Giat industri perfilman di Kota Surabaya nampaknya belum terlalu masif jika dibandingkan dengan beberapa kota seperti Jakarta dan Jogja. Apa sebenarnya yang menjadi batu sandungan bagi Kota Pahlawan?
Dosen Departemen Komunikasi sekaligus sutradara di Universitas Airlangga, Wimar Herdanto mengungkapkan kondisi ini karena belum adanya titik temu antara pemodal industri perfilman dengan potensi dan bakat sineas di Surabaya.
"Sampai hari ini modal dari PH di Surabaya untuk industri sangat minim. Sehingga geliat industrinya masih kalah dengan Jakarta dan Jogja. Di Jogja sekarang sudah banyak produksi film dari PH di sana," ujar Wimar kepada detikJatim, Jumat (13/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wimar juga mengungkapkan Surabaya sejauh ini masih dilirik para pelaku industri perfilman sebagai salah satu kota untuk latar tempat dari adegan di film saja, itu pun tidak secara keseluruhan.
Ia menilai sebenarnya secara kemampuan Surabaya memiliki potensi kemampuan yang unggul dalam hal perfilman. Sama dengan kota lain yang industri perfilmannya cukup ramai.
Baca juga: Apa Itu Malang Creative Center? |
"Secara setting tempat, kru produksi, hingga bioskop atau ruang tonton di Surabaya sebenarnya sudah sangat memadai," kata Wimar.
Karena itu dirinya juga para sineas berharap agar giat dan ekosistem perfilman di Surabaya bisa terus berputar. Ia juga berharap segera ada titik temu antara para pemilik modal atau PH industri besar perfilman dengan sumber daya dan potensi di Surabaya.
Produksi Film Masih Dominan Berbasis Komunitas
Kegiatan produksi perfilman berbasis komunitas di Surabaya lebih ramai dibandingkan dengan produksi film yang mengarah ke komersial. Ini karena belum banyak PH di bidang industri perfilman yang melirik Kota Surabaya sebagai proses produksi film secara keseluruhan.
Wimar Herdanto yang juga merupakan sutradara asal Universitas Airlangga menyampaikan bahwa di Surabaya giat perfilman yang dilakukan komunitas film dari kalangan mahasiswa, pelajar, hingga independen sudah sangat masif.
"Kebanyakan yang bikin film di Surabaya memang komunitas. Dari kampus-kampus terutama yang masih ramai karena masih banyak sumber daya manusianya juga," kata Wimar.
Kegiatan yang dilakukan para sineas yang tergabung dalam komunitas-komunitas perfilman di Surabaya pun cukup beragam. Ada yang produksi film, kegiatan penayangan film, atau movie screening hingga festival film.
Jika dulu kebanyakan para sineas di Surabaya hanya berfokus pada produksi film, kini sudah semakin banyak yang mengadakan ekshibisi. Sehingga ekosistemnya mulai seimbang.
"10-15 tahun yang lalu kebanyakan komunitas hanya memproduksi film. Hari ini mereka sudah mulai aware untuk membuat ekshibisi. Karena tanpa pemutaran film atau festival, ekosistem perfilman di Surabaya tidak mungkin bisa terus berjalan," tutur Wimar.
Seperti yang dilakukan Kinne Komunikasi, salah satu komunitas perfilman di Surabaya yang masih aktif melakukan kegiatan. Mereka memproduksi film, melakukan pemutaran film, hingga mengikuti berbagai festival.
Ketua Komunitas Kinne Komunikasi Dhiya Fauz mengungkapkan bahwa dirinya berharap para komunitas dan sineas di Surabaya bisa terus solid. Tidak hanya itu, ia juga berharap ada dukungan dari pemerintah.
"Harapannya para komunitas dan sineas di Surabaya ini bisa bekerja sama untuk memperkuat industri perfilman. Selain itu, kami juga berharap ada dukungan dari pemerintah agar ekosistem perfilman di Surabaya bisa terus berjalan," pungkas Fauz.
(dpe/iwd)