Tradisi Ngitung Batih, Ritual 1 Suro dari Trenggalek

Tradisi Ngitung Batih, Ritual 1 Suro dari Trenggalek

Katherine Yovita - detikJatim
Senin, 23 Jun 2025 04:00 WIB
ngitung batih
Tradisi Ngitung Batih dari Trenggalek (Foto: Adhar Muttaqien/detikjatim)
Surabaya -

Mendekati tahun baru Islam, 1 Suro, warga Trenggalek punya tradisi unik yang masih dijaga hingga saat ini, tradisi tersebut adalah Ngitung Batih. Menariknya, upacara adat Ngitung Batih telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI.

Tradisi Ngitung Batih merupakan salah satu bentuk warisan kearifan lokal Trenggalek yang masih rutin dilaksanakan setiap tahun, khususnya oleh masyarakat dari Kecamatan Dongko.

detikJatim mengajak detikers untuk mengapresiasi budaya dan kearifan lokal Tanah Air dengan mengenal lebih dekat tentang makna serta prosesi upacara adat Ngitung Batih ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenal Upacara Adat Ngitung Batih Trenggalek

Upacara adat Ngitung Batih yang biasanya digelar oleh masyarakat sekitar Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek merupakan sebuah tradisi yang telah berlangsung selama ratusan tahun silam.

Secara istilah "Ngitung" memiliki arti berhitung, sedangkan "batih" artinya anggota keluarga. Secara sederhana, dapat disimpulkan Ngitung Batih artinya menghitung jumlah anggota keluarga per rumah.

ADVERTISEMENT

Hal ini tidak terlepas dari prosesi ubarampe takir plonthang, di mana jumlah anggota keluarga tersebut yang akan menjadi penentu jumlah takir plonthang yang harus dibawa per rumah. Takir plonthang sendiri merupakan wadah yang terbuat dari daun pisang berbentuk cekung, kemudian diikat dengan daun kelapa, dan umumnya akan diisi dengan berbagai aneka sesaji yang telah disediakan.

Upacara adat Ngitung Batih merupakan bentuk simbolisasi permohonan agar warga desa senantiasa diberkahi dengan kemakmuran, kesejahteraan, dan keselamatan.

Prosesi Upacara Adat Ngitung Batih

Upacara adat Ngitung Batih biasanya diawali dengan kirab pusaka dengan iringan takir plontang yang berisi dengan berbagai macam hidangan tradisional. Selanjutnya prosesi upacara dilanjutkan dengan pemanjatan doa bersama dan ujub (doa Jawa) untuk memohon kelancaran dan keselamatan selama prosesi upacara adat dilangsungkan.

Setelah itu, masuk pada momen yang paling ditunggu-tunggu, di mana warga saling berebut takir plontang. Masyarakat yang hadir di lokasi saling beradu cepat untuk mendapatkan sajian tersebut.

Tak berhenti sampai di situ, sejumlah tokoh penting yang hadir akan melepaskan beberapa ayam betina sebagai simbolisasi harapan akan meningkatnya perekonomian masyarakat setempat.

Kemudian, acara akan dilanjutkan dengan agenda makan bersama. Prosesi ini merupakan wujud syukur atas rezeki yang telah diterima sepanjang tahun.

Makna Upacara adat Ngitung Batih

Upacara adat Ngitung Batih merupakan salah satu kearifan lokal yang merepresentasikan aspek spiritual maupun sosial masyarakat Trenggalek. Berbagai macam sajian yang dihidangkan dengan takir plonthang merupakan cerminan ungkapan syukur warga atas berkah dan nikmat yang telah Tuhan sediakan selama sepanjang tahun.

Rangkaian prosesi upacara adat yang melibatkan masyarakat dari berbagai usia dan jabatan menjadi bukti akan pentingnya menjaga tali silaturahmi dan semangat gotong royong agar terus hidup, untuk menciptakan masyarakat yang guyub dan rukun.

Selain itu, upacara adat Ngitung Batih, setidaknya terdapat 19 macam ubarampe ambengan yang digunakan. Masing-masing ubarampe memiliki makna simbolis yang mendalam. Adapun ubarampe yang digunakan di antaranya adalah takir plonthang, panjang ilang, buceng jejeg, buceng tulak, mulemetri, jenang sengkala, jenangwaras, jenanglemu, jenangmanca warna, jenang baru-baru, katul jenang juruh santan, ingkung, rasul, kupat dankeleman, gedhang setangkep, cok bakal, nyambungtuwuh nyiram tuwuh, nylametne, botok.




(auh/ihc)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads