Kabupaten Jombang akan memperingati Hari Jadi ke-113 pada 21 Oktober mendatang. Menjelang perayaan tersebut, yuk simak asal-usul Kabupaten Jombang.
Perlu diketahui, Kabupaten Jombang terletak di bagian tengah wilayah Jawa Timur. Kabupaten ini dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena terdapat banyak sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren).
Baca juga: Biografi Kiai Ageng Basyariyah |
Tentang Kabupaten Jombang:
Sebelumnya, Jombang menjadi bagian dari Kabupaten Mojokerto. Pada 21 Oktober 1910, Jombang mendirikan sistem pemerintahannya sendiri. Penasaran seperti apa asal-usul dan sejarah Kabupaten Jombang? Simak artikel berikut untuk mengetahui kisah lengkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Asal-usul Nama Jombang
Dilansir dari Repository UIN Sunan Ampel Surabaya, kata Jombang merupakan akronim bahasa Jawa, yakni ijo dan abang. Ijo merepresentasikan kaum santri dan abang (merah) melambangkan kaum abangan, yaitu kaum yang bersifat nasionalis atau kejawen.
Kedua golongan tersebut dijadikan sebuah filosofi penamaan, yaitu meskipun berbeda kedua kelompok tersebut dapat hidup rukun berdampingan. Hal ini juga terbukti dengan munculnya pondok pesantren dan pemeluk agama Islam, tapi masih berpegang teguh pada nilai-nilai sinkretisme.
Fenomena berbeda tapi bisa hidup berdampingan dengan tenteram menciptakan kata Jombang. Filosofi ini juga dikisahkan melalui tokoh Kebo Kicak dan Surontanu yang merupakan musuh bebuyutan.
Bukan tanpa alasan, kerbau milik Surontanu dianggap sebagai pembawa penyakit aneh. Kebo Kicak kemudian diutus menangkap siluman kerbau tersebut.
Kebo Kicak pun menemui kiai lebih dulu. Ia diminta menangkap banteng milik Surontanu untuk mengakhiri penderitaan warga. Kebo Kicak mengindahkan perintah sang kiai.
Mereka terlibat perkelahian karena kebo Kicak berusaha merebut kerbau yang dibawa Surontanu. Kekuatan keduanya bertahan dalam pertarungan memancarkan cahaya berwarna hijau atau bisa disebut dengan ijo, dan merah atau abang. Hingga muncul kata Jombang (ijo dan abang).
![]() |
2. Sejarah Jombang
Pada masa Kerajaan Majapahit, Kabupaten Jombang dulunya gerbang Majapahit. Bagian barat gapura merupakan Desa Tunggorono, sementara bagian selatan gapura merupakan Desa Ngrimbi. Runtuhnya Majapahit menjadi awal kejayaan Islam.
Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Bersamaan dengan hal itu, kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai wilayah VOC pada abad ke-17.
Seabad kemudian, Jombang menjadi bagian wilayah Hindia Belanda. Pada abad yang sama tepatnya tahun 1811, Kabupaten Jombang berada di bawah kekuasaan Kabupaten Mojokerto.
3. Terbentuknya Kabupaten Jombang
Gubernur Jenderal Belanda mengeluarkan surat keputusan mengenai pemisahan Afdeeling Mojokerto pada 20 Maret 1881. Keputusan tersebut berisikan perintah pembagian menjadi dua afdeeling yakni Mojokerto dan Jombang. Pada saat itu, Jombang masih berada di wilayah yang sama dengan Mojokerto.
Hingga pada 20 Maret 1881, gubernur jenderal memberi keputusan agar Jombang memiliki pemerintahan sendiri. Dalam keputusan tersebut, Afdeeling Jombang tersebar di tiga distrik yakni Ploso, Mojoagung, dan Bareng.
Tujuh bulan berselang, tepatnya 23 Oktober 1910, usulan pemisahan menjadi dua afdeeling disetujui pemerintah dalam negeri melalui Lembaran Negara Hindia Belanda Nomor 553. Persetujuan ditandai dengan ditunjuknya Raden Adipati Aryo Soeroadiningrat (Kanjeng Sepuh) sebagai bupati pertama Jombang 1910-1930.
Melalui Lembaran Negara Hindia-Belanda 1928 Nomor 299, Kabupaten Jombang ditunjuk sebagai persekutuan hukum yang berdiri sendiri (Zelfstandig Gemeenschap).
Tercatat sebanyak 12 warga pribumi menjadi pemimpin wilayah Jombang, yaitu empat orang dalam Distrik (Kawedanan) Jombang, dua orang Kawedanan Ploso, empat orang Kawedanan Mojoagung, dan dua orang Kawedanan Ngoro.
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)