Universitas Brawijaya (UB) Malang sukses mencetak sejarah dengan membawa pulang Piala Bergilir Presiden Republik Indonesia setelah menjuarai Festival Nasional Reog Ponorogo (FNRP) XXX dalam rangkaian Grebeg Suro 2025.
Grup seni mereka, Reyog Brawijaya, berhasil mengungguli puluhan peserta dari berbagai daerah se-Indonesia. Penampilan memukau mereka di panggung terbuka Alun-alun Ponorogo selama kompetisi 22-25 Juni 2025, akhirnya dinobatkan sebagai penyaji terbaik versi dewan juri.
"Sebenarnya kami tidak menargetkan hasil. Yang terpenting adalah bagaimana kami bisa menyajikan proses terbaik untuk masyarakat Ponorogo maupun masyarakat dunia. Karena Reog ini sekarang sudah diakui UNESCO," ujar Prof Dr Eng Ir Denny Widhiyanuriyawan, pembina Reyog Brawijaya, Jumat (27/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengumuman pemenang dilakukan saat malam penutupan Grebeg Suro 2025 yang digelar di Alun-alun Kabupaten Ponorogo. Dewan juri mengumumkan 10 besar grup terbaik setelah menilai puluhan pertunjukan yang digelar selama empat hari.
Posisi runner-up diraih grup Gajah Manggolo dari SMAN 1 Ponorogo. Di posisi ketiga ada Kridha Taruna dari SMAN 2 Ponorogo, dan peringkat keempat ditempati Kencana Dewi Hotel Ponorogo.
Di luar Ponorogo, grup asal DKI Jakarta, Bantarangin Singo Wijoyo, menempati posisi kelima. Disusul oleh Singo Caraka Kusuma, beranggotakan mantan penari dari PB Arjowinangun, di posisi keenam.
Reyog Tigang Juru Lamajang asal Kabupaten Lumajang menempati posisi ketujuh, sementara Manggolo Mudho dari Paguyuban Warga Ponorogo (Pawargo) Yogyakarta ada di posisi kedelapan.
Dua posisi terakhir dalam daftar 10 besar diraih oleh grup lokal, Reyog Watoe Dhakon dari UIN Ponorogo dan Taruno Suryo dari SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.
"Saya sangat mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang terus konsisten menggelar FNRP tiap tahun untuk melestarikan budaya. Dan alhamdulillah, di tahun ke-30 ini, Reog resmi diakui UNESCO. Ini kebanggaan luar biasa bagi rakyat Indonesia," lanjut Denny.
Ia juga menyoroti peningkatan signifikan dalam penyelenggaraan tahun ini, termasuk jumlah peserta yang melonjak hingga mencapai 40 grup. Hal ini membuat kompetisi semakin ketat dan menarik perhatian banyak pihak.
Sepanjang acara, penampilan para peserta disambut meriah oleh ribuan penonton dari berbagai daerah, bahkan dari mancanegara. Atmosfer semarak yang terasa di setiap sudut alun-alun menegaskan bahwa Reog Ponorogo bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan identitas budaya yang hidup dan tumbuh bersama masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo berharap capaian ini dapat semakin mendorong pelestarian budaya Reog sebagai warisan tak benda dunia, sekaligus memperkuat daya tarik wisata dan seni tradisi di Bumi Reog.
(dpe/hil)