- 10 Larangan di Bulan Suro 1. Tidak Menggelar Hajatan atau Pesta 2. Tidak Pindah Rumah 3. Tidak Membangun Rumah 4. Tidak Bepergian Jauh 5. Tidak Berbicara Kasar atau Berisik 6. Tidak Melakukan Aktivitas yang Tidak Penting 7. Menghindari Aktivitas yang Berkaitan dengan Dunia Gaib 8. Menghindari Konflik 9. Jangan Bermewah-Mewahan 10. Tidak Melakukan Maksiat
Tak heran jika banyak orang yang memilih untuk menenangkan diri, memperbanyak doa, serta menjauhi berbagai aktivitas yang dianggap bisa mengganggu kesucian bulan Suro.
Larangan-larangan di bulan Suro bertujuan menjaga keselamatan, menjauhkan dari malapetaka. Berikut penjelasannya.
10 Larangan di Bulan Suro
Meskipun tidak semua masyarakat Jawa mematuhi larangan ini secara ketat, tradisi ini tetap dilestarikan sebagai warisan budaya yang kaya makna. Berikut adalah sepuluh larangan yang sering dijalankan oleh masyarakat Jawa selama bulan Suro. Simak penjelasannya untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
1. Tidak Menggelar Hajatan atau Pesta
Larangan paling umum di bulan Suro adalah tidak menyelenggarakan hajatan besar seperti pernikahan, khitanan, atau pesta syukuran. Masyarakat Jawa meyakini bahwa mengadakan acara besar di bulan ini bisa membawa nasib buruk bagi pihak yang merayakan, terutama dalam pernikahan yang dikhawatirkan tidak langgeng atau penuh masalah.
Larangan ini berkaitan erat dengan suasana duka dan perenungan yang menyelimuti bulan Suro. Oleh karena itu, banyak keluarga memilih menunda acara hingga bulan berikutnya demi menghormati nilai-nilai spiritual yang dijunjung selama bulan ini.
2. Tidak Pindah Rumah
Larangan pindah rumah di bulan Suro juga termasuk kepercayaan yang kuat di masyarakat Jawa. Perpindahan tempat tinggal pada bulan ini dipercaya bisa membawa ketidaknyamanan dan berbagai persoalan hidup di kemudian hari.
Bagi masyarakat Jawa, rumah bukan sekadar tempat tinggal, melainkan pusat energi dan keseimbangan keluarga. Karena itu, pindah rumah di bulan yang dianggap "panas" secara spiritual seperti Suro dianggap sebagai tindakan yang tidak bijak.
3. Tidak Membangun Rumah
Memulai pembangunan rumah atau renovasi besar di bulan Suro termasuk dalam daftar larangan yang dijaga ketat. Keyakinannya, pembangunan yang dilakukan di bulan ini akan mudah menemui kendala, penuh hambatan, atau tidak membawa keberkahan.
Sebagian masyarakat memilih untuk menunda pembangunan rumah hingga bulan Sapar atau bulan lainnya yang lebih "netral" secara spiritual, demi menghindari hal-hal buruk di masa depan.
4. Tidak Bepergian Jauh
Bepergian jauh tanpa keperluan mendesak di bulan Suro juga diyakini dapat mengundang bahaya. Banyak orang Jawa yang lebih memilih tinggal di rumah dan membatasi perjalanan, kecuali untuk ibadah atau keperluan penting.
Larangan ini juga menunjukkan nilai kehati-hatian dan introspeksi. Bulan Suro dianggap sebagai waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan bukan waktu yang tepat untuk menjelajah atau mencari hiburan di luar rumah.
5. Tidak Berbicara Kasar atau Berisik
Menjaga lisan dan perilaku menjadi salah satu bentuk penghormatan terhadap bulan Suro. Berbicara kasar, bertengkar, atau menciptakan keributan dipercaya bisa mengganggu keseimbangan energi spiritual bulan ini.
Larangan ini mengajarkan pentingnya menjaga ketenangan, kesopanan, serta menghindari konflik yang bisa merusak harmoni sosial. Masyarakat diajak untuk menjalani hidup yang lebih damai dan penuh kesadaran selama bulan Suro.
6. Tidak Melakukan Aktivitas yang Tidak Penting
Bulan Suro adalah waktu untuk refleksi dan pengendalian diri. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk menghindari kegiatan yang tidak bermanfaat, seperti bermain-main, foya-foya, atau bersenang-senang secara berlebihan.
Sebaliknya, kegiatan seperti berzikir, puasa, doa, atau tirakat sangat dianjurkan sebagai bentuk pendekatan spiritual kepada Tuhan. Larangan ini menanamkan nilai penggunaan waktu secara bijaksana.
7. Menghindari Aktivitas yang Berkaitan dengan Dunia Gaib
Bulan Suro kerap diasosiasikan dengan tipisnya batas antara dunia nyata dan dunia gaib. Karenanya, aktivitas seperti pemanggilan arwah, uji nyali, atau ritual klenik dilarang keras karena bisa mengundang gangguan makhluk halus.
Kepercayaan ini mendorong masyarakat untuk tidak bermain-main dengan hal yang tak terlihat. Dengan menghormati dunia spiritual, masyarakat juga diyakini akan dijauhkan dari bahaya yang tidak kasat mata.
8. Menghindari Konflik
Selain menjaga lisan, larangan bulan Suro juga mencakup larangan untuk menciptakan konflik atau permusuhan. Warga Jawa meyakini bahwa suasana hati dan hubungan sosial yang harmonis selama bulan ini akan membawa keberkahan.
Suro adalah saat yang tepat untuk memperbaiki diri, mempererat tali silaturahmi, dan menghindari dendam. Larangan ini menumbuhkan nilai introspeksi dan pentingnya perdamaian dalam kehidupan.
9. Jangan Bermewah-Mewahan
Bulan Suro bukanlah waktu untuk pamer kekayaan atau hidup berlebihan. Banyak masyarakat Jawa yang sengaja menampilkan kesederhanaan, mengenakan pakaian biasa, serta menghindari kemewahan demi menjaga kesan prihatin dan kesucian bulan ini.
Larangan ini menjadi pengingat untuk lebih fokus pada kehidupan spiritual dan menghindari sikap sombong. Suro dipandang sebagai waktu untuk merendahkan hati, bukan untuk meninggikan status sosial.
10. Tidak Melakukan Maksiat
Yang terakhir dan paling penting adalah larangan untuk melakukan maksiat. Bulan Suro diyakini sebagai waktu yang penuh berkah dan terbuka untuk pengampunan. Karena itu, masyarakat dianjurkan menjauhi perbuatan dosa dan lebih banyak beribadah.
Banyak orang yang memilih melakukan tirakat, puasa, atau memperbanyak amalan sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan yang diyakini sakral ini. Menjauh dari maksiat juga menjadi salah satu cara untuk memohon perlindungan dan keselamatan sepanjang tahun.
Larangan di bulan Suro bukan sekadar mitos atau tradisi turun-temurun, melainkan bentuk kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai kehati-hatian, introspeksi, dan penghormatan terhadap waktu-waktu tertentu.
(Auh/ihc)