Menyusuri Makam Trunojoyo di Tanah Madura yang Tak Berjejak

Menyusuri Makam Trunojoyo di Tanah Madura yang Tak Berjejak

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Jumat, 31 Okt 2025 16:30 WIB
ILUSTRASI PEMAKAMAN.
ILUSTRASI PEMAKAMAN. Foto: CHATGPT
Sumenep -

Di balik ketenaran nama Pangeran Trunojoyo sebagai pahlawan Madura, tersimpan teka-teki yang belum terjawab hingga kini. Di mana sebenarnya makam Pangeran Trunojoyo berada?

Nama Trunojoyo melintasi zaman sebagai simbol keberanian dan perlawanan terhadap kekuasaan besar Mataram. Ia bukan sekadar tokoh sejarah, tapi ikon identitas Madura yang namanya diabadikan dalam bandara, universitas, hingga berbagai situs lokal.

Kecemerlangan perjuangannya dan akhir hidup yang tragis membuat kisahnya terus diceritakan ulang oleh masyarakat maupun sejarawan. Namun, di balik legenda besar itu, jejak makam Trunojoyo justru menghadirkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban pasti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah sumber lokal menyebut adanya petilasan dan situs ziarah yang dikaitkan dengan perjalanan hidupnya, mulai dari pebabaran (tempat kelahiran atau penguburan ari-ari) hingga sumur tempat bertapa.

Sementara catatan sejarah formal menempatkan akhir hayat Trunojoyo dalam hukuman mati oleh kekuatan Mataram setelah serangkaian konflik besar. Akibatnya, warisan fisik berupa makam yang jelas sulit dibuktikan secara tunggal, menjadikannya percampuran antara fakta sejarah dan tradisi setempat.

ADVERTISEMENT

Jejak Pangeran Trunojoyo

Dilansir dari detikJatim, Trunojoyo lahir dari garis keturunan bangsawan Madura yang memiliki hubungan genealogis dengan keluarga istana di Madura dan Jawa. Namanya melejit pada pertengahan abad ke-17 ketika ia memimpin pemberontakan besar yang mengguncang Kesultanan Mataram.

Serangkaian kemenangan pasukan Trunojoyo, termasuk penguasaan sementara beberapa kota penting di Jawa, membuatnya tercatat sebagai pemimpin militer yang tangguh. Gerakan ini tak lepas dari situasi politik yang kompleks-melibatkan poros perlawanan pesisir, pengungsi dari Makassar, hingga konflik internal Mataram.

Ketika situasi semakin genting, Mataram meminta bantuan VOC Belanda untuk menumpas perlawanan tersebut. Intervensi itu mengubah peta politik Jawa dan berujung pada nasib tragis Trunojoyo yang akhirnya ditangkap dan dihukum mati.

Misteri Makam Trunojoyo

Di berbagai wilayah Madura, terdapat sejumlah titik yang dikaitkan dengan sosok Trunojoyo. Komunitas setempat menjaga petilasan seperti pebabaran dan sumur yang dipercaya sebagai tempat bertapanya.

Situs-situs ini menjadi bagian dari tradisi lokal yang menghormati memori Trunojoyo. Bahkan, tempat-tempat ini kerap didatangi peziarah yang ingin merasakan kedekatan dengan warisan budayanya.

Namun, penunjukan lokasi-lokasi tersebut lebih bersifat kultural daripada ilmiah. Catatan sejarah yang dikompilasi dari arsip-arsip dan kronik Jawa menyebutkan akhir hidup Trunojoyo secara umum, tetapi tidak pernah memastikan lokasi pemakamannya.

Perpindahan jenazah, situasi perang, dan praktik pemakaman di masa lalu membuat makam fisik Trunojoyo tetap samar dalam sejarah. Pertanyaan di mana makam Trunojoyo, meninggalkan ruang bagi legenda dan interpretasi lokal.

Warisan Pangeran Trunojoyo

Meskipun makamnya masih menyimpan misteri, warisan Trunojoyo tetap hidup dalam kehidupan masyarakat Madura modern. Namanya diabadikan dalam Bandara Trunojoyo di Sumenep, dan Universitas Trunojoyo di Bangkalan, dua simbol penting yang menegaskan kebanggaan masyarakat terhadap tokoh ini.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Sumenep, wacana untuk mengusulkan Trunojoyo sebagai Pahlawan Nasional pernah mencuat. Namun, pengakuan semacam itu membutuhkan kajian sejarah mendalam, konsultasi akademis, serta dukungan dokumen yang kuat.

Sementara menanti pengakuan formal itu, pemda dan komunitas kebudayaan terus mendorong pelestarian situs bersejarah serta edukasi publik. Upaya ini bertujuan agar generasi muda mengenal Trunojoyo bukan hanya sebagai pemberontak, tetapi juga sebagai simbol keberanian, kecerdikan politik, dan harga diri orang Madura.

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads