Banyak orang tak menyadari, beberapa kata dalam bahasa Jawa yang sering diucapkan sehari-hari ternyata berasal dari bahasa Belanda. Pengaruh ini menjadi jejak sejarah panjang masa kolonial, ketika interaksi kedua bangsa meninggalkan warisan linguistik yang masih hidup hingga kini.
Dari kata "sepur" hingga "sempak", bahasa menunjukkan dirinya bukan sekadar alat komunikasi, melainkan cermin pertemuan dua budaya besar. Selama lebih dari tiga abad penjajahan, masyarakat di Nusantara, termasuk Jawa, berinteraksi dengan bangsa Belanda dalam berbagai bidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulai pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari. Tak heran jika banyak kosakata Belanda yang akhirnya diserap, lalu disesuaikan dengan lidah orang Jawa. Menariknya, sebagian kata tersebut mengalami perubahan makna seiring waktu, bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari percakapan modern.
Deretan Bahasa Jawa Berasal dari Bahasa Belanda
Tak banyak yang menyadari sejumlah kosakata dalam bahasa Jawa ternyata memiliki akar dari bahasa Belanda. Pengaruh ini muncul akibat hubungan panjang antara Indonesia dan Belanda di masa kolonial, yang turut membentuk perkembangan bahasa di berbagai daerah.
Dalam keseharian, beberapa kata serapan dari Belanda masih digunakan masyarakat Jawa tanpa disadari. Berikut deretan bahasa Jawa yang ternyata berasal dari bahasa Belanda yang perlu diketahui.
1. Potlot
Dua kata ini mungkin terdengar sangat Jawa, padahal keduanya berasal dari bahasa Belanda. Potlot berasal dari kata potlood yang berarti "pensil". Dalam keseharian orang Jawa, potlot digunakan untuk menyebut alat tulis pensil kayu.
2. Sepur
Sepur berasal dari kata spoor, yang berarti "rel kereta". Namun, dalam bahasa Jawa, arti kata ini bergeser menjadi "kereta api". Perubahan makna ini menunjukkan bagaimana masyarakat mengadaptasi istilah asing sesuai konteks lokal.
3. Pit
Dalam percakapan sehari-hari, orang Jawa sering menggunakan kata pit untuk menyebut sepeda. Kata ini diambil dari bahasa Belanda fiets, yang berarti "sepeda kayu".
4. Setip
Sementara itu, setip berasal dari kata stuf, istilah untuk penghapus dalam bahasa Belanda. Hingga kini, "setip" masih sering digunakan anak sekolah maupun masyarakat umum di Jawa.
5. Prei
Kata prei lazim digunakan untuk menyebut waktu libur atau istirahat. Kata ini berasal dari vrij, yang berarti "bebas" dalam bahasa Belanda. Dalam konteks budaya Jawa, "bebas dari pekerjaan" kemudian dimaknai sebagai "libur".
6. Sempak
Sementara sempak memiliki asal yang menarik. Kata ini berasal dari zwempak, yang berarti "baju renang". Namun, dalam bahasa Jawa, maknanya mengalami pergeseran menjadi "celana dalam". Pergeseran makna ini bisa jadi muncul karena kesamaan bentuk pakaian yang menutupi bagian tubuh tertentu.
7. Duit
Siapa sangka kata duit, yang begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia, dulunya merupakan nama mata uang kecil yang digunakan di zaman kolonial Belanda. Kata ini kemudian menjadi istilah umum untuk menyebut uang dalam percakapan sehari-hari.
8. Pulpen
Sementara pulpen berasal dari vulpen, yang berarti "pena tajam" atau "pena isi ulang". Dalam perkembangan modern, istilah ini kerap digunakan secara umum untuk menyebut bolpoin, meskipun sebenarnya berbeda dari segi fungsi dan bentuk.
9. Blek
Kata blek digunakan untuk menyebut wadah berbahan kaleng, seperti tempat kerupuk atau biskuit. Asalnya dari kata blik dalam bahasa Belanda, yang berarti "kaleng". Hingga kini, istilah ini masih sering digunakan oleh pedagang makanan tradisional.
10. Tekel
Adapun tekel berasal dari kata tegel, yang berarti "ubin" atau "lantai". Dalam percakapan masyarakat Jawa, kata ini digunakan untuk menyebut lantai keramik, menunjukkan bagaimana pengaruh Belanda tetap melekat pada istilah arsitektur di rumah-rumah Jawa tempo dulu.
11. Ngenes
Kata ngenes sering dipakai untuk menggambarkan perasaan sedih yang mendalam atau nasib yang menyedihkan. Ternyata, kata ini berasal dari istilah Belanda ongeneeslijk, yang berarti "tidak bisa disembuhkan" atau "parah sekali". Dari makna aslinya, kata ini berkembang menjadi ungkapan emosional yang menggambarkan penderitaan batin.
12. Hop!
Dalam situasi tertentu, orang Jawa kerap berteriak "hop!" untuk menyuruh berhenti atau menghentikan sesuatu. Ungkapan ini ternyata berasal dari frase Belanda hou op, yang berarti "tahan" atau "berhenti".
Ketika diucapkan cepat orang Belanda pada masa lalu, bunyinya terdengar seperti "huop" atau "hop," dan kemudian diadaptasi menjadi seruan khas dalam bahasa Jawa.
Beberapa kata ini hanyalah sebagian kecil dari pengaruh Belanda dalam bahasa Jawa dan Indonesia. Dari ruang kelas hingga dapur rumah tangga, warisan linguistik ini hidup dalam percakapan sehari-hari tanpa banyak disadari.
(ihc/irb)











































