Ketika mendengar 'Batoga' tentu orang akan penasaran apa arti dari kata tersebut. Batoga adalah singkatan dari Batik Tanaman Obat keluarga.
Sesuai dengan namanya, Batik buatan warga Kota Batu ini memiliki motif beragam tanaman herbal. Seperti kunyit, jahe hingga kunir.
Pencipta Batoga Dwi Harining Setyowati menceritakan, tercetus ide Batoga itu bermula saat dirinya melihat wawancara Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terinspirasi dari Pak Jokowi saat diwawancara sering bilang kalau pagi minum jamu. Waktu itu jamu yang saya ingat kunyit dan temulawak," ujar Dwi, Sabtu (8/6/2024).
![]() |
"Waktu itu belum kepikiran toga. Terus pas utek-utek gambar (batik) beberapa kali terus muncul ide Batoga. Batoga itu singkatan dari batik tanaman obat keluarga," sambungnya.
Dari situ, Dwi mulai membuat beragam batik dengan motif tanaman obat keluarga. Bahkan, dalam pembuatan batik tersebut memanfaatkan pewarna dari bahan alami.
"Pewarnaan itu kita ambil, misal warna kuning dari kunyit atau bahan lain, kalau merah itu dari kayu secang dan bahan lain. Macem-macem lah bahan bisa kita mix," terang Dwi.
"Apalagi di Kota Batu ini kaya akan daun jadi tidak sulit cari bahanya. Kayak pandanwangi gitu kalau direbus jadi ijo, daun ketapang yang banyak di jalan itu juga bisa," sambungnya.
Ia mengaku sangat bersyukur, meski pemasaran hanya dia lakukan lewat pameran dan mulut ke mulut. Sampai saat ini sudah banyak orang yang mengenal Batoga buatannya.
"Pesanan alhamdulillah banyak dari daerah sendiri maupun luar daerah. Pesanan sejauh ini ada dari perorangan juga ada dari kantor untuk seragam gitu biasanya," ungkap Dwi.
Selain motif unik, pelanggan banyak berdatangan karena bisa request model batik sesuai dengan keinginan. Kebetulan, meski Dwi tidak memiliki basic desainer, dia bisa membuat model batik sesuai pesanan.
"Syukurnya itu saya bisa melihat gambar desain dan mengaplikasikannya ke batik gitu. Alhamdulillah sejauh ini tidak ada yang komplain hasil batiknya," kata dia.
Ciri khusus juga diberikan pada Batoga, yakni adanya motif batu dan apel. Ciri ini untuk menunjukkan bahwa Batoga merupakan batik yang berasal dari Kota Batu.
Sementara untuk harga batik toga cukup beragam. Mulai dari Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah tergantung tingkat kesulitan dan bahan dasar yang digunakan.
"Saya pernah buat paling murah itu Rp 100 ribu, terus buat Rp 2,5 juta pernah bahkan paling mahal itu Rp 5 juta. Batik Rp 5 juta ini proses pembuatannya cukup lama karena pewarnaanya dilakukan berulang," tuturnya.
Dalam pengerjaan pesanan Batoga, Dwi dibantu oleh ibu-ibu komunitas bank sampah hingga petugas kebersihan DLH Kota Batu. Untuk lokasi pembuatan batik berada di TPS Stadion Brantas, Beji, dan Giripurno.
(dpe/iwd)