3 Karya Trenggalek Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia

3 Karya Trenggalek Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 21 Agu 2025 04:00 WIB
Potret Tradisi Lebaran Ketupat di Trenggalek
Lebaran Ketupat di Trenggalek Foto: Adhar Muttaqin
Trenggalek -

Warisan Budaya Takbenda (WBTb) adalah segala bentuk ekspresi budaya yang tidak berwujud fisik, namun hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi. Bentuknya bisa berupa tradisi lisan, seni pertunjukan, adat istiadat, hingga kearifan lokal yang mencerminkan identitas serta nilai luhur suatu daerah.

Penetapan sebuah tradisi menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia bukan sekadar penghargaan, tetapi pengakuan bahwa budaya tersebut memiliki nilai penting yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Bagi masyarakat, label Warisan Budaya Takbenda memberikan kebanggaan sekaligus dorongan untuk terus menjaga tradisi agar tidak hilang ditelan zaman. Selain itu, pengakuan ini juga berdampak positif bagi pengembangan pariwisata, memperkuat identitas daerah, dan menjadi sarana edukasi bagi generasi muda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warisan Budaya Takbenda dan Pentingnya Pelestarian

Pada tahun 2024, Kabupaten Trenggalek menorehkan prestasi penting dengan ditetapkannya tiga karya budaya lokal sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Dikutip dari akun instagram resmi kabupaten Trenggalek, berikut tiga karya budaya Trenggalek yang menjadi Warisan Budaya Takbenda.

1. Upacara Adat Baritan di Desa Salamwates

Upacara Adat BaritanUpacara Adat Baritan Foto: Portal Resmi Kecamatan Dongko

Melansir situs Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Jawa Timur, upacara Adat Baritan merupakan tradisi masyarakat Desa Salamwates, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek.

ADVERTISEMENT

Tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Sura atau Muharam sebagai bentuk rasa syukur dan doa agar hewan ternak (raja kaya) senantiasa berkembang biak dengan baik serta membawa keberkahan bagi kehidupan masyarakat.

Prosesi Baritan sangat kaya makna, dimulai dari ziarah ke makam Mbah Surogati (sesepuh desa), kirab budaya, penyerahan dhadung awuk, hingga tarian bersama kesenian langen tayub.

Selain itu, ada juga ritual rebut dhadung (tali hewan ternak), penyajian ambengan, hingga lomba kambing PE yang selalu menyedot perhatian warga. Ragam sesaji, tumpeng, janur kuning, dan hiasan tradisional lainnya menjadi simbol kuatnya semangat masyarakat dalam menjaga budaya luhur peninggalan nenek moyang.

2. Upacara Adat Nyadran Dam Bagong

Melihat Larung Kepala Kerbau di Dam Bagong TrenggalekMelihat Larung Kepala Kerbau di Dam Bagong Trenggalek Foto: Adhar Muttaqin

Dilansir dari halaman resmi pemerintah kabupaten Trenggalek, upacara Adat Nyadran Dam Bagong digelar sebagai ungkapan syukur atas hasil panen sekaligus bentuk penghormatan kepada Adipati Menaksopal, tokoh yang berjasa membangun Dam Bagong sebagai sarana pengairan di Trenggalek.

Tradisi ini melibatkan seluruh masyarakat sekitar dan dilaksanakan dengan penuh kekhidmatan sekaligus kemeriahan. Dalam prosesi Nyadran, seekor kerbau dan gunungan tumpeng dipersembahkan.

Daging kerbau dibagikan kepada warga sebagai sedekah, sementara kepala dan kaki kerbau dilarung di Dam Bagong untuk diperebutkan masyarakat. Tradisi tahunan ini bukan hanya simbol rasa syukur, tetapi juga wujud kebersamaan dan penghargaan terhadap sejarah lokal yang menjadi bagian penting identitas Trenggalek.

3. Tradisi Kupatan Durenan

Potret Tradisi Lebaran Ketupat di TrenggalekPotret Tradisi Lebaran Ketupat di Trenggalek Foto: Adhar Muttaqin

Dilansir Nu Online, Tradisi Kupatan Durenan dilaksanakan setiap H+8 Idul Fitri di Desa Durenan, Kecamatan Durenan, dan telah berlangsung sejak awal 1800-an. Tradisi ini digagas KH Imam Mahyin, pendiri Pondok Pesantren Babul Ulum, yang kala itu menjalankan puasa sunah Syawal selama enam hari di Kadipaten Trenggalek.

Sepulang dari pendopo, masyarakat menyambut beliau dengan membawa ketupat sebagai bentuk syukur dan penghormatan. Kupatan Durenan bukan sekadar perayaan Idul Fitri, tetapi juga ajang silaturahmi, reuni, dan mempererat ikatan sosial.

Tradisi ini terus dilestarikan turun-temurun hingga kini, dengan Kiai Fattah sebagai penerus yang tetap menggelar open house serta menyajikan ketupat untuk masyarakat. Keunikan Kupatan Durenan membuatnya berbeda dari tradisi kupatan di daerah lain, sekaligus memperkaya khasanah budaya Trenggalek.

Penetapan tiga karya budaya Trenggalek sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2024 menjadi bukti bahwa kearifan lokal memiliki nilai tinggi yang patut dijaga. Dengan pengakuan ini, diharapkan masyarakat semakin bangga dan berkomitmen untuk melestarikan tradisi agar tetap hidup di tengah modernisasi.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads