari kompleks yang lebih besar. Namun, saat ini hanya struktur utama yang tersisa, itu pun dalam kondisi tidak lengkap, di mana sebagian besar badan dan atapnya telah runtuh.
Relief di Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Pembangunan Candi Arimbi di masa lalu jelas tidak dilakukan secara sembarangan. Pemilihan lokasi pembangunan candi ini didasarkan pada pertimbangan matang dan perhitungan presisi.
Syarat utama pendirian candi adalah harus berada di lahan yang subur dengan ketersediaan air melimpah, bukan di area gersang yang minim mata air. Hal ini melibatkan berbagai pengujian terhadap jenis tanah, warna, bau, kelandaian, serta kandungan air di dalamnya.
Relief di Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Teori pemilihan lokasi tersebut terbukti karena dataran di sekitar Candi Rimbi memang dikenal sangat subur. Tak jauh dari situs candi, terdapat pula sebuah sendang (mata air) yang memiliki kadar pH air cukup tinggi.
Kuat dugaan, mata air inilah yang dahulu digunakan sebagai sumber air suci untuk berbagai prosesi ritual dan peribadatan yang dilaksanakan di Candi Rimbi ketika masih difungsikan secara aktif.
Relief di Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Meskipun kini hanya berdiri sebagian, bagian kaki candi adalah struktur yang kondisinya paling utuh. Dalam kosmologi Hindu-Buddha, kaki candi merupakan representasi dari Bhurloka atau Kamadatu, yakni alam bawah atau dunia manusia yang masih dikuasai hal-hal keduniawian.
Kaki candi ini memiliki dua susunan yang dibatasi pelipit (bingkai pahatan yang menonjol). Bagian atas kaki sengaja dibuat sedikit menjorok ke dalam, sehingga ukurannya lebih kecil dari bagian bawahnya.
Pada area yang menjorok inilah terukir panel-panel relief candi yang kondisinya masih terbilang baik. Relief-relief ini diketahui menggambarkan ajaran Tantrayana, serta ragam hias flora dan fauna. Uniknya, pahatan hanya ditemukan di bagian kaki bawah, sementara bagian kaki atas dan dinding luar tubuh candi dibiarkan polos.
Tubuh candi sendiri, yang melambangkan Bhuwarloka (alam antara), berukuran lebih kecil dari kakinya, sehingga menciptakan selasar (lorong) di sekelilingnya. Sayangnya, akibat runtuhnya bagian atap, tubuh, dan tangga masuk, selasar yang berfungsi untuk membaca relief ini hanya dapat terlihat di sisi utara.
Status Cagar Budaya dan Akses Wisata
Dikutip dari laman resmi Pusdatin Kemendikbudristek, Candi Rimbi dalam SK Penetapan tahun 2020 telah ditetapkan sebagai struktur situs Cagar Budaya. Penetapan ini penting untuk membuka akses pendanaan serta program konservasi resmi.
Foto Udara Candi Rimbi Foto: Wikipedia |
Lokasinya di jalur menuju Wonosalam dan berada di dataran tinggi lereng Gunung Gede Anjasmoro menjadikan Candi Rimbi sering dikira bagian dari Wonosalam. Jadi pelancong yang mengunjungi Wonosalam dari jalur utama biasanya pasti menjadikan Candi Rimbi sebagai salah satu tambahan jujugan kala melintas di kawasan ini.
Candi Rimbi mungkin tak setenar Candi Penataran atau Prambanan, namun nilai arkitektur, relief, dan temuan materialnya menjadikannya potongan penting dalam mozaik sejarah Jawa Timur. Menjaga Rimbi berarti mempertahankan narasi masa lalu untuk generasi mendatang.
Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/irb)

















































