Kisah Bung Tomo Pernah Ditolak Mensos Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Kisah Bung Tomo Pernah Ditolak Mensos Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Amir Baihaqi - detikJatim
Senin, 10 Nov 2025 14:25 WIB
Bung Tomo membacakan pidato
Foto ikonik Bung Tomo saat berpidato di Alun-alun Mojokerto pada 18 Februari 1945 (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Sutomo atau Bung Tomo, salah satu tokoh pertempuran 10 November 1945 Surabaya ternyata pernah ditolak mentah-mentah saat namanya diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional. Kisah ini diungkapkan oleh istrinya, Sulistina.

Penolakan ini terjadi sekitar 2 tahun setelah Bung Tomo wafat. Bung Tomo wafat pada 7 Oktober 1981 di Mekkah, Arab Saudi saat menunaikan ibadah haji. Jenazahnya kemudian dimakamkan di TPU Ngagel Rejo, Surabaya.

Cerita Sulistina itu diungkapkan dalam bukunya berjudul 'Bung Tomo Suamiku Biar Rakyat yang menilai Kepahlawananmu' (1995). Sulistina menuturkan saat itu, DPRD Jawa Timur mengusulkan agar Bung Tomo mendapat gelar pahlawan nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada waktu itu yang mengusulkan Pak Blegoh Soemarto, Ketua DPRD," kata Sulistina dalam buku autobiografinya itu.

Namun, usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Menteri Sosial (Mensos) saat itu. Alasannya pun sepele, karena Bung Tomo hanya dianggap pahlawan lokal. Hal ini sempat membuat Sulistina naik pitam.

ADVERTISEMENT

"Namun Menteri Sosial Nani Soedarsono waktu itu mengirimkan surat kepada saya yang isinya menolak usulan tersebut dengan alasan Bung Tomo tidak menjadi pahlawan nasional karena beliau pahlawan lokal," terang Sulistina.

"Terang saya, waktu itu saya sangat emosi dan marah sekali mendapatkan jawaban itu, aku seperti gelo, surat bersampul amplop cokelat itu aku sobek-sobek," ujar Sulistina.

Sutomo alias Bung Tomo dan istrinya, Sulistina SutomoSutomo alias Bung Tomo dan istrinya, Sulistina Sutomo (Foto: Dok. Repro/Bung Tomo Suamiku Biar Rakyat yang Menilai Kepahlawananmu)

Sulistina lantas menjelaskan bahwa peristiwa pertempuran Surabaya 1945 Surabaya bukan lagi peristiwa lokal, tapi sudah nasional. Karena semua suku bangsa yang ada di Indonesia rela pergi ke Surabaya demi bertempur dengan pasukan Sekutu dan penjajah Belanda.

"Mosok sih, banyak orang Indonesia datang ke Surabaya. Ada orang Aceh, Sunda, orang Kalimantan, Bali, Sulawesi dan lain-lain datang ke sana ikut berjuang kok dikatakan lokal," tegas Sulistina.

"Dan peristiwa heroik itu pun telah lama diperingati sebagai hari nasional, Hari Pahlawan. Gitu kok dibilang lokal," cetus Sulistina.

Meski demikian, Sulistina mengaku menyesal karena telah merobek-robek surat Menteri Sosial Nani Soedarsono yang menolak Bung Tomo mendapat gelar pahlawan nasional.

"Aku menyadari betapa bodohnya aku. Dengan menyobek-nyobek surat dari menteri sosial itu berarti aku menampakkan kemarahan dan kebodohanku sendiri," ujar Sulistina.

"Mungkin waktu itu otakku terlalu panas dan aku memang kurang dewasa. Mestinya surat itu tetap kusimpan sebagai bukti kenangan," tandas.

Meski sempat ditolak, nama Bung Tomo pada akhirnya mendapat gelar pahlawan nasional dengan keputusan bernomor 041/TK/Tahun 2008 setelah mendapat desakan dari berbagai pihak. Gelar tersebut diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Sulistina Sutomo pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana.

Sembilan tahun kemudian atau tepat pada 31 Agustus 2016, Sulistina meninggal dunia. Ia kemudian dimakamkan di samping pusara Bung Tomo di TPU Ngagel Rejo Surabaya.




(hil/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads