8 Pelajaran Berharga dari Tragedi G30S/PKI di Jawa Timur

8 Pelajaran Berharga dari Tragedi G30S/PKI di Jawa Timur

Sri Rahayu - detikJatim
Jumat, 27 Sep 2024 14:46 WIB
Ilustrasi Jenderal pada 1965
Ilustrasi jenderal pada 1965. Foto: Ilustrasi/Edi Wahyono
Surabaya -

Tragedi G30S/PKI pada tahun 1965 tidak hanya menorehkan luka yang dalam bagi bangsa Indonesia, tetapi juga menyimpan berbagai pelajaran penting. Khususnya bagi wilayah Jawa Timur yang menjadi salah satu daerah terdampak.

Dilansir dari Modul Pembelajaran SMA Kelas XII: Sejarah Indonesia, peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu peristiwa pemberontakan yang terjadi pada bulan September 1965, beberapa tahun setelah Indonesia merdeka. Peristiwa G30S/PKI terjadi pada malam hari tanggal 30 September 1965.

Peristiwa penculikan dan pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat itu memicu serangkaian tindakan balasan yang brutal. Yaitu penangkapan dan pembantaian massal terhadap orang-orang yang diduga terlibat atau memiliki afiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tak hanya itu, PKI juga melakukan pemberontakan yang tak kalah brutal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelajaran Berharga dari Tragedi G30S/PKI

Peristiwa G30S menjadi babak kelam dalam sejarah nasional yang tak hanya melibatkan pertikaian di Jakarta, tetapi juga berdampak besar di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur. Provinsi di ujung timur Pulau Jawa ini menjadi saksi bisu ketegangan politik yang melibatkan PKI dan berbagai kelompok masyarakat lainnya.

Tragedi pembantaian PKI di Jawa Timur meninggalkan sejarah kelam yang tidak terlupakan. Jejak sejarah juga bisa dilihat dari tempat-tempat yang menjadi lokasi pembantaian, yang hingga hari ini dijadikan monumen. Berikut 10 pelajaran berharga yang dapat diambil dari peristiwa kelam G30S/PKI.

ADVERTISEMENT

1. Bahaya Ideologi Ekstrem

Ideologi yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian dan memecahkan masyarakat. G30S/PKI mengajarkan bahwa ideologi ekstrem, baik kiri maupun kanan, dapat memecah belah masyarakat.

Di Jawa Timur sendiri, perpecahan antar kelompok masyarakat akibat pertarungan ideologi memberikan pelajaran bahwa moderasi dan keterbukaan adalah kunci menjaga persatuan.

2. Kewaspadaan pada Hoaks dan Propaganda

Di era G30S/PKI, hoaks dan propaganda digunakan untuk menghasut dan memperkeruh suasana. Ini menjadi pelajaran penting tentang bahaya informasi yang menyesatkan, terutama di era digital saat ini, di mana hoaks menyebar lebih cepat.

Untuk mendapat informasi akurat, pahami dulu apakah informasi yang disampaikan itu benar adanya. Dampak dari adanya berita bohong yang disebarkan pada saat itu membuat perselisihan dan kesalahpahaman.

Seperti dilansir dari Kominfo Kabupaten Kampar, pada akhir 1964 dan awal 1965, ribuan petani melakukan perampasan tanah yang bukan hak mereka. Para petani itu terpengaruh hasutan PKI.

Terjadi sejumlah bentrokan besar antara petani, polisi, dan pemilik tanah. Konflik ini dipicu propaganda PKI yang mengeklaim petani berhak atas semua tanah, tanpa mempedulikan kepemilikan individu, karena mereka beranggapan tanah negara adalah milik bersama.

3. Nilai Rekonsiliasi Nasional

Pasca-G30S/PKI, rekonsiliasi nasional di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, menjadi tantangan tersendiri. Tragedi ini mengajarkan pentingnya upaya bersama untuk memulihkan luka sosial dan membangun kembali persatuan di tengah masyarakat yang terpecah.

Membangun persatuan tidak bisa hanya didirikan satu orang, tetapi dibutuhkan banyak orang. Oleh karena itu, dengan upaya penuh Indonesia harus bangkit untuk dapat membangun nilai persatuan itu kembali.

4. Pentingnya Keadilan Sosial

Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi sering kali menjadi akar dari konflik politik. G30S/PKI memberikan pelajaran bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan secara adil dan merata untuk mencegah kerusuhan sosial di kemudian hari.

5. Menjaga Stabilitas Politik untuk Kemajuan Daerah

G30S/PKI mengajarkan pentingnya stabilitas politik dalam pembangunan suatu negara. Ketidakstabilan politik akan membuat kerugian dalam segala aspek kehidupan.

Kekacauan politik akibat G30S/PKI di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, memperlambat perkembangan sosial dan ekonomi. Pelajaran yang bisa diambil adalah stabilitas politik sangat penting untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

6. Menghindari Polarisasi Masyarakat

Polarisasi masyarakat akibat perbedaan politik dan ideologi merupakan ancaman nyata yang dialami pada masa G30S/PKI. Hal ini mengajarkan bahwa kebijakan dan retorika politik yang memecah belah harus dihindari demi menjaga persatuan.

7. Pentingnya Pendidikan Sejarah yang Objektif

Dilansir dari Kanwil Kemenag Kalsel, sebagai generasi penerus bangsa harus selalu ingat akan sejarah, termasuk peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, yang dikenal dengan sebutan G30S/PKI.

Generasi muda diharapkan dapat memahami dan mengerti sejarah bangsa, serta memiliki minat dan menambah pengetahuan tentang peristiwa dan pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Sejarah G30S/PKI sering kali diajarkan dengan berbagai versi berbeda. Pelajaran dari tragedi ini adalah pentingnya mengajarkan sejarah secara objektif, agar generasi muda bisa belajar dari masa lalu, tanpa memupuk kebencian atau bias.

8. Pentingnya Perlindungan HAM

Peristiwa G30S/PKI menjadikan pelajaran berharga terkait perlindungan hak asasi manusia. Dampak dari kekerasan yang dilakukan terhadap HAM itu harus benar-benar dicarikan solusi efektif. Penindasan yang dilakukan itu harus dihindari demi perdamaian.

Peristiwa pasca-G30S/PKI diwarnai pelanggaran hak asasi manusia, di mana banyak korban yang tidak mendapatkan proses hukum yang adil. Hal ini mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia dan proses hukum yang transparan dalam setiap konflik.

Tragedi G30S/PKI di Jawa Timur meninggalkan banyak pelajaran berharga, tidak hanya bagi daerah tersebut, tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Dengan memahami dan mengambil hikmah dari sejarah ini, kita bisa bersama-sama mencegah konflik serupa di masa depan, dan membangun Indonesia yang lebih kuat, damai, dan adil.

Artikel ini ditulis oleh Sri Rahayu, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads