Sarinah merupakan salah satu pertokoan modern awal di Kota Malang. Pertokoan yang terletak di seberang alun-alun Kota Malang ini pernah berjaya pada dekade 1990.
Namun kejayaan Sarinah mulai redup pada tahun 1999. Ini karena pengunjung berangsur-angsur menurun karena telah banyak bermunculan pertokoan lainnya.
"Sarinah dulu adalah pertokoan terlengkap. Ada supermarket hingga toko souvenir yang menjual barang-barang kerajinan dari seluruh Indonesia. Bahkan McDonald masuk di situ juga tahun 1993," ujar Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana kepada detikJatim, Sabtu (17/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Sarinah di Kota Malang tetap mencoba bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Saat ini gedung Sarinah yang difungsikan hanya lantai 1 dan 3 saja.
Baca juga: 6 Mal di Malang, Ada Matos hingga Sarinah |
Untuk lantai 1 digunakan berjualan pakaian dan souvenir. Sedangkan di lantai 3 masih cukup lumayan ramai dikunjungi karena terdapat kafe dan bioskop Movimax.
Sedangkan untuk lantai 2 Gedung Sarinah yang saat ini tidak difungsikan. Rencananya lantai tersebut akan digunakan sebagai tempat berjualan pedagang terdampak kebakaran Malang Plaza beberapa waktu lalu.
Sebelum menjadi pusat pertokoan modern, Sarinah awalnya merupakan tempat tinggal atau rumah dinas dari Bupati Malang pertama Raden Toemanggeong Notodiningrat.
![]() |
Rumah dinas itu tercatat dibangun pada tahun 1820. Atau setelah Belanda mendirikan Kabupaten Malang. Pada tahun 1900, gedung Sarinah berfungsi sebagai Societiet Concordia atau tempat hiburan dan berkumpulnya orang-orang Belanda kala itu.
"Nama bangunan itu Societiet Concordia atau dikenal sebagai rumah bola itu tempat khusus bagi orang Belanda. Di sana ada billiard dan beragam hiburan lain. Tempat ini menjadi lokasi berkumpulnya orang Belanda," tutur Agung.
Gedung Societiet Concordia itu pada tahun 1942 ditinggalkan oleh Belanda setelah Jepang masuk ke Malang. Selama Jepang menguasai belum diketahui sampai saat ini gedung tersebut dimanfaatkan atau tidak.
Hingga pada tahun 1947 gedung Societiet Concordia digunakan sebagai tempat rapat akbar Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan cikal bakal Dewan Permusyawaratan Rakyat.
Rapat yang berlangsung pada 25 Februari - 5 Maret 1947 itu disebut-sebut sebagai pertemuan terlengkap. Sebab, tokoh-tokoh ternama datang dalam rapat itu, seperti Moh Hatta, Ir Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Jenderal Soedirman, Bung Tomo hingga Douwes Dekker.
Di tahun yang sama pada bulan Juli gedung Societiet Concordia dibumihanguskan bersama dengan 1000 bangunan lain oleh Gerilya Rakyat Kota (GRK) dan dikenal dengan peristiwa Malang Bumi Hangus.
Pembakaran itu sendiri dilakukan GRK sebagai strategi perang agar Belanda tidak bisa lagi menggunakan bangunan-bangunan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1960 di lokasi gedung Societiet Concordia dibangun TK.
"Selain Taman Kanak-Kanak, di situ juga ada beberapa rumah yang dulu digunakan untuk perkumpulan seniman golongan kiri sekitar tahun 1965. Tak lama kemudian bangunan di kawasan tersebut diambil alih pemerintah Kota Madya," ungkap Agung.
Setelah itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membangun Sarinah pada tahun 1970. Awalnya, Sarinah merupakan bangunan dua lantai yang kemudian menjalani dua kali renovasi pada tahun 1980 dan 1990.
Dalam renovasi beberapa perubahan seperti pada bagian luar gedung hingga penambahan 1 lantai. "Saat ini gedung Sarinah di bawah naungan BUMN," tandasnya.
(abq/iwd)