Ritual bersih desa menjadi salah satu yang kerap dilakukan masyarakat di pedesaan. Tidak terkecuali di Jawa Timur. Tradisi ini dilakukan sebagai upaya membersihkan lingkungan desa, dan menerapkan nilai kebersamaan serta kegotongroyongan.
Di Kediri, terdapat tradisi bersih desa yang memiliki keunikan dalam prosesi ritualnya. Tradisi ini disebut Mbeleh Golekan, yang kerap dilakukan di Desa Kandangan, Kediri, Jawa Timur.
Sejarah Tradisi Mbeleh Golekan
Dilansir dari jurnal berjudul Eksistensi Tradisi Mbeleh Golekan di Desa Kandangan yang ditulis Virgin Diana Paramita, Mbeleh Golekan diambil dari bahasa Jawa yakni mbeleh dan golekan. Mbeleh berarti menyembelih dan golekan berarti boneka. Tradisi ini sudah ada sejak Kerajaan Majapahit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat itu, seorang tokoh Kerajaan Majapahit, Ki Demang Songkopuro menerapkan suatu tradisi yang sudah ada, yakni menyembelih bayi. Penyembelihan bayi laki-laki dan perempuan dilakukan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga dan ketenteraman bersama.
Kerajaan Majapahit runtuh usai ditaklukkan kerajaan Islam, yakni Kerajaan Demak. Berkuasanya Kerajaan Demak saat itu dipicu proses Islamisasi di Jawa. Tidak lama setelah itu, Kerajaan Demak runtuh dan digantikan Kerajaan Pajang yang diperebutkan oleh Sultan Pajang dan Arya Penangsang.
Sultan Pajang kemudian menyuruh Ki Panembahan membunuh saudara kandungnya yakni Arya Penangsang. Setelah berhasil membunuh Arya Penangsang, Sultan Pajang menghadiahi Ki Panembahan sebuah bidang tanah. Tanah hadiah tersebut kemudian digunakan untuk mendirikan Kerajaan Mataram.
Pemimpin Kerajaan Mataram, Mas Rangsang, kemudian memerintahkan Pangeran Pekik untuk menyerang Sunan Giri, yang pada saat itu enggan tunduk pada Kerajaan Mataram. Pasukan Pangeran Pekik pun menjalankan strateginya dengan cara bersembunyi.
Dalam masa persembunyiannya, Pangeran Pekik bertemu masyarakat Kendangan yang memiliki tradisi menyembelih bayi. Pangeran Pekik pun mengubah tradisi tersebut sesuai dengan ajaran Islam.
Ia pun menggantinya dengan menyembelih boneka bayi. Secara tidak langsung, ajaran Pangeran Pekik tersebut merupakan wujud untuk menyebarkan agama Islam. Tradisi ini kemudian disesuaikan dengan ajaran Islam, di mana Mbeleh Golekan diikuti dengan ritual doa sesuai ajaran Islam.
Prosesi Tradisi Mbeleh Golekan di Desa Kandangan
Tradisi Mbeleh Golekan biasanya dilakukan dengan memberikan sesaji kepada roh. Tradisi ini digelar pada Jumat Pahing setiap bulan Suro. Terdapat serangkaian prosesi yang dilakukan sebagai berikut.
1. Selasa
Pada hari Selasa menjelang prosesi tradisi Mbeleh Golekan, masyarakat desa akan melakukan ritual sambang deso. Prosesi sambang deso ini dilakukan pukul 11 malam dengan cara berkeliling.
Prosesi mengelilingi desa ini dimulai dari kunjungan ke makam Mbah Pekik dan berakhir ke rumah kepala desa. Saat berkeliling, warga akan membacakan doa-doa pemagar Desa Kandangan, seperti tahlil dan istigasah.
2. Rabu
Kemudian dilanjutkan pada hari Rabu, di mana dilakukan prosesi penyembelihan sapi yang akan disuguhkan untuk puncak upacara selamatan.
3. Kamis
Selamatan dilakukan pada hari Kamis. Adapun prosesi selamatan ini dilakukan di makam Pangeran Pekik dan Raden Abdul Qohar dengan membawa suguhan tumpeng dan makanan buceng (makanan yang terbuat dari ketan).
Prosesi pada hari Kamis juga dilakukan dengan pembuatan golekan di balai desa. Prosesi pembuatan golekan ini dilakukan wanita-wanita yang sudah menopause. Golekan dibuat dari bahan-bahan seperti beras ketan, gula kelapa, dan kedelai hitam.
Prosesi pembuatan golekan kemudian dilanjutkan dengan upacara selamatan yakni pembacaan doa-doa khusus, khataman Al-Qur'an, doa bersama. istigasah, hingga santunan. Setelah prosesi selamatan, masyarakat Desa Kandangan akan melekan atau begadang pada malam itu.
4. Jumat
Hari Jumat merupakan puncak acara tradisi Mbeleh Golekan, di mana dilakukan dengan arak-arakan dari kantor desa. Arak-arakan tersebut terwujud melalui kirab budaya. Masyarakat Desa Kandangan akan mengenakan pakaian adat Jawa sambil mengelilingi desa membawa golekan yang akan disembelih.
Barisan depan arak-arakan diisi dua orang yang membawa golekan. Mereka adalah kepala desa yang menyembelih bayi laki-laki, dan bayi perempuan akan disembelih seorang mudin.
Penguburan golekan untuk bayi laki-laki dan perempuan berbeda. Golekan bayi laki-laki akan dikubur di pertigaan Jalan Veteran Kandangan. Golekan bayi perempuan dikubur di perempatan Desa Kandangan.
Setelah dikubur dilanjutkan dengan prosesi doa bersama di Balai Desa Kandangan. Kemudian, prosesi mbeleh golekan ditutup dengan pagelaran wayang pada malam harinya.
Baca juga: 10 Tradisi Tolak Bala di Jawa Timur |
Makna Tradisi Mbeleh Golekan
Tradisi ini mengandung makna tersendiri bagi masyarakat di Desa Kandangan. Tradisi Mbeleh Golekan dilakukan setiap tahun untuk memelihara lingkungan, hati, maupun pikiran masyarakat desa.
Masyarakat Desa Kandangan meyakini apabila tradisi mbeleh golekan tidak dilakukan, maka masyarakat akan mengalami suatu hal yang tidak diinginkan. Penyembelihan golekan juga dilakukan sebagai tradisi tolak bala masyarakat di Desa Kandangan.
Mbeleh Golekan juga merupakan wujud dari rasa syukur didirikannya Desa Kandangan, dan berkembangnya Islam di desa tersebut. Tidak hanya itu, ritual ini juga menjadi ajang ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang dapat dinikmati masyarakat di Desa Kandangan.
Perlengkapan Tradisi Mbeleh Golekan
Selain boneka atau golekan, tradisi ini juga dilengkapi dengan suguhan beragam makanan dan perlengkapan yakni sebagai berikut.
- Pati beras ketan
- Kedelai hitam
- Gula merah
- Kain kafan
- Peti
- Bunga tujuh rupa (bunga kantil, bunga melati, bunga kenanga, bunga mawar merah, bunga mawar putih, bunga telon, dan bunga mawar)
- Tumpeng hasil bumi
- Sapi
- Ayam ingkang
- Urap-urap
- Pisang
- Jenang sengkala
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)