Sarip Tambak Oso: Legenda Jagoan Sakti, Robin Hood dari Sidoarjo

Sarip Tambak Oso: Legenda Jagoan Sakti, Robin Hood dari Sidoarjo

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Jumat, 28 Nov 2025 07:00 WIB
Ilustrasi Sarip Tambak Oso
Ilustrasi Sarip Tambak Oso. Foto: Ilustrasi/Edi Wahyono
Sidoarjo -

Legenda heroik Sarip Tambak Oso merupakan kisah kepahlawanan lokal yang dikenal dengan Robin Hood Sidoarjo. Sarip adalah tokoh utama perlawanan terhadap ketidakadilan ekonomi yang dilakukan pamannya yang serakah dan disokong pemerintah kolonial Belanda.

Cerita ini dilansir dari YouTube Dongeng Kita yang berjudul "Kompilasi Cerita Rakyat dari Jawa Timur". Dikisahkan, Sarip Tambak Oso merupakan nama yang telah popular dari generasi ke generasi di Jawa Timur.

Nama Sarip Tambak Oso adalah nama lengkap sosok lelaki yang berasal dari sebuah daerah Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Nama sebenarnya adalah Sarip dan cerita legenda ini telah ada sejak era penjajahan Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sarip Tambak Oso juga populer sebagai salah satu pemeran utama dalam kesenian ludruk, yang merupakan drama tradisional yang bersumber dari kejadian dan permasalahan yang terjadi di kehidupan rakyat biasa yang nyata.

Kisahnya menjadi legenda karena kemampuannya untuk bangkit dari kematian berkali-kali, berkat kesaktian yang didapat dari Tanah Merah (Lemah Abang), dan kekuatan panggilan kasih sayang ibunya. Nah, untuk cerita selengkapnya simak cerita lengkapnya di bawah ini, detikers!

ADVERTISEMENT

Kisah Lengkap Legenda Sarip Tambak Oso dari Sidoarjo

Alkisah hiduplah Sarip bersama dengan ibunya di daerah Gedang. Ayahnya telah meninggal saat dia kecil. Ketika ayahnya masih hidup, Sarip hidup berkecukupan karena ayahnya memiliki usaha tambak yang cukup luas.

Namun, sayangnya setelah ayahnya meninggal, tambak tersebut diambil pamannya yang serakah. Tidak sedikitpun keuntungan dari hasil tambak yang didapatkan diberikan kepada keluarga Sarip.

Sarip dikenal sebagai pemuda yang pemarah dan suka berkelahi. Namun, sebenarnya ia merupakan pemuda yang berhati baik. Ia bahkan tidak tega melihat penderitaan warga di kampungnya yang miskin dan ditarik pajak oleh Belanda.

Suatu hari lurah Gedangan datang bersama dua tentara Belanda ke rumah Sarip. Namun, ketika didatangi, Sarip sedang tidak ada di rumah, sehingga hanya ditemui ibu Sarip. Maksud kedatangan lurah Gedangan tersebut adalah meminta pajak dari tambak milik almarhum suaminya.

Ibu Sarip menjelaskan bahwasanya tambak tersebut saat ini sudah tidak dikelola ibu Sarip, namun dikelolapamannya. Pak Lurah dan tentara Belanda tersebut tidak mau menerima jawaban tersebut akhirnya menggeledah rumah ibu Sarip.

Sarip yang mendengar informasi tersebut langsung marah dan langsung memukul pak Lurah dan tentara Belanda tersebut. Salah satunya bahkan ada yang mati dan yang lainnya kabur.

Setelah kejadian tersebut, Sarip menjadi buronan pemerintah Belanda sebagai penjajah. Beberapa hari kemudian, Sarip datang ke rumah pamannya untuk meminta bagi hasil dari tambak yang dimilikinya. Namun, jawaban yang sudah bisa diduga, bahwasanya pamannya tidak mau memberikan bagi hasil keuntungan penjualan.

