Profil Cak Nun dan 4 Sosok yang Membentuk Karakternya

Profil Cak Nun dan 4 Sosok yang Membentuk Karakternya

Suki Nurhalim - detikJatim
Kamis, 06 Jul 2023 21:15 WIB
Buku Cak Nun Lockdown 309 Tahun
Ilustrasi Cak Nun/Foto: Bentang Pustaka/ Istimewa
Surabaya -

Cak Nun dikenal sebagai seorang budayawan, sastrawan, hingga tokoh intelektual Islam. Ia merupakan pendiri pengajian Maiyah.

Dalam menulis sastra, Cak Nun selalu ingin karya tersebut merdeka tanpa unsur-unsur kepentingan. Kecuali untuk kemanusiaan. Seperti dikutip detikJatim dari situs Institutional Digital Repository (IDR) Perpustakaan UIN Antasari Banjarmasin.

Awal pergelutan Cak Nun di bidang sastra terjadi pada tahun 1970an. Ia menulis cerpen, naskah drama, puisi, lagu dan semacamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagian besar karya Cak Nun ditulis di masa Orde Baru. Termasuk sekumpulan esai dalam buku Secangkir Kopi Jon Pakir yang ditulis 17 Juni 1987 sampai 22 Juli 1988.

Cak Nun pernah merasa kecewa saat banyak tokoh agama yang berebut kursi kekuasaan politik. Kekecewaan itu melahirkan pengajian Maiyah sebagai protes dan keprihatinannya dalam berbagai masalah sosial, politik serta ketidakadilan di masa Orde Baru.

ADVERTISEMENT

Bagi Cak Nun, Maiyah adalah wadah bagi seluruh umat manusia agar bisa lebih memahami pluralisme. Sehingga bisa saling menghargai agama orang lain.

Jemaah pengajian Maiyah berbeda-beda. Ada yang sudah menjadi bagian dari Maiyah, ada pula pengunjung yang merasa pemikirannya sesuai dengan cara pandang Maiyah.

Untuk diketahui, hingga saat ini ada puluhan simpul Maiyah di Tanah Air. Seperti Kenduri Cinta di Jakarta, Mocopat Syafaat di Yogyakarta dan Padhangmbulan di Jombang.

Profil dan Biodata Cak Nun

  • Nama lahir: Muhammad Ainun Nadjib
  • Nama yang lebih dikenal: Emha Ainun Nadjib
  • Panggilan akrab: Cak Nun, Mbah Nun
  • Tempat lahir: Jombang, Jawa Timur
  • Tanggal lahir: 27 Mei 1953
  • Orang tua: H. A. Lathif dan Chalimah
  • Istri: Novia Kolopaking
  • Anak: Sabrang Mowo Damar Panuluh, Aqiela Fadia Haya, Anayallah Rampak Mayesha, Jembar Tahta Aunillah, dan Ainayya Al-Fatihah

Kata Emha dalam nama Cak Nun berasal dari awal kepenyairannya. Awalnya ia menggunakan nama MH Ainun Nadjib. Kemudian sekian lama ejaannya berubah menjadi Emha Ainun Nadjib.

Sederet Sosok yang Membentuk Karakter Cak Nun

1. H. A. Lathif dan Chalimah

Cak Nun memiliki ayah dan ibu yang terpandang. Di masa kecil, Cak Nun menyaksikan orang-orang desa berkunjung ke rumahnya dengan berbagai masalah.

Keteladanan ayah dan ibu merupakan cermin yang membentuk Cak Nun. Ibunya menolong warga desa hingga menjual barang-barang yang ada di rumah seperti sepeda motor, televisi, mebel dan lainnya.

Itu yang membentuk kesadaran dan kepedulian sosial Cak Nun dalam berpikir. Menurutnya menolong sesama manusia dari kemiskinan serta bermanfaat sebagai manusia secara utuh, adalah kunci dalam ajaran Islam.

Cak Nun masih mengingat persis surah Ali Imran ayat 95 yang telah ditransfer ibunya, serta sadar bahwa ayat tersebut adalah benih awal perjalanan hidupnya. Berikut lafaz ayat tersebut:

قُلْ صَدَقَ اللّٰهُ ۗ فَاتَّبِعُوْا مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Maha benar Allah (dalam firman-Nya)'. Maka, ikutilah agama Ibrahim yang hanif dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.

2. Cak Fuad

Lulus sekolah dasar, Cak Nun melanjutkan pendidikan ke Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Namun ia tidak sampai lulus di Ponpes tersebut.

Ia lalu masuk SMP dan SMA di Yogyakarta. Sebab kakak sulungnya, Cak Fuad sedang kuliah di kota tersebut.

Cak Nun lalu mulai menulis, baik esai, cerpen, dan artikel karena perintah Cak Fuad. Cak Nun juga mulai sering menulis puisi.

Di sisi lain, Cak Nun sering membolos sekolah. Sebab, ia sering begadang di Malioboro. Ia bahkan sempat bertengkar dengan beberapa guru sehingga tidak ingin lagi masuk sekolah SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.

Beberapa hari kemudian, sore menjelang magrib, Cak Fuad menasihatinya untuk sekolah lagi. "Nun, mbok sekali ini saja jangan keluar dari sekolah. Demi Ibu dan Ayah," kata Cak Fuad.

Cak Nun merasa tergugah sebab berkenaan dengan hati kedua orang tua. Setelah salat magrib, ia langsung menuju rumah wakil kepala sekolah untuk meminta maaf dan izin diperkenankan sekolah lagi.

Menurut Cak Nun, Cak Fuad adalah orang yang tenang dan tidak pernah marah selama membimbing. Seandainya bukan Cak Fuad, ia mengakui tidak akan bisa meningkatkan kreativitas sastra hingga saat ini.

3. Umbu Landu Paranggi

Cak Nun hanya empat bulan kuliah di Universitas Gajah Mada. Ia merasa berbeda dengan dunia akademik. Ia lebih memilih belajar kehidupan di Malioboro Yogyakarta antara 1970-1975.

Cak Nun bergabung dengan kelompok penulis muda Persada Studi Klub (PSK). Lalu belajar sastra dengan seorang yang ia hormati bernama Umbu Landu Paranggi. Guru yang dikenal sebagai sufi misterius, dan banyak memberi pengaruh dalam hidup Cak Nun.

Di samping mendalami sastra, Cak Nun juga berbaur dengan berbagai bidang agama, seni, pendidikan, politik dan ekonomi agar bisa lebih berkembang. Pergelutannya dengan dunia sastra dan seni di bawah bimbingan Umbu, melahirkan potensi Cak Nun sebagai penulis hingga eksistensi dirinya diakui oleh masyarakat.

Sosok Umbu bagi Cak Nun adalah seorang guru tadabur sekaligus pencambuk punggung kehidupannya. Sehingga ia menemukan puisi sebagai ujung tadabur yang dinamakan 'kehidupan puisi'.

Secara garis besar, karakter Cak Nun tidak lepas dari peran kedua orang tua, kakak sulung, dan guru di Malioboro. Cara pandangnya meluas dengan bergelut di alam bebas bersama guru yang sangat ia hormati tersebut.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads