5 Contoh Cerpen tentang Guru untuk Referensi

5 Contoh Cerpen tentang Guru untuk Referensi

Nabila Meidy Sugita - detikJatim
Senin, 27 Nov 2023 18:30 WIB
Ilustrasi Hari Guru 2023.
Ilustrasi guru dan murid/Foto: Istimewa
Surabaya -

Hayo, siapa nih yang mendapat tugas membuat cerpen tentang guru? Bagi kamu yang butuh referensi, berikut ini beberapa contohnya.

Hari Guru Nasional 2023 diperingati pada Sabtu (25/11). Meski begitu, semaraknya masih terasa hingga hari ini.

Terlebih di lingkungan sekolah. Ada yang memberikan kejutan pada guru, ada juga yang mendapat tugas membuat cerpen terkait Hari Guru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip situs resmi Universitas Islam An-Nur Lampung, cerita pendek (cerpen) merupakan narasi fiksi yang disusun secara ringkas. Jumlah kata untuk menyusun sebuah cerpen berkisar 500 sampai 10.000 kata.

Struktur Cerpen:

Dalam repository Kemdikbud, cerpen memuat lima struktur sebagai berikut.

ADVERTISEMENT
  • Orientasi: Ini merupakan bagian awal dalam sebuah cerpen. Bagian ini memuat pengenalan tokoh, latar, hingga situasi dalam cerpen.
  • Pengungkapan peristiwa (complication): Pada bagian ini, masalah mulai muncul yang dialami oleh tokoh.
  • Konflik (Rising Action): Pada bagian ini, masalah mulai meningkat akibat dari masalah yang dialami oleh tokoh.
  • Puncak Konflik (Turning Point): Bagian ini merupakan klimaks dari masalah yang dialami oleh tokoh.
  • Penyelesaian (Ending atau Coda): Bagian ini merupakan akhir dalam cerpen yang berisi mengenai penyelesaian atas konflik dari cerpen.

Berikut ini beberapa contoh cerpen tentang guru, yang dikutip situs resmi SMPIT Abu Bakar Fullday School Yogyakarta dan sumber lainnya.

Contoh Cerpen tentang Guru:

Contoh 1: Saran dari Seorang Guru

Karya: Aufa Kirana Azzahra

Namaku Analika Maharani biasa dipanggil Ana. Aku adalah seorang siswa kelas 11 di salah satu sekolah menengah atas yang cukup terkenal di daerahku. Besok adalah waktu di mana aku akan mempresentasikan hasil tugas penelitianku. Hal itu membuatku teringat tentang masa di mana aku mengalami suatu kegagalan.

Kala itu, ketika aku duduk di kelas 7 di sebuah sekolah menengah pertama. Pada hari itu, aku akan melakukan presentasi dari hasil percobaan saat pelajaran IPA. Sembari menunggu giliranku untuk maju ke depan kelas, aku duduk di bangku dan membaca ringkasanku yang sudah aku siapkan pada malam hari ketika memeriksa ppt yang sudah aku buat. Aku melakukan itu untuk menenangkan diriku karena sebenarnya aku ketakutan. Sedari awal badanku tak berhenti bergetar dan jantungku berdegup sangat kencang. Aku juga takut kepada guruku karena dia adalah guru yang sangat teliti dan disiplin. Guruku itu bernama Bu Susi.

Sekitar Beberapa menit kemudian namaku dipanggil oleh Bu Susi. Aku langsung maju ke depan kelas sambil membawa laptopku dan menata alat-alat yang perlu kusiapkan. Setelah semua siap aku langsung memulai presentasiku. Saat awal-awal presentasi aku baik-baik saja aku dapat menjalaninya dengan baik. Saat ditengah-tengah presentasi, tiba-tiba pikiranku kosong dan aku hanya bisa berbicara terbata-bata. Aku pun tetap melanjutkannya karena lirikan mata Bu Susi membuatku takut.

Tibalah di sesi tanya jawab Bu Susi menanyakan pertanyaan kepadaku, "Ana, apakah kesimpulan dari kegiatan tersebut?". Aku pun menjawab dengan terbata-bata, "Sa..sa..sa ya tidak tau bu." sekelas pun langsung tertawa dan aku merasa sangat malu. Setelah pertanyaan itu, presentasiku pun selesai dan aku kembali ke tempat dudukku dan menangis.

Aku menangis dari selesai presentasi sampai akhir pelajaran. Saat pelajaran sudah berganti menjadi istirahat, Lyra dan Sifa menenangkanku. Mereka juga memberikan diriku semangat "Gapapa Na, yang sudah berlalu biarlah berlalu sekarang semangat ," kata Lyra. Mendengar ucapan Lyra bukannya aku bukannya semakin semangat tapi malah semakin menangis. Aku juga mendengar banyak orang yang membicarakanku dan meledekku. Aku sangat sedih dan takut mendapat nilai yang jelek.

Beberapa saat kemudian, Bu Susi menghampiriku dan mengelus kepalaku. Dia juga berkata, "Gapapa mbak, namanya belajar mesti ada kekurangan dan ada kesalahan. Tugas kamu sekarang adalah untuk memperbaiki agar nanti saat presentasi lagi kamu bisa presentasi dengan baik." Aku pun menjawab, "Tapi bu, tadi saya bener-bener lupa semua dan tadi banyak yang menertawakan saya." Bu Susi tersenyum menatapku dan menjawab, "Sekarang tugas kamu adalah menjadikan semua itu sebagai pelajaran dan tidak perlu mendengarkan ejekan dari teman-temanmu. Jangan pernah berpikir kegagalan itu akhir dari segalanya, karena, kegagalan itu diberikan agar kamu lebih baik di masa depan" kata Bu Susi. Aku pun berterima kasih akan saran yang ia berikan dan saran tersebut sangat bermanfaat untuk kehidupanku. Seketika itu hatiku tenang dan berhenti menangis.

Semenjak hari itu, aku selalu mengingat kata-kata Bu Susi untuk selalu menjadikan pengalaman sebagai pelajaran. Hal tersebut juga membuatku berpikir bahwa suatu kegagalan itu diberikan kepadamu agar kamu menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Kegagalan juga diberikan agar kamu mengerti bahwa hidup itu bukan hanya tentang kebahagiaan tapi juga tentang jatuh bangun seorang manusia untuk menggapai sesuatu. Kata-kata itu selalu aku kenang dan aku gunakan dalam prinsip kehidupanku sehari-hari. Kini aku berhasil menyeka keraguan dan kekhawatiran ketika mengingat nasihat Bu Susi. Aku sunggingkan senyum kesiapan untuk presentasiku esok hari.

Contoh 2: Guruku Inspirasiku

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau, hiduplah seorang guru yang bernama Ibu Ani. Ia adalah seorang guru yang penuh dedikasi, berhati lembut, dan selalu tersenyum ramah kepada murid-muridnya. Rumah kecilnya berada tepat di pinggir desa, di mana jendela kamarnya menghadap ke ladang hijau yang selalu menenangkan.

Ibu Ani mengajar di sekolah dasar desa itu. Setiap hari, ia dengan penuh semangat mengajar anak-anak desa tentang matematika, bahasa Indonesia, sains, dan berbagai pelajaran lainnya. Belajar di bawah naungan Ibu Ani bukan hanya tentang buku dan pena, tetapi juga tentang kehidupan dan nilai-nilai yang sejati.

Suatu hari, seorang murid bernama Budi datang ke sekolah dengan wajah murung. Ibu Ani yang peka segera menyadari perubahan itu dan memanggil Budi ke ruang guru setelah pelajaran selesai.

"Budi, apa yang terjadi?" tanya Ibu Ani dengan lembut.

Budi menghela nafas dan menceritakan bahwa keluarganya sedang mengalami kesulitan keuangan, sehingga ia merasa khawatir tentang masa depannya. Ibu Ani mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian tersenyum lembut.

"Ibu mengerti, Budi. Hidup memang penuh dengan tantangan, tetapi kita harus tetap berusaha dan percaya bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya," ucap Ibu Ani sambil merangkul Budi.

Sejak saat itu, Ibu Ani tidak hanya menjadi guru bagi Budi di kelas, tetapi juga mentor dan teman yang memberikan dukungan moril. Ia membimbing Budi dalam menghadapi kesulitan, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, dan memberikan semangat agar Budi tidak putus asa.

Pada suatu hari, Budi datang ke sekolah dengan senyuman cerah di wajahnya. Ia memberi Ibu Ani secarik kertas yang berisi puisi yang ia tulis sebagai ungkapan terima kasih. Ibu Ani membaca puisi itu dengan haru, merasa bahagia melihat perkembangan dan kebahagiaan muridnya.

Cerita ini adalah cerminan dari peran seorang guru yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan akademis, tetapi juga menjadi sosok yang memberikan inspirasi, dukungan, dan kehangatan kepada murid-muridnya. Ibu Ani, dengan kepeduliannya, telah membantu mengubah pandangan hidup Budi dan membantunya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan optimis menghadapi masa depan.

Contoh 3: Sang Guru Cahaya Ilmu

Di sebuah desa, hiduplah seorang guru yang bijaksana bernama Bapak Iwan. Meskipun kecil, desa itu menyimpan kekayaan nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Bapak Iwan adalah sosok yang sangat dihormati di desa itu. Dia tidak hanya mengajarkan pelajaran kepada anak-anak di sekolah desa, tetapi juga memberikan pelajaran hidup yang berharga. Selama bertahun-tahun, Bapak Iwan telah mengabdikan diri untuk membimbing dan mendidik anak-anak desa agar menjadi generasi penerus yang cerdas dan berbudi pekerti.

Suatu hari, di saat matahari mulai terbenam, Bapak Iwan berkumpul dengan anak-anak didiknya di bawah pohon rindang di halaman sekolah. Dia memandang langit yang berwarna jingga dan berkata, "Anak-anak, mari kita belajar dari cahaya matahari yang mulai redup. Matahari memberikan cahaya dan kehangatan kepada kita sepanjang hari. Begitu juga tugas seorang guru, memberikan cahaya ilmu kepada kalian."

Anak-anak mendengarkan dengan penuh perhatian saat Bapak Iwan menceritakan kisah-kisah inspiratif, memberikan nasihat bijak, dan menyemangati mereka untuk selalu berusaha dan tidak pernah menyerah. Bapak Iwan juga sering mengajak mereka untuk berkontribusi pada kehidupan desa dengan melakukan kebaikan dan berbagi pengetahuan.

Tidak hanya itu, Bapak Iwan juga sering mengadakan kegiatan di luar kelas untuk mengajarkan keterampilan praktis kepada anak-anak, seperti menanam sayuran, membuat kerajinan tangan, dan memahami alam sekitar. Dia percaya bahwa pendidikan tidak hanya terjadi di dalam kelas, melainkan juga di sekitar kita.

Suatu hari, ketika hujan turun lebat dan sungai di desa mulai meluap, Bapak Iwan dan anak-anaknya bergotong-royong untuk membantu warga desa yang terdampak. Mereka bekerja sama membangun tanggul darurat dan menyelamatkan barang-barang berharga. Tindakan tersebut menjadi bukti nyata bahwa pelajaran yang diajarkan oleh Bapak Iwan tidak hanya berkutat pada buku pelajaran, tetapi juga mencakup nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian.

Bapak Iwan, dengan penuh kebijaksanaan dan dedikasi, terus membimbing generasi muda desa untuk tumbuh menjadi individu yang berintegritas dan bertanggung jawab. Ia adalah cahaya ilmu yang senantiasa menyinari jalan bagi anak-anak desa kecil tersebut.

Contoh 4: Gelombang Kebaikan

Di sebuah desa kecil yang terpencil, hiduplah seorang guru bernama Ibu Sri. Ia adalah sosok yang penuh kasih dan sabar, selalu siap membimbing para muridnya melewati belajar dan kehidupan sehari-hari. Di desa itu, pendidikan adalah jendela untuk melihat dunia luar yang luas.

Suatu hari, datanglah seorang anak bernama Budi, seorang anak yatim piatu yang baru saja pindah ke desa tersebut. Budi tidak hanya kehilangan orang tua, tapi juga kehilangan semangat untuk belajar. Ia seringkali merasa tertinggal dan berbeda dari teman-temannya yang lain.

Ibu Sri, dengan kepekaannya sebagai seorang guru, melihat kebutuhan khusus Budi. Ia tidak hanya mengajar dengan cara konvensional, tetapi menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kepribadian Budi. Ibu Sri tahu bahwa untuk membuka hati Budi terhadap ilmu, ia perlu membuatnya merasa diterima dan dihargai.

Setiap hari, Ibu Sri memberikan waktu ekstra untuk membantu Budi mengejar ketertinggalannya. Ia mengajarkan Budi dengan penuh kesabaran dan memberikan pujian setiap kali Budi membuat kemajuan. Dengan berjalannya waktu, Budi mulai menunjukkan minat dan semangat belajar yang sebelumnya terkubur.

Suatu hari, desa itu dihadapkan pada ujian besar. Semua murid, termasuk Budi, sangat gugup. Ibu Sri memberikan semangat kepada mereka, "Kalian sudah belajar dengan keras. Percayalah pada diri kalian sendiri."

Ketika hasil ujian diumumkan, Budi mendapat nilai yang sangat baik. Desa pun bangga pada prestasi muridnya yang dulunya merasa rendah diri. Ibu Sri merayakan kesuksesan Budi tidak hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai seorang ibu.

Cerita ini mengajarkan bahwa seorang guru tidak hanya mengajar mata pelajaran, tetapi juga membentuk karakter dan memberikan dorongan bagi setiap murid untuk mencapai potensi terbaiknya. Ibu Sri adalah contoh nyata bahwa kebaikan seorang guru dapat menjadi gelombang yang mengubah kehidupan muridnya, membantu mereka melihat dunia dengan mata yang penuh harapan dan semangat.

Contoh 5: Bunga Kasih Seorang Guru

Di sebuah desa kecil yang terletak di lereng bukit, hiduplah seorang guru yang bernama Ibu Siti. Ia adalah seorang wanita yang penuh kasih, penuh semangat untuk mendidik anak-anak desanya. Desanya yang terpencil membuat akses pendidikan menjadi sulit, namun Ibu Siti tetap gigih menjalankan tugasnya.

Ibu Siti memiliki kelas yang terdiri dari berbagai usia dan tingkat pengetahuan yang berbeda. Meskipun terkadang terbatasnya buku dan sumber daya, ia selalu menemukan cara kreatif untuk mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya. Senyum dan kehangatan hatinya membuat setiap pelajaran terasa seperti petualangan baru.

Salah satu muridnya yang paling berkesan adalah seorang anak bernama Ali. Ali adalah anak yatim piatu yang tinggal bersama neneknya. Ia memiliki semangat belajar yang tinggi, tetapi terkadang merasa kesulitan karena keterbatasan buku dan materi di rumahnya.

Suatu hari, Ibu Siti menyadari kecintaan Ali pada alam dan tanaman. Ia memutuskan untuk mengubah pelajaran sains menjadi sebuah proyek taman kecil di halaman sekolah. Ibu Siti dan murid-muridnya bekerja bersama-sama menanam bunga, merawat tanaman, dan memahami siklus hidup tumbuhan.

Proyek itu tidak hanya mengajarkan sains, tetapi juga nilai-nilai seperti kerjasama, kepedulian, dan ketekunan. Ali menjadi semakin antusias dan bahagia setiap kali ia melihat bunga-bunga yang tumbuh dengan indah di taman kecil mereka.

Ketika taman itu semakin berkembang, berita tentang proyek tersebut menyebar ke desa sekitarnya. Masyarakat menjadi terinspirasi dan mulai memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan dan bantuan. Ibu Siti dan murid-muridnya tidak hanya belajar tentang sains, tetapi juga tentang bagaimana sebuah komunitas dapat bersatu untuk menciptakan sesuatu yang indah.

Pada akhir tahun ajaran, Ibu Siti mengundang seluruh desa untuk merayakan keberhasilan proyek taman kecil tersebut. Acara itu diisi dengan tarian, lagu, dan cerita-cerita tentang perjalanan panjang mereka. Ali, yang semula hanya seorang anak yatim piatu, kini merasa memiliki keluarga yang besar di sekolahnya.

Cerita ini mengajarkan bahwa seorang guru tidak hanya mengajar pelajaran, tetapi juga membimbing, menginspirasi, dan membantu murid-muridnya tumbuh dan berkembang. Ibu Siti, dengan cinta dan dedikasinya, berhasil menciptakan keajaiban di desa kecil mereka, membuktikan bahwa pendidikan yang sejati adalah lebih dari sekadar buku dan pelajaran di kelas.


Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sun/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads