Ada banyak wayang dari Jawa Timur yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Apa saja wayang tersebut?
Berikut uraian singkat mengenai wayang-wayang tersebut. Yuk disimak!
Wayang Jawa Timur yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda:
1. Wayang Topeng Malangan (2014)
Wayang Topeng Malangan merupakan suatu tradisi kesenian yang dimainkan oleh seorang penari yang menggunakan topeng. Kesenian wayang asal Malang ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wayang Topeng Malangan diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Wayang ini bukan sekadar kesenian belaka, tetapi juga merupakan sarana nyambung roso (menyambung rasa) dengan sesama ataupun dengan para leluhur.
Wayang ini selalu dikaitkan dengan cerita Panji. Cerita Panji diperkirakan muncul sejak zaman Sunan Giri tahun 1485.
Cerita tersebut diadaptasi dari cerita pertunjukan Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala.
2. Wayang Beber (2015)
![]() |
Wayang ini disebut beber karena kesenian ini berupa lembaran-lembaran (beberan). Kesenian ini muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra-Islam.
Wayang Beber merupakan kesenian yang dapat dijumpai di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Wayang Beber dilukis dengan menggunakan teknik sungging pada lembaran kertas gedhog.
Kertas gedhog merupakan kertas buatan daerah Ponorogo. Pembuatan wayang beber ini terinspirasi dari wayang kulit.
Wayang Beber menjadi tradisi yang masih terus dipertunjukkan saat upacara adat. Seperti dalam acara perkawinan, khitanan, mitoni (upacara tujuh bulan kandungan), dan ruwatan. Pertunjukan wayang beber biasanya diiringi dengan alat musik gong, kenong, kendang, dan rebab.
3. Wayang Krucil Malangan (2016)
Meskipun sekilas terlihat sama dengan wayang kulit, Wayang Krucil Malangan ini dibuat dengan kayu pipih. Sementara tangan terbuat dari kulit.
Gelaran wayang jenis ini diiringi dengan gamelan berselaras slendro. Pertunjukan biasanya dibawakan dengan menggunakan cerita Panji, cerita Menak, hingga Damar Wulan.
Konon, wayang ini diciptakan oleh Pangeran Pekik asal Surabaya. Namun, versi lain menyebutkan bahwa wayang ini dibuat oleh Sunan Kudus, Sunan Bonang, Hingga Raja Brawijaya V.
Gelaran wayang ini diadakan untuk upacara ritual. Seperti Gebyak Syawal, Suroan, Bersih Desa, nadzar, kaul, atau sekadar keinginan masyarakat.
4. Wayang Thengul (2018)
Berikutnya yakni Wayang Thengul yang berasal dari Kabupaten Bojonegoro. Wayang ini dibuat dengan menggunakan perangkat boneka kayu yang bulat dan tebal. Boneka tersebut kemudian dibalut dengan pakaian dan kain (sarung).
Wayang Thengul ini akan dimainkan oleh seorang dalang dengan cara menggerakkan boneka tersebut dengan ibu jari dan jari telunjuk. Sementara itu, tiga jari lainnya memegang tangkai wayang.
Pertunjukan Wayang Thengul dilakukan secara monolog dengan iringan gamelan dan waranggana. Pertunjukan Wayang Thengul juga dipercaya sebagai gelaran pembawa malapetaka bagi orang yang berhajat. Meskipun begitu, pertunjukan Wayang Thengul terbilang laris pada zamannya.
Penciptaan Wayang Thengul konon terinspirasi dari Wayang Golek Menak asal Kudus. Inspirasi tersebut didapatkan oleh seorang pemuda Bojonegoro, Samiran asal Desa Banjarjo, Kecamatan Padangan.
Kata Thengul ini dapat diartikan sebagai methungal-methungul (kepala yang digerakkan ke kiri dan ke kanan).
5. Wayang Topeng Jatiduwur (2018)
Kesenian wayang berikutnya datang dari Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Kesenian wayang ini disebut dengan Wayang Topeng Jatiduwur.
Wayang Topeng Jatiduwur ditafsirkan ada di akhir abad ke-18 atau abad ke-19. Topeng yang digunakan untuk pementasan yakni topeng yang dibuat dan dipahat dari kayu dengan bentuk menyesuaikan karakter tokoh manusia.
Ciri khas topeng ini yakni dagu yang lancip dan ornamen bergambar matahari. Pertunjukan Wayang Topeng Jatiduwur dianggap oleh masyarakat desa tersebut sebagai suatu sarana ritual nazar. Wayang ini diatur oleh seorang dalang dan ditampilkan oleh seorang penari yang menggunakan topeng.
Baca juga: Kisah Sunan Bonang, Dakwah Lewat Seni |
6. Wayang Kulit Gagrak (2021)
Wayang Kulit Gagrak adalah salah satu wayang kulit yang berasal dari Malang. Gelaran Wayang Kulit Gagrak dilakukan dengan iringan tiga titi laras, siji (ji), enem (nem), dan lima (ma).
Kemudian oleh para wali penyebar agama Islam, tiga titi laras ini dikembangkan menjadi lima, siji (ji) loro (ro), telu (lu), lima (ma), dan enem (nem).
Ciri khas dari wayang ini terletak pada badan yang lebih gemuk, dengan pundak yang tidak simetris. Wayang Kulit Gagrak juga dijuluki sebagai Jekdong.
Jekdong merujuk pada bunyi keprak dan kendang dengan bunyi dong. Gaya wayang Malangan ini menggunakan 5 jenis pathet yakni pathet sepuluh, pathet wolu, pathet sanga, pathet wolu miring, dan pathet serang.
7. Wayang Krucil Tuban (2022)
Wayang berikutnya yakni kesenian wayang yang berasal dari Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Sekilas wayang ini terlihat sama dengan wayang kulit.
Namun yang membedakan yakni pembuatan dari cerita. Wayang Krucil ini dibuat dari kayu dengan cerita bersumber dari Timur Tengah. Adapun jenis kayu yang bagus untuk pembuatan wayang ini yakni jenis kayu mentaos.
Pertunjukan Wayang Krucil Tuban ini dilakukan dengan iringan musik gamelan. Iringan tersebut biasanya disebut dengan Ndugthung (didapat dari bunyi pukulan Pencong Bonang).
Gelaran ini kerap dilakukan untuk acara ruwatan atau hari jadi Kabupaten Tuban. Selain itu, wayang ini juga biasanya dipentaskan saat Hari Raya Idul Fitri hari kedua. Pementasan ini disebut dengan 'Ngebyakne' Wayang Krucil.
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/dte)