Hukum Perhitungan Weton Menurut Islam

Hukum Perhitungan Weton Menurut Islam

Alifia Kamila - detikJatim
Rabu, 06 Mar 2024 16:05 WIB
Months and dates shown on a calendar whilst turning the pages
Ilustrasi perhitungan weton/Foto: iStock
Surabaya -

Masyarakat Jawa erat kaitannya dengan perhitungan weton atau perhitungan hari kelahiran. Weton menjadi tradisi Jawa yang sudah melekat sejak dulu dan masih digunakan hingga sekarang.

Weton biasanya digunakan masyarakat Jawa sebagai pedoman dalam berbagai aspek kehidupan. Semisal, perhitungan weton untuk menentukan kepribadian bahkan nasib seseorang.

Saat ini, weton lebih sering digunakan untuk menentukan kecocokan pasangan dan hari baik pernikahan. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap perhitungan weton?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Weton

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), weton adalah hari lahir seseorang dengan pasarannya. Sementara mengutip jurnal Pandangan Islam Terhadap Perhitungan Weton Dalam Kelahiran yang ditulis Ahmad Faruq, weton memiliki dua makna, yaitu secara etimologi dan terminologi.

Secara etimologi, weton berarti nilai. Sedangkan secara terminologi, weton diartikan sebagai angka perhitungan berdasarkan hari, bulan, dan tahun Jawa. Sehingga pada dasarnya, weton digunakan sebagai pedoman semua perhitungan Jawa untuk mencari hari baik.

ADVERTISEMENT

Perhitungan ini bisa digunakan dengan tujuan mencari waktu yang tepat dalam memulai suatu kegiatan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Seperti menentukan waktu untuk menikah, menentukan arah rumah, mencari hari panen, hingga membeli barang mahal.

Hukum Perhitungan Weton Menurut Islam

Meski berfungsi menentukan berbagai nasib seseorang, weton lebih sering digunakan untuk meneropong masa depan hubungan pasangan. Para orang tua menggunakan weton untuk mengukur kecocokan anak-anak mereka sebelum menikah.

Penggunaan weton memang mengundang pro kontra di masyarakat. Pasalnya, bagi sebagian masyarakat Jawa yang beragama Islam, weton dinilai mendahului takdir Allah SWT.

Merangkum dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, asal-muasal perhitungan weton dapat mengetahui bagaimana Islam menilai tradisi ini. Namun, belum ada rujukan resmi mengenai bagaimana munculnya ilmu perhitungan Jawa ini.

Jika perhitungan weton dibuat atas dasar riset, maka termasuk ilmu mubah dalam pandangan Islam. Weton digolongkan ilmu mubah sebagaimana disiplin ilmu lain yang berbasis riset, seperti astronomi, kedokteran, prakiraan cuaca, dan sebagainya.

Namun, jika weton berasal dari pendapat seseorang, maka hukumnya masih diperbolehkan. Dengan syarat, pendapat itu harus berasal dari orang saleh yang memiliki kecakapan berdasarkan syariat. Ini sesuai yang disampaikan 'Alauddin Ali bin Muhammad Al-Baghdadi:

ﻭاﻟﺬﻱ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻣﺬﻫﺐ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﻛﺮاﻣﺎﺕ اﻷﻭﻟﻴﺎء ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻠﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﺃﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻠﻬﻢ اﻟﻠﻪ ﺑﻌﺾ ﺃﻭﻟﻴﺎﺋﻪ ﻭﻗﻮﻉ ﺑﻌﺾ اﻟﻮﻗﺎﺋﻊ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ ﻓﻴﺨﺒﺮ ﺑﻪ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺇﻃﻼﻉ اﻟﻠﻪ ﺇﻳﺎﻩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ

Artinya: Madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini ketetapan adanya karamah bagi para kekasih Allah. Pandangan ini berbeda sama sekali dengan anggapan Muktazilah. Bagi para wali, maka ia mendapat ilham dari Allah untuk mengetahui suatu kejadian di masa depan. Ia diberikan kabar dan ini merupakan kehendak Allah atas dirinya. ('Alauddin Ali bin Muhammad Al-Baghdadi, Tafsir Khazin, Maktabah Syamilah, hal. 353 jil.4)

Pendapat tersebut bisa digunakan sebab mendapat legitimasi untuk mengetahui perkara yang akan terjadi (mughayyabat). Seperti firman Allah SWT dalam surah Al-Jin ayat 26-27:

عٰلِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلٰى غَيْبِهٖٓ اَحَدًاۙ اِلَّا مَنِ ارْتَضٰى مِنْ رَّسُوْلٍ فَاِنَّهٗ يَسْلُكُ مِنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ رَصَدًاۙ

Artinya: (Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.

Selain dilihat dari sisi disiplin ilmu, Islam memandang weton dengan mempertimbangkan niat maupun keyakinan setiap individu. Jika meyakini weton dapat berpengaruh dan berdampak besar dalam kehidupan seseorang, maka hukumnya haram karena merusak akidah seorang muslim. Kepercayaan terhadap weton seperti ini sama dengan meyakini adanya entitas lain selain Allah SWT yang dapat berpengaruh secara signifikan.

Berbeda jika merujuk dalam konteks kebiasaan. Jika perhitungan weton muncul dari kebiasaan yang berulang dan terbukti, sehingga nasib pasangan dengan hari kelahiran terlihat ada kaitannya.

Dengan begitu, sah-sah saja mempercayai weton sebagai sesuatu yang berulang. Seperti mempercayai obat yang diminum rutin sebagai bentuk usaha seseorang untuk sembuh, tetapi tetap percaya kepada Allah SWT sebagai yang Maha Berkehendak. Jadi, tidak bersifat mutlak.

Namun, muncul perbedaan pendapat para ulama tentang hal ini. Dan, pendapat Imam Syafi'i yang memiliki posisi kuat. Sebagaimana dinukil Ibnul Firkah di bawah ini.

أنه كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا والمؤثر هو الله تعالى فهذا عندي لا بأس به وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات

Artinya: Apabila ahli nujum berkata dan meyakini bahwasanya tidak ada yang dapat memberi pengaruh (baik-buruk) selain Allah, hanya saja Allah menjadikan kebiasaan bahwa terjadi hal tertentu di waktu tertentu, sedangkan yang dapat memberi pengaruh hanyalah Allah semata, maka ini menurutku tak mengapa. Hal itu menjadi tercela apabila diyakini bahwa bintang-bintang itu atau makhluk lainnya bisa memberikan pengaruh (baik-buruk). (Ibnu Ziyad, Ghayatut Talkhis Murad min Fatawa Ibn Ziyad, Maktabah Syamilah, halaman 206)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan weton sebagai suatu bentuk kebiasaan hukumnya mubah atau diperbolehkan. Pun begitu, tetap percaya bahwa Allah SWT yang utama dalam menentukan takdir seseorang.

Jika weton diyakini sebagai sesuatu yang pasti, maka dapat dipastikan itu hukumnya haram. Maka, seorang muslim sebaiknya terus berbaik sangka kepada Allah SWT karena Islam menganggap setiap hari dan bulan adalah baik.

Demikian penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap weton. Semoga bermanfaat.

Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads