Gurauan Zawawi Imron: Meninjau Danau Maninjau Tapi Tak Meminang Gadis Minang

Gurauan Zawawi Imron: Meninjau Danau Maninjau Tapi Tak Meminang Gadis Minang

Suki Nurhalim - detikJatim
Senin, 29 Mei 2023 17:30 WIB
Hari ini menjadi hari yang istimewa bagi pencinta sastra di Surabaya. Dua penyair besar yaitu Taufiq Ismail dan D. Zawawi Imron tampil dalam satu acara.
Saat Zawawi Imron membaca puisi dengan Taufiq Ismail//Foto: Suki/detikJatim
Surabaya -

Hari ini menjadi hari yang istimewa bagi pencinta sastra di Surabaya. Dua penyair besar yaitu Taufiq Ismail dan D. Zawawi Imron tampil dalam satu acara.

Mereka tampil dalam parade pembacaan puisi bertajuk Kebangkitan Bangsa Bebas dari Korupsi. Acara ini digelar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2023.

Parade pembacaan puisi digelar tadi pagi mulai pukul 09.00 WIB. Acara yang dibuka untuk umum ini berlangsung di Tower UNUSA Kampus B (Auditorium Lantai 9).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada banyak puisi yang dibacakan Taufiq Ismail. Dalam acara tersebut juga ada momen yang mungkin tak akan pernah bisa dilupakan Taufiq Ismail.

Momen di mana cicit dari Zawawi Imron hadir ke atas panggung. Balita yang cantik menggemaskan itu membacakan puisi dengan lantang. Puisi yang dibacakan merupakan karya Taufiq Ismail berjudul Dengan Puisi, Aku.

Dengan puisi,aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi,aku bercinta
Berbatas cakrawala

Dengan puisi,aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi,aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi,aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi,aku berdoa
Perkenankanlah kiranya

Berada satu panggung bersama Taufiq Ismail juga membawa Zawawi ke masa lalu. Masa di mana ia mondok sebulan suntuk untuk menulis puisi dan sajak.

Zawawi bercerita, ia pernah mondok sebulan suntuk menulis puisi dan sajak di rumah Taufiq Ismail, di Padang Panjang, Sumatra Barat. Waktu itu ia mondok bersama Ahmad Tohari, yang kemudian dikenal dengan novel monumentalnya berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.

Selama di Tanah Minang, Zawawi mengaku begitu produktif menulis. Ia menulis lebih dari 100 puisi yang kemudian dibukukan dengan judul Mengaji Bukit, Mengeja Danau.

Puisi-puisi yang ia tulis menggambarkan keindahan Tanah Minang, lukisan alam. Meski sudah puluhan tahun berlalu, lukisan alam Minang masih tergambar jelas dalam benak Zawawi.

Penyair berusia 78 tahun ini masih ingat bagaimana sensasi mengucap salam setiap menutup salat zuhur dan asar. Ia bisa langsung melihat gagahnya gunung saat menoleh ke kiri dan ke kanan. Sensasi yang tak bisa ia dapatkan di kampung halamannya di Madura, Jawa Timur.

Dalam panggung tersebut, di depan Taufiq Ismail, Zawawi kemudian berkelakar atau bergurau. Ia menyebut Danau Maninjau sebagai salah satu potret keindahan di Sumatra Barat.

"Sudah meninjau Danau Maninjau tapi tak berani meminang gadis Minang," kata Zawawi, disambut tawa yang hadir, Senin (29/5/2023).

Untuk diketahui, Zawawi Imron lahir di Batang-Batang, Kabupaten Sumenep pada 1 Januari 1945. Entah sudah berapa banyak puisi yang telah ia tulis. Namun beberapa puisi yang saat ini kerap viral seperti berjudul Ibu dan Jangan Larang.

Sementara Taufiq Ismail lahir 10 tahun lebih awal dari Zawawi. Maka tak heran jika di panggung tersebut, Zawawi menyebutnya Kakanda.

Taufiq lahir pada 25 Juni 1935 di Fort de Kock, Sumatra Barat. Ia mendapat gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah.

Ia merupakan salah satu penyair besar yang dimiliki Indonesia saat ini. Beberapa karyanya seperti Dengan Puisi Aku, dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.




(sun/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads