Banyuwangi Jadi Inspirasi soal Harmoni Budaya dan Agama

Banyuwangi Jadi Inspirasi soal Harmoni Budaya dan Agama

Eka Rima - detikJatim
Sabtu, 23 Sep 2023 19:15 WIB
Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam.Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam.
Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di Banyuwangi/Foto: Istimewa (dok. Pemkab Banyuwangi)
Banyuwangi -

Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam.

Dalam kegiatan tersebut, sejumlah tokoh menyoroti berbagai event budaya dan keagamaan di Banyuwangi, yang bisa terlaksana tanpa ada gesekan dan mampu bersanding harmonis.

Penasihat Ngariksa Lukman Hakim Syaifuddin menilai Banyuwangi mampu mendialogkan dengan harmoni antara agama dan budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang di banyak tempat kerap kali mengalami ketegangan yang berkepanjangan, justru di Banyuwangi mampu didialogkan dan diharmonikan dengan baik. Ini patut menjadi contoh bagi Indonesia," ungkap Menteri Agama periode 2014-2019.

Salah satu event yang menjadi contoh adalah pagelaran Gandrung Sewu. Sebagai praktik kebudayaan, seringkali diperhadapkan dengan agama. Namun di Banyuwangi bisa berjalan harmonis.

ADVERTISEMENT

"Saya kira ini adalah bentuk moderasi beragama yang telah terejawantah dengan baik. Tentu saja, ini berkat kesadaran kolektif masyarakatnya sekaligus adanya orkestrasi yang baik dari pemerintah daerahnya," tambah Lukman.

Hal senada disampaikan Prof. Oman Fathurrahman, pengampu Ngariksa. Oman melihat harmoni keagamaan dan kebudayaan di Banyuwangi, jauh lebih dalam di sejumlah manuskrip kuno di Banyuwangi. Seperti halnya di Lontar Yusup, Babad Tawangalun hingga teks-teks tasawuf yang ditemukan di ujung timur Jawa tersebut.

"Dari manuskrip-manuskrip ini kita bisa melihat bagaimana sebenarnya praktik moderasi beragama di Banyuwangi ini bisa terbentuk," ungkap Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Dalam Bahrul Musyahadah, lanjut Oman, dimaknai sebuah kehidupan religius tentang bagaimana memandang liyan. "Dari sini, akhirnya muncul rasa saling menghargai. Tidak lantas saling menyalahkan dan menimbulkan permusuhan," ungkapnya.

Sementara Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengungkapkan keagamaan dan kebudayaan merupakan modal besar bagi Banyuwangi. Menurutnya, dua hal tersebut tak bisa diabaikan dalam derap pembangunan.

"Saat ini kami berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan. Kami mengadaptasi teknologi, menerapkan digitalisasi dan sebagainya. Namun, nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan menjadi nilai dasar dalam melandasi pembangunan tersebut," ungkapnya.

Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam.Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam.Sejumlah tokoh dan akademisi nasional hadir dalam Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Jumat (22/9) malam/Foto: Istimewa (dok. Pemkab Banyuwangi)

"Dalam agama ada praktik kebudayaannya, sedangkan dalam budaya juga ada nilai-nilai spiritualitasnya. Ini harus selaras. Tidak untuk dibentur-benturkan," terang Ipuk.

Dalam acara yang menjadi edisi khusus Ngariksa episode 100 itu juga digelar Sarasehan Agamawan dan Budayawan. Hadir sejumlah pegiat budaya, tokoh agama hingga para akademisi.

Di antaranya hadir juga Rektor UIN KHAS Jember Prof. Babun Soeharto, Wakil Sekretaris PBNU Dr. Ginanjar Syaban, Direktur Center of Reform on Economic Dr. Hendri Saparini, serta sejumlah tokoh dan budayawan Banyuwangi.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads