Ratusan umat Buddha dari berbagai vihara di Tulungagung, menggelar ritual Atthami Puja di komplek Candi Sanggahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Tradisi ini sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran, pencerahan dan wafatnya Sang Buddha Gautama.
Ritual Atthami Puja digelar tepat delapan hari setelah perayaan Trisuci Waisak 2569 BE/2025. Prosesi berlangsung secara khusyuk dan hikmat dengan dipimpin Pandita Sugianto Gandikha dari Vihara Buddha Loka Tulungagung.
Menurut Sugianto, Atthami Puja diikuti oleh umat dari tiga vihara, Vihara Buddha Loka Kota Tulungagung, Vihara Budasari dan Vihara Sasana Bakti Selorejo, Ngunut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memilih Candi Sanggrahan karena tempat ini memiliki nilai sejarah, di mana diyakini sebagai lokasi disemayamkannya jenazah Bhiksuni Raja Patmi atau Dewi Gayatri," kata Sugianto, Minggu (18/5/2025).
Rangkaian Atthami Puja dimulai dengan Pradakshina atau ritual mengelilingi altar pemujaan sebanyak tiga kali dengan arah searah jarum jam. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha Selanjutnya itu, umat melakukan pembacaan paritta atau doa-doa suci di depan altar.
"Setelah pembacaan doa, umat juga mendapatkan renungan untuk memahami makna dari peringatan ini. Sebagai penutup, kami menggelar pelimpahan jasa kepada semua makhluk, dengan harapan memancarkan energi positif agar tempat ini menjadi sumber kebahagiaan," ujarnya.
Menurutnya, Atthami Puja belum begitu dikenal luas di kalangan Buddhis Indonesia. Umumnya, umat hanya merayakan hingga Trisuci Waisak saja. Namun, di negara-negara dengan tradisi Buddhis yang kuat seperti Sri Lanka, Thailand, dan Myanmar, Atthami Puja merupakan bagian dari rangkaian ritual yang rutin dilaksanakan setiap tahun.
"Melalui peringatan ini, umat Buddha Tulungagung ingin menumbuhkan kembali semangat untuk mengenang jasa-jasa Sang Buddha serta merefleksikan ajaran beliau dalam kehidupan sehari-hari," pungkas Sugianto.
(auh/hil)