Sarip menjelaskan apabila pamannya tidak mau memberikan bagi hasil penjualan hasil tambak. Ia bahkan tak segan melakukan kekerasan pada pamannya. Benar saja, terjadi perkelahian dengan paman Sarip. Hingga akhirnya paman Sarip memberikan uang yang diminta Sarip dan kabur ke daerah Kulon Kali Sedati.

Di daerah Kulon Kali Sedati, paman Sarip menemui seorang pendekar bernama Paidi. Pendekar tersebut dinamai lengkap Paidi Kulon Sedati karena berasal dari daerah Kulon Kali Sedati. Paman Sarip meminta kepada pendekar tersebut untuk membunuh Sarip dengan bayaran berapapun yang diminta pendekar tersebut.

Akhirnya pendekar tersebut melancarkan aksinya, Paidi memiliki senjata andalan jagang, karena sehari-hari ia bekerja sebagai seorang kusir. Pertarungan tersebut dimenangkan Paidi, dan Sarip tewas di tangan Paidi, yang kemudian mayatnya dibuang ke Kali Sedati.

Saat ibunya sedang mencuci baju di Kali Sedati, ia menemukan anaknya yang tewas hanyut di kali. Lalu, ibunya melakukan hal ajaib dengan memanggil Sarip berkali-kali, dan akhirnya terbangun karena mengatakan belum waktunya ia meninggal.

Setelah ia pulih, Sarip mencuri barang-barang milik tentara Belanda. Meskipun Sarip mencuri, ia tidak mengambil keuntungan sendiri, ia melakukan ini untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di daerahnya dan membagikannya secara rata.

Setelah ia pulih, ia juga mulai membalaskan dendamnya satu per satu. Semua tentara Belanda dan pendekar mulai menyerangnya, namun tidak ada satupun yang berhasil membunuh Sarip.

Ia semakin hebat dan sakti untuk memenangkan semua pertarungan yang terjadi. Pada suatu hari, Sarip bertemu dengan Paidi lagi, dan membalaskan dendamnya hingga Paidi meninggal. Pada akhirnya, Belanda mengetahui kelemahan Sarip dari pamannya.

Menurut cerita pamannya, dahulu ayahnya melakukan pertapaan dan membawa pulang sebongkah tanah merah, yang kemudian tanah tersebut dibagi dua, lalu dimakan Sarip dan ibunya untuk dimakan. Setelah memakan tanah merah tersebut, Sarip dan ibunya bisa hidup kembali meski dibunuh berkali-kali.

Setelah mendengar berita tersebut, tentara Belanda mendatangi ibu Sarip dan membunuhnya di tempat. Sarip akhirnya bisa ditangkap setelah ibunya meninggal. Untuk menghukum Sarip dan melakukan tes terhadap tanah merah yang dimakan.

Sarip dimasukkan ke dalam sumur dan dikubur di dalam sumur tersebut. Yang pada akhirnya, Sarip benar-benar dinyatakan meninggal di sumur tersebut, dan disebut sebagai Sarip Tambak Oso oleh masyarakat sekitar.

Makna di Balik Kisah Sarip Tambak Oso

Makna dari kisah Sarip Tambak Oso adalah legenda heroik dari Sidoarjo yang melambangkan perlawanan rakyat kecil terhadap ketidakadilan birokrasi dan keserakahan pada masa kolonial.

Sarip diceritakan sebagai Robin Hood lokal yang mencuri dari kaum penindas, termasuk paman yang korup dan antek-antek Belanda, untuk dibagikan kepada warga miskin. Makna filosofis utama cerita ini terletak pada kekuatan spiritual dan ikatan batin dengan sang ibu.

Di mana kesaktian Sarip untuk hidup kembali setelah tewas bersumber dari panggilan penuh kasih sayang ibunya (Lemah Abang), menegaskan bahwa kasih sayang ibu adalah sumber kekuatan tertinggi dalam menghadapi penindasan.

Nah, itulah kisah Sarip Tambak Oso yang telah menjadi cerita rakyat yang melegenda di Jawa Timur, detikers! Dalam kisah ini ada banyak makna baru yang bisa kita petik bersama dan tentunya menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads