Heboh logo Nahdlatul Ulama (NU) diplesetkan menjadi "Ulama Nambang". Logo NU itu merupakan karya KH Ridwan Abdullah yang diciptakan melalui proses panjang. Siapakah Kiai Ridwan? Simak biografi singkat Kiai Ridwan di balik logo NU.
Sebelumnya, akun X atau Twitter milik @pasifissate dikecam warga Nahdliyin karena mengunggah pelesetan logo NU. Dalam pelesetannya, akun tersebut mengubah warna logo NU yang semula berwarna hijau menjadi oranye kemerahan.
Lambang NU dipelesetkan menjadi UN atau 'ulama nambang'. Sejatinya, logo NU tidak dibikin ujug-ujug. Penciptanya butuh waktu panjang untuk membuat logo bola dunia dengan bintang sembilan yang mengelilinginya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biografi KH Ridwan Abdullah
Dilansir laman NU, KH Ridwan Abdullah lahir pada 1 Januari 1884 dari pasangan Kiai Abdullah dan Nyai Ma'rufah. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara. Keluarganya tinggal di Kampung Carikan Gang I, Kelurahan Alun-alun Contong, Bubutan, Surabaya.
Semasa kecil, KH Ridwan Abdullah menempuh pendidikan sekolah rakyat, atau saat ini dikenal sebagai sekolah dasar (SD) milik Belanda. Setelahnya, Kiai Ridwan menjadi santri di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Madura. Seperti Pondok Butet Cirebon, Pondok Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, dan menjadi murid Syaikhona Kholil Bangkalan.
Kiai Ridwan juga diketahui pernah bermukim di Makkah selama dua kali. Pertama kali dilakukannya pada 1901. Ia menetap selama tiga tahun. Kiai Ridwan kembali ke Makkah pada 1911, dan bermukim selama satu tahun.
Sepulangnya dari Makkah, Kiai Ridwan mulai menjadi pendakwah dan pengajar dari satu daerah ke daerah lain. Selain dikenal sebagai ulama, ia juga gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan bergabung tentara Laskar Sabilillah.
Pengorbanannya tak main-main. Seorang putranya yang menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA) bahkan harus gugur di medan perang.
Sosoknya juga terkenal dengan bakat khusus di bidang seni lukis dan kaligrafi. Salah satu karyanya yang masih bisa dinikmati hingga saat ini adalah arsitektur Masjid Kemayoran Surabaya yang merupakan hasil tangan KH Ridwan Abdullah.
Kiai Ridwan wafat di usia 78 tahun. Tepatnya pada 16 Februari 1962. Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Islam Karang Tembok, Surabaya.
Sepenggal Kisah Penciptaan Logo NU
Kiai Ridwan menjadi pencipta lambang NU atas perintah dari muassis NU Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari. Mbah Hasyim berpesan kepada Kiai Ridwan agar lambang dibuat secara orisinal, tidak meniru simbol manapun, serta menujukkan kemegahan NU sebagai organisasi besar.
Kiai Ridwan pun mulai merancang lambang NU. Namun, tak satu pun dari berbagai sketsa yang telah dibuatnya dirasa cocok sesuai perintah Mbah Hasyim. Bahkan, ia meminta agar tidak ada anggota keluarganya yang masuk ke kamarnya, apalagi memindahkan sketsa yang telah disusun.
Satu bulan menjelang Muktamar ke-2 1927, Kiai Ridwan belum menyelesaikan lambang NU. Di saat yang sama, sejumlah kiai selalu menagih hasil jadi lambang tersebut. Kiai Ridwan pun memutuskan bermunajat kepada Allah SWT melalui salat istikharah.
Hasil istikharah yang didapatkan berupa isyarat di langit terlihat lambang jagat yang dikelilingi bintang berjumlah sembilan. Lambang tersebut segera dilukiskan dan ditunjukkan kepada KH Abdul Wahab Chasbullah.
Selain itu, lambang tersebut juga disampaikan kepada Mbah Hasyim dan Kiai Nawawi Sidogiri. Para ulama tersebut menyetujui lambang yang ditunjukkan, terlebih itu merupakan hasil istikharah.
Meski begitu, Kiai Nawawi berpesan untuk menambahkan potongan ayat Al-Qur'an "Wa'tashimu bihablillahi jamian wala tafarraqu" dalam lambang NU. Kiai Ridwan setuju untuk memasukkan ayat tersebut dengan dilambangkan dalam bentuk tali Allah yang mengikat bola dunia.
Saat melihat gambar ikatan yang berupa simpul mati, Mbah Wahab merasa tidak cocok. Ia mengusulkan agar tali dibuat lebih longgar sebagai bentuk ulama yang merupakan pengendali organisasi keagamaan harus luwes dan lentur mengikuti perubahan zaman.
Lukisan lambang NU semakin indah kala Kiai Ridwan menambahkan kaligrafi Arab yang melintang di bola dunia dan bintang sembilan. Lima bintang berada di atas dengan satu yang paling besar adalah Rasulullah SAW, sementara keempat lainnya adalah sahabatnya.
Di bawah tulisan, terdapat empat bintang yang menyimbolkan empat mazhab. Jika dijumlah, sembilan bintang menandakan Wali Songo.
Sementara kaligrafi ditulis dengan huruf 'ain besar (terbuka). Hal ini menandakan ilmu dan ulama harus selalu terbuka terhadap kebenaran. Warna hijau dijadikan sebagai dasar bendera karena sesuai kesukaan Nabi SAW.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)