Namanya Handoko (42). Warga Kecamatan Kedungkandang ini merupakan satu-satunya kusir dokar di kawasan wisata Kayutangan, Kota Malang. Ia kerap memanjakan wisatawan dengan kereta yang ditarik dengan kuda itu.
Handoko mengaku telah menjadi kusir sekitar 20 tahun. Awalnya ia mangkal mulai di Taman Wisata Rakyat (Tawira), kemudian bergeser ke sekitar Stasiun Kota Baru, setelah itu berpindah lagi ke Alun-Alun Merdeka.
"Sebelumnya itu di Alun-Alun Merdeka sempat dilarang gak tahu kenapa gitu. Kemudian dapat berapa lama diberi izin oleh Wali Kota Malang Sutiaji untuk mangkal di Kayutangan. Syukur jadi tetap bisa narik," ujar Handoko saat ditemui detikJatim pada Kamis (15/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susah senang selama ini pun sudah dirasakan Handoko, mulai dari menjadi kusir dokar hingga kini bisa mempekerjakan karyawan untuk menjalankan dokar miliknya. Dia mengaku bertahan dengan dokarnya untuk melestarikan budaya dan memberikan edukasi.
"Jadi tujuan saya mempertahankan dokar ini agar bisa memberikan edukasi kepada anak-anak dan mengenalkan kepada mereka bahwa dulu sebelum ada kendaraan seperti sepeda motor dan mobil. Transportasi umum yang digunakan adalah dokar ini," ungkapnya.
Ia sendiri selama ini terus berupaya memberikan pelayanan maksimal, terlebih penumpangnya kebanyakan adalah anak-anak. Mulai dari, kebersihan hingga pemilihan kuda dengan karakter patuh sebagai antisipasi keamanan bagi anak-anak.
"Jadi kebersihan nomor satu. Setiap mau berangkat selalu dibersihkan dan kuda yang digunakan ini dipilih khusus yang nurut. Kuda karakternya lain-lain, kalau asal pakai kan cukup berisiko apalagi kalau buat wisata gini banyak anak-anak yang suka pegang kuda," terangnya.
Handoko tidