Makhluk mitologi atau makhluk legenda sering disebutkan dalam kisah-kisah mitologi, legenda maupun fabel. Berikut sederet makhluk mitologi yang populer di Jawa.
Meski belum ada bukti kuat yang mendukung keberadaan makhluk mitologi, akan tetapi banyak yang mempercayainya. Bahkan, makhluk mitologi ini seringkali dikaitkan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Baca juga: 5 Mitos Jawa tentang Pernikahan dan Jodoh |
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitologi merupakan suatu ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Jawa, ada banyak makhluk mitologi sebagai wujud kearifan lokal masyarakat setempat. Berikut ini deretan makhluk mitologi yang populer di kalangan masyarakat Jawa.
Baca juga: Legenda dan Mitos di Air Terjun Coban Rondo |
![]() |
Makhluk Mitologi yang Populer di Jawa:
1. Babi Ngepet
Babi Ngepet merupakan makhluk mitologi menyerupai siluman babi yang menghuni wilayah pegunungan. Makhluk ini seringkali dikaitkan dengan pesugihan yang timbul dari budaya masyarakat agraris.
Mayoritas petani tak dapat memperoleh kekayaan tanpa memperluas lahan pertanian mereka. Sehingga berimbas pada perekonomian petani lainnya. Oleh karena itu, timbul kepercayaan mengenai babi ngepet yang dipercaya dapat mendatangkan kekayaan tanpa bekerja.
2. Kanjeng Ratu Kidul
Sri Gusti Kanjeng Ratu Kidul merupakan makhluk mitologi yang dipercaya sebagai penguasa Pantai Laut Selatan. Salah satu pepatihnya yang banyak dikenal masyarakat Jawa adalah Nyi Roro Kidul.
Sultan Hamengkubowono IX menggambarkan sosoknya yang dapat berubah wujud dan penampilan. Masyarakat setempat mempercayai kemunculan makhluk ini menandakan akan adanya peristiwa penting di masa mendatang.
3. Kiai Tunggul Wulung
Kiai Tunggu Wulung merupakan makhluk mitologi yang diceritakan dalam Babad Kediri. Disebutkan juga bahwa makhluk ini merupakan sosok penjaga kawah Gunung Kelud.
Dalam Buku Goenoeng Keloed karya R. Kartawibawa, ketika terdengar suara gemuruh dari arah barat Kelud disertai dengan hujan badai dan langit menjadi gelap gulita, menandakan masuknya seseorang ke daerah kekuasaannya.
4. Wewe Gombel
Wewe Gombel merupakan makhluk mitologi yang dipercaya oleh masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah. Nama ini diambil dari bahasa Jawa, yakni wewe yang artinya hantu wanita, dan gombel yang diyakini sebagai masalah di Semarang.
Makhluk ini dipercaya seringkali menculik anak-anak yang masih berkeliaran hingga malam hari, dan menjadikan mereka sebagai anak asuhan. Kemudian, terdapat kepercayaan yang mengatakan bahwa Wewe Gombel diciptakan untuk menyelamatkan seseorang dari serangan hewan buas di malam hari.
5. Onggo-inggi
Onggo-inggi merupakan makhluk mitologi yang berasal dari legenda Kota Solo dan Bojonegoro. Makhluk ini digambarkan sebagai sosok hantu, danyang atau siluman jahat dengan wujud kepala tanpa badan dan rambut panjang, yang menghuni wilayah Sungai Bengawan Solo.
Menurut cerita yang beredar, Onggo-inggi seringkali memangsa manusia, terutama anak-anak yang sedang beraktivitas di sepanjang aliran sungai tersebut menggunakan rambutnya. Meskipun begitu, makhluk ini dinilai mempunyai kelemahan berupa kain kafan dan kemenyan.
6. Sang Hyang Antaboga
Sang Hyang Antologi merupakan wujud makhluk mitologi berupa seekor ular raksasa dalam legenda Jawa dan Bali. Penamaan makhluk ini diambil dari aksara Devanagari, yakni ananta yang artinya tak terbatas. Oleh karena itu, Anantaboga digambarkan sebagai ular yang membentang jauh lebih besar dari alam semesta.
Dalam jurnal berjudul Tokoh Pewayangan Naga Sang Hyang Antaboga sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Kriya Logam karya Jafar Huda Cahyanto, bagi penganut spiritual kejawen, Sang Hyang Antaboga dipercaya sebagai tali energi yang dapat menghubungkan manusia dengan Sang Penciptanya. Menurut kisah yang beredar, makhluk ini memiliki kemampuan supranatural yaitu dapat menghidupkan orang mati karena ia memiliki Air Suci Tirta Amerta.
7. Jailangkung
Jailangkung berawal dari sebuah kepercayaan tradisional asal Tionghoa yang diserap dari nama Cay Lan Gong, merujuk pada Dewa Keranjang atau Cay Lan Tse yang berarti dewa pelindung anak-anak.
Ritual ini dijadikan sebagai media komunikasi manusia dengan sosok yang mereka anggap sebagai dewa, Poyang dan Moyang. Seseorang akan memanggil kedua dewa tersebut supaya masuk ke sebuah boneka keranjang.
Pada ujung tangan boneka tersebut dikaitkan sebuah alat tulis dan dihadapkan ke sebuah papan tulis sambil menyalakan dupa. Selanjutnya, boneka yang telah dirasuki dewa akan bergerak dengan sendirinya.
Di Nusantara, khususnya Jawa, permainan Jailangkung ini dikenal dengan nama Nini Thowong, biasa dimainkan oleh orang dewasa dengan tujuan untuk meminta keselamatan dan menolak bala.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/iwd)