Sejarah Pasar Bunga Kayoon Surabaya yang terbentuk dari Endapan Kalimas

Urban Legend

Sejarah Pasar Bunga Kayoon Surabaya yang terbentuk dari Endapan Kalimas

Sri Rahayu - detikJatim
Kamis, 02 Jan 2025 16:11 WIB
Pasar Bunga Kayoon Surabaya
Pasar Bunga Kayoon Surabaya (Foto: Sri Rahayu)
Surabaya -

Pasar Bunga Kayoon di Surabaya menjadi salah satu destinasi ikonik bagi pencinta bunga di Kota Pahlawan. Lebih dari sekadar pusat perdagangan bunga, pasar ini menyimpan sejarah panjang yang berkaitan erat dengan perkembangan kawasan Kayoon sejak era kolonial Belanda.

Menurut praktisi sejarah Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo, asal-usul kawasan Kayoon bermula dari endapan tanah sungai yang terbentuk di tepi Sungai Kalimas pada awal abad ke-20.

Dalam foto arsip tahun 1901, Sungai Kalimas terlihat begitu lebar, namun seiring waktu, pengendapan menyebabkan daratan baru terbentuk. Fenomena ini kemudian melahirkan ruang baru yang dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terletak di Jalan Kayoon, Embong Kaliasin, pasar ini tidak berdiri begitu saja. Pada tahun 1950-an, kawasan tersebut masih berupa rawa-rawa di pinggiran sungai. Namun, kebutuhan masyarakat akan bunga mulai mendorong terbentuknya pasar.

Pasar Bunga Kayoon SurabayaBunga yang dijual di Pasar Bunga Kayoon Surabaya (Foto: Sri Rahayu)

"Pasar ini dibangun di atas tanah endapan sungai. Pada tahun 70-an, lahannya mulai dimanfaatkan sebagai pasar bunga. Kondisi ini bisa dilihat dari foto-foto lama di mana area tersebut dulunya hanya berupa dataran hasil pengendapan sungai," ujar Kuncar kepada detikJatim, Kamis (2/1/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Kuncar, pedagang bunga generasi pertama memanfaatkan lahan tersebut untuk berjualan di dekat rawa hingga akhirnya pasar mulai tertata.

"Melihat polanya itu bukan pasar yang tiba-tiba ramai. Mungkin dia generasi pertama yang jualan di dekat rawa pinggir sungai bukan berarti bentuk rekontruksi pasar dan lama-lama orang jualan mengikuti dan kemudian ditata. Akhirnya membentuk pasar yang ada lorongnya begitu," kata Kuncar.

Keunikan lainnya, lanjut Kuncar, lahan Pasar Bunga Kayoon bukanlah aset pemerintah kota sepenuhnya. Tanah tersebut diketahui dimiliki oleh Dinas PU Pengairan Pemprov Jatim dan Balai Besar Wilayah Sungai Perum Jasa Tirta. Sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan milik Pemerintah Kota Surabaya. Hal ini menjadikan Pasar Bunga Kayoon sebagai pasar tematik yang unik dan berbeda dibandingkan pasar lain di kota ini.

"Pasar itu kan berada di tengah kota, awalnya hanya karena kebutuhan bunga-bunga dan event-event tertentu yang membuat orang membuka lapak di situ. Lama kelamaan, akhirnya terbentuklah pasar seperti sekarang ini. Itu benar-benar murni tanah endapan sungai," jelas Kuncar.

Pasar Bunga Kayoon SurabayaSalah satu toko bunga di Pasar Bunga Kayoon Surabaya (Foto: Sri Rahayu)

Nama Kayoon sendiri sudah eksis sejak era kolonial. Pada masa itu, kawasan ini dikenal sebagai daerah yang tertata rapi dengan taman-taman indah di sepanjang Kalimas. Posisinya yang strategis dan suasana nyaman menjadikan Kayoon sebagai area elite di zamannya, dengan banyak hunian megah menghadap sungai.

"Faktanya, lahan pasar itu dimiliki oleh Dinas Pengairan. Di sisi utara, ada tempat pengelolaan oleh Dinas PU Pengairan Pemprov Jatim dan Balai Besar Wilayah Sungai Perum Jasa Tirta yang mengelola sungai. Lebar sungai Kalimas itu berkurang separuh karena proses pengendapan. Penyebabnya, ada pintu air Gubeng yang membuat hanya air saja yang mengalir, sehingga lama-kelamaan tanah mengendap dan membentuk daratan baru," jelas mantan wartawan ini.

Kuncar mengatakan setelah masa kemerdekaan, pedagang bunga mulai berdatangan ke kawasan ini. Sebagian besar dari mereka merupakan pemasok bunga dari daerah Batu, Malang.

Pedagang-pedagang ini tidak hanya menjual bunga potong, tetapi juga bunga hias, bunga rangkai, hingga buket. Seiring berjalannya waktu, pada era 1980-an, bangunan pasar mulai dipermanenkan dengan material tembok yang menggantikan lapak kayu sederhana sebelumnya.

"Dulu lapaknya hanya berupa kayu. Baru pada tahun 80-an mulai dibuat permanen dengan tembok. Sekarang kios-kios ini sudah lebih tertata," pungkas Kuncar.




(irb/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads