Dua Kesenian Madura Ditetapkan Warisan Budaya Tak Benda

Dua Kesenian Madura Ditetapkan Warisan Budaya Tak Benda

Mira Rachmalia - detikJatim
Rabu, 15 Okt 2025 08:45 WIB
Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2025
Pentepana Warisan Budata Takbenda Indonesia Tahun 2025 Foto: Istimewa
Surabaya -

Pulau Madura kembali menorehkan prestasi membanggakan di dunia kebudayaan. Dua kesenian khas asal Kabupaten Pamekasan, yakni Tari Rondhing dan Wayang Kulit Madura, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Kebudayaan RI melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi.

Penetapan ini menjadi bukti nyata bahwa kekayaan budaya Madura tidak hanya hidup dalam keseharian masyarakatnya, tetapi juga diakui secara nasional sebagai bagian penting dari identitas budaya Indonesia.

Keputusan tersebut diambil setelah melalui proses panjang dalam Sidang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Nasional yang digelar oleh Direktorat Warisan Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Dengan masuknya dua kesenian ini dalam daftar WBTB, Kabupaten Pamekasan semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu pusat kebudayaan di Pulau Madura yang kaya akan nilai sejarah dan tradisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wayang Kulit Madura

Tokoh pewayangan dalam pentas wayang kulitIlustrasi Wayang Kulit Foto: pikisuperstar/Freepik

Wayang Kulit Madura merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang unik dan memiliki karakter tersendiri dibandingkan wayang kulit dari daerah lain di Indonesia. Ciri khasnya terletak pada gaya pementasan yang lebih enerjik dan penuh semangat, dengan penggunaan bahasa serta logat Madura yang kuat.
Wayang ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sarana penyampaian nilai moral, filosofi hidup, serta ajaran kebijaksanaan lokal masyarakat Madura.

Menariknya, koleksi wayang kulit Madura tertua diketahui merupakan milik pribadi Kosala Mahinda, penjaga Vihara Avalokitesvara di Dusun Candi Utara, Desa Polagan, Kecamatan Galis. Beberapa wayang dalam koleksi tersebut bahkan berusia lebih dari tiga abad, dan masih tersimpan rapi dalam peti kayu peninggalan leluhur.

ADVERTISEMENT

Ketua Panti Budaya Pamekasan menjelaskan bahwa keberadaan wayang kulit di Madura sudah ada sejak abad ke-17 hingga ke-18 Masehi, dan pada masa itu, seni wayang juga turut dilestarikan oleh keluarga Tionghoa yang tinggal di kawasan Pamekasan. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya yang harmonis di tanah Madura.

Dua Kesenian Madura Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025Dua Kesenian Madura Resmi Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025 Foto: Instagram @enjoypamekasan

Tari Rondhing

Sementara itu, Tari Rondhing merupakan kebudayaan asli Pamekasan yang hingga kini masih eksis dan kerap tampil dalam berbagai acara resmi Pemerintah Kabupaten. Tari ini tidak sekadar hiburan, melainkan mengandung nilai sejarah dan perjuangan masyarakat Madura.
Dalam gerakannya, Tari Rondhing menggambarkan semangat juang rakyat Pamekasan melawan penjajah Belanda, divisualisasikan dalam bentuk drama tari komedi bertema baris-berbaris. Karena itu pula, tarian ini sering disebut sebagai "tari baris" atau "tari kenca'", yang diambil dari gerakan kaki menghentak lantai secara ritmis.

Tarian ini biasanya dimainkan oleh enam orang penari, yang pada masa lalu diperankan oleh pria. Namun kini, banyak ditampilkan oleh penari perempuan muda dengan gerak lincah, energik, dan penuh ekspresi. Penampilan mereka semakin hidup berkat iringan musik tradisional Ul-Daul dari Sanggar Seni Mella' Ate (yang berarti Hati yang Terbuka). Suara seruling khas Madura atau Saronen, berpadu dengan kenong dan gendang, menciptakan suasana meriah dan semangat yang menggema di setiap pementasan.

Busana dan Makna Filosofis Tari Rondhing

Ciri khas Tari Rondhing juga terletak pada kostumnya yang gagah dan tegas. Para penari mengenakan odheng (penutup kepala khas Madura), baju lengan panjang dengan selempang dan rompi, serta celana pesak hitam yang melambangkan ketegasan dan keberanian.
Kaki para penari dihiasi geleng sokoh, yakni gelang kaki tradisional Madura yang berbunyi gemerincing setiap kali kaki menghentak lantai. Bunyi itu bukan sekadar ornamen, tetapi simbol semangat perjuangan dan kekompakan masyarakat Madura dalam menghadapi penjajahan.

Kini, Tari Rondhing sering ditampilkan dalam berbagai acara resmi, seperti penyambutan tamu penting, pelantikan organisasi masyarakat, hingga festival budaya daerah. Salah satu penampilan yang berkesan terjadi saat acara pelantikan pengurus Gabungan Petani Garam Rakyat (Gaspegar) di Pendopo Ronggosukowati, Pamekasan, di mana para penari Rondhing sukses memukau tamu dengan gerakannya yang kuat dan penuh makna.

Penetapan Tari Rondhing dan Wayang Kulit Madura sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia bukan sekadar penghargaan simbolik. Lebih dari itu, langkah ini menjadi bentuk pengakuan negara atas pentingnya menjaga, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan lokal agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Pemerintah Kabupaten Pamekasan bersama para seniman lokal diharapkan terus melakukan pembinaan, dokumentasi, serta regenerasi pelaku seni agar dua kesenian ini tidak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga bisa mendunia.

Dengan pengakuan ini, Madura sekali lagi membuktikan bahwa kekayaan budaya bukan hanya tentang masa lalu, melainkan juga warisan yang terus hidup untuk masa depan.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads