Lima Pusaka Dikirab dan Dijamas Jelang Satu Suro di Ponorogo

Lima Pusaka Dikirab dan Dijamas Jelang Satu Suro di Ponorogo

Charolin Pebrianti - detikJatim
Sabtu, 06 Jul 2024 20:45 WIB
Prosesi jamasan dan kirab pusaka satu Suro.
Prosesi jamasan dan kirab pusaka satu Suro. (Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim)
Ponorogo -

Jelang malam 1 Suro atau malam pergantian tahun baru Islam ada berbagai perayaan yang digelar di Ponorogo. Salah satunya adalah kirab pusaka dan jamasan.

Ritual ini dilakukan untuk mengenalkan kepada masyarakat bahwa ada 3 pusaka yakni (payung) Songsong Tunggul Wulung, (tombak) Tunggul Nogo, dan (sabuk) Angkin Cinde Puspito yang dipakai Raden Batoro Katong untuk babat alas Ponorogo.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini ada tambahan 2 pusaka baru yang turut dikirab. Yakni Kiai Pamong Angon Geni dan tombak Kiai Bromo Geni.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budayawan Ponorogo Sunarso menerangkan bahwa kirab pusaka ini tidak hanya mengarak benda pusaka saja tapi juga semangatnya. Ada filosofi yang bisa dipelajari dari aktivitas ini.

"Payung Song Song Tunggul Wulung, pemimpin harus bisa menjadi payung yang mampu memayungi rakyat. Segala tempat berlindung persoalan, menjadi tempat bernaung siapapun yang berada. Harus teduh jiwanya," tutur Sunarso kepada wartawan, Sabtu (6/7/2024).

ADVERTISEMENT

Pusaka kedua, ujar Sunarso, Tombak Tunggul Nogo sebagai simbol senjata yang dimiliki oleh prajurit garda terdepan di sebuah peperangan. Artinya, pemimpin jangan mengorbankan rakyat untuk keselamatannya melainkan harus memasang dada paling depan atas perjuangan rakyat.

"Ketiga Cinde Puspito atau kemben atau sabuk, artinya harus naleni wetenge ojo rakus, kemlinti, clutak," imbuh Sunarso.

Sedangkan pusaka Bromo Geni adalah hadiah dari Jepara sebagai sebuah kehormatan yang turut diarak. Lalu ada juga keris Ki Pamong Angon Geni. Lambang Grebeg Suro jadi keris.

"Maknanya pemimpin harus mampu mengembalakan api. Ketika panas harus dijadikan spirit memberikan semangat di dadanya, harus menyala api perjuangan dalam rangka menumbuhkan Ponorogo hebat," tandas Sunarso.

Pantauan detikJatim, pusaka ini diarak dari Setono atau Makam Batoro Katong (lama) ke Ponorogo Tengah (baru). Para pengiring yang bertugas membawa pusaka itu oleh para bergodo diikuti para pejabat di lingkungan Pemkab Ponorogo.

Prosesi jamasan dan kirab pusaka satu Suro.Prosesi kirab pusaka jelang satu Suro di Ponorogo. (Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim)

Selama perjalanan membawa pusaka itu ke Pringgitan (rumah dinas Bupati). Para pejabat yang turut kirab juga membagikan jajanan kepada para penonton atau masyarakat. Ini sebagai simbol berbagi rejeki.

Malam sebelum dikirab, kelima pusaka ini dibedol atau dibawa dari Pringgitan (rumah dinas Bupati) ke Setono (pemerintahan lama). Kegiatan ini berlangsung tepat pada tengah malam.

Begitu kelima pusaka itu tiba di Paseban, ketiga pusaka asli Ponorogo dijamas. Air bekas jamasan pun jadi rebutan warga karena diyakini memberi manfaat. Pun juga buceng purak. Gunungan sayur dan buah yang jadi rebutan warga.

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko mengatakan momen ini sebagai momen introspeksi diri. Agar bisa berkaca dari tahun lalu dan ke depan lebih baik lagi.

"Kalau ada salah mohon dimaafkan, mudah-mudahan Ponorogo semakin hebat dan rukun," tandas Giri.

Sementara, salah satu warga, Kristi Wulandari mengaku sengaja mengambil air bekas jamasan karena ingin awet muda.

"Tadi ikut cuci muka biar awet muda," imbuh Kristi.

Warga lain, Oke Wahyuningtyas sengaja datang melihat kirab sejak pukul 2 siang. Penantiannya pun tidak sia-sia. Dia berhasil mendapat pisang dan timun.

"Katanya dapat berkah, biar badan sehat walafiat. Dapat pisang dan timun buat dimakan," pungkas Oke.




(dpe/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads