Situs Siti Inggil di Mojokerto dipercaya merupakan makam dari Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Majapahit. Karena itulah situs ini menjadi jujugan para peziarah yang ngalap berkah.
Juru Kunci Siti Inggil, Slamet (53) mengatakan Siti Inggil menjadi destinasi ritual para pengunjung dari berbagai daerah di Jawa. Mulai dari Mojokerto sendiri, Jombang, Pasuruan, Blitar, Sidoarjo, Jember, Surabaya, Ngawi, Solo hingga Jakarta.
Menurut Slamet, pengunjung banyak datang pada malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon dan Jumat Legi. Selain bersemedi, mereka juga mengambil air dari sumur tua di Siti Inggil. Air yang dipercaya berkhasiat itu untuk diminum atau mencuci muka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Ada orang Islam, Hindu dan Kejawen. Tujuan pengunjung bermacam-macam. Ada yang mencari kesembuhan, ada juga untuk kelancaran bisnis dan pekerjaan," ungkap Slamet.
Slamet menambahkan Siti Inggil dikelola Pemerintah Desa Bejijong. Pengunjung hanya diminta membayar biaya parkir serta mengisi kotak amal dan memberi juru kunci seikhlasnya.
"Kalau ingin menginap di sini maksimal tiga hari. Syaratnya menyerahkan KTP asli. Kalau tidak dibatasi, akan banyak orang yang tidur di sini, khususnya para pelarian," tandas Slamet.
Siti Inggil terletak di ujung barat Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Siti Inggil merupakan tempat yang sejuk. Angin berhembus setiap saat dari persawahan di sekitarnya. Rindangnya pepohonan membuat situs purbakala ini senantiasa adem.
Salah satu yang membikin situs ini adem adalah adanya pohon kesambi raksasa yang menjadi payung hidup bagi bangunan utama Siti Inggil. Bangunan dengan luas sekitar 15x15 meter persegi itu berfondasi struktur bata kuno peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Tangga di sisi selatan dan timur menjadi akses masuk ke bangunan di atas struktur tersebut.
Bangunan berupa tembok keliling tanpa atap maupun tangga bukanlah peninggalan Majapahit karena dibuat tahun 1968-1970. Terdapat 5 makam di situs ini. Yakni makam Raden Wijaya, Garwo Padmi Ghayatri, Garwo Selir Dhoro Pethak, Garwo Selir Dhoro Jinggo, serta Abdi Kinarsih Kaki Regel.
(sun/iwd)