Sosok KH Wahab Chasbullah, Ulama Pembaru dan Penggerak Nahdlatul Ulama

Sosok KH Wahab Chasbullah, Ulama Pembaru dan Penggerak Nahdlatul Ulama

Mira Rachmalia - detikJatim
Selasa, 21 Okt 2025 19:30 WIB
Nama KH Wahab Chasbullah begitu identik dengan Nahdlatul Ulama (NU). Sebab, ia merupakan salah satu pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Kiai Wahab Chasbullah. Foto: Istimewa/dok Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah
Surabaya -

Perjalanan sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama, terutama mereka yang berjuang bukan hanya melalui doa dan pengajaran agama, tetapi juga lewat gerakan sosial, pendidikan, dan perjuangan politik.

Salah satu sosok sentral dalam sejarah tersebut adalah KH Abdul Wahab Chasbullah, tokoh penting di balik berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lahir di Jombang, Jawa Timur, KH Wahab Chasbullah dikenal sebagai ulama pembaru dengan pemikiran maju dan semangat kebangsaan yang tinggi. Bersama KH Hasyim Asy'ari dan KH Bisri Syansuri, ia menjadi motor penggerak lahirnya NU pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1334 H).

Melalui NU, para kiai dan santri bergerak memperkuat pendidikan Islam, menumbuhkan semangat nasionalisme, dan menjadi benteng moral bangsa dalam menghadapi penjajahan Belanda. Berikut profil KH Wahab Chasbullah dilansir dari situs NU Online.

ADVERTISEMENT

Profil KH Wahab Chasbullah

KH Abdul Wahab Chasbullah lahir pada 31 Maret 1888 di Jombang, dari pasangan KH Hasbullah Said, pengasuh Pesantren Tambakberas dan Nyai Latifah. Sejak kecil, Wahab tumbuh di lingkungan pesantren yang kental dengan tradisi keilmuan Islam.

Pendidikan awalnya ditempuh di berbagai pesantren ternama di Jawa Timur, seperti Pesantren Langitan Tuban, Mojosari Nganjuk, Tawangsari Sepanjang, dan Tebuireng Jombang.

Di Ponpes Tebuireng, ia berguru langsung kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, yang kelak menjadi sahabat seperjuangannya. Tak berhenti di tanah air, KH Wahab juga menimba ilmu di Makkah, berguru pada ulama besar seperti Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani, dan berhasil meraih predikat istimewa.

KH Wahab Chasbullah dikenal sebagai pelopor kebebasan berpikir di kalangan umat Islam Indonesia. Pada tahun 1914, ia mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar (yang berarti "Pergolakan Pemikiran") di Surabaya. Forum yang menjadi wadah untuk berdiskusi, berdebat, dan mencari solusi atas persoalan sosial keagamaan dengan berpijak pada nilai-nilai Islam.

Tashwirul Afkar berkembang pesat karena menerapkan prinsip keterbukaan dan toleransi intelektual. Forum ini juga mempertemukan berbagai tokoh lintas organisasi, termasuk dari kalangan Muhammadiyah, sehingga menjadi jembatan pemikiran tradisional dan modernis. Dari sinilah lahir generasi muda Islam yang progresif dan siap memimpin pergerakan bangsa.

Cikal Bakal Berdirinya Nahdlatul Ulama

Dari semangat intelektual Tashwirul Afkar, KH Wahab Chasbullah kemudian menggagas pendirian organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916, bersama KH Mas Mansur dan sejumlah ulama pesantren. Organisasi ini menjadi cikal bakal lahirnya NU.

Puncaknya terjadi pada tahun 1926, ketika KH Wahab bersama KH Hasyim Asy'ari dan KH Bisri Syansuri mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) di Jombang.

KH Wahab memainkan peran strategis dalam membentuk sistem kepemimpinan NU yang unik, yakni dua badan utama, Syuriyah (dewan ulama) dan Tanfidziyah (dewan pelaksana). Struktur ini terbukti mampu menjaga keseimbangan antara kalangan tua dan muda dalam tubuh NU hingga kini.

Peran Besar dalam Perjuangan Kemerdekaan

Selain berperan dalam bidang pendidikan dan pemikiran, KH Wahab juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Bersama KH Hasyim Asy'ari dan Kiai Abbas dari Cirebon, ia merumuskan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang menyerukan umat Islam untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Setelah wafatnya KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah diangkat sebagai Rais Aam NU. Dalam masa kepemimpinannya, ia memperkuat posisi NU sebagai pendukung utama pemerintah Indonesia dalam melawan agresi militer Belanda.

KH Wahab juga berperan dalam pembentukan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan aktif menggunakan media massa seperti Soeara Nahdlatul Oelama untuk menyebarkan semangat kebangsaan dan dakwah Islam.

Inspirator Berdirinya Gerakan Pemuda Ansor

Kiai Wahab juga memiliki kontribusi besar terhadap lahirnya Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Awalnya, para pemuda pendukungnya mendirikan Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) pada 1924. Gerakan ini menjadi wadah kaderisasi dan penguatan semangat perjuangan di kalangan santri muda.

Nama "Ansor" sendiri merupakan saran dari KH Wahab, terinspirasi dari kaum Ansar di Madinah yang membantu perjuangan Nabi Muhammad SAW. Nilai-nilai perjuangan, pengorbanan, dan kepeloporan kaum Ansar dijadikan teladan bagi para pemuda NU.

Pada tahun 1934, melalui Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, Ansor resmi menjadi bagian dari struktur NU, berkat perjuangan tokoh-tokoh muda seperti KH Machfudz Siddiq dan KH Wahid Hasyim.

Keteladanan, Dakwah, dan Wafatnya Sang Kiai

Kiai Wahab dikenal sebagai sosok ulama yang bijak, humoris, dan solutif. Salah satu kisah terkenalnya adalah ketika memberi jalan keluar logis kepada seorang jemaah yang ingin melibatkan semua anggota keluarganya dalam pahala kurban.

Dengan pendekatan yang lembut dan cerdas, beliau menunjukkan bagaimana fiqih dan akal sehat dapat berjalan beriringan. Hingga akhirnya, Kiai Wahab wafat di Jombang pada 29 Desember 1971.

Sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya terhadap bangsa dan agama, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2014 melalui Keputusan Presiden Joko Widodo.

Warisan Pemikiran dan Inspirasi Bagi Generasi Bangsa

Warisan terbesar KH Wahab Chasbullah adalah semangat kebebasan berpikir dan toleransi dalam keberagamaan. Ia menunjukkan bahwa Islam dapat menjadi dasar bagi kemajuan bangsa tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritual.

Prinsipnya, "Apa yang tidak bisa diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan semuanya", menjadi pedoman bahwa perjuangan harus terus dilakukan dengan cara yang bijak dan realistis.

Pemikiran dan perjuangannya menjadikan KH Wahab Chasbullah bukan sekadar pendiri organisasi, tetapi juga ikon pergerakan intelektual Islam Nusantara yang relevan hingga kini. Sosoknya terus menginspirasi generasi muda untuk berpikir terbuka, berjuang dengan ilmu, dan menjaga harmoni antara agama dan kebangsaan




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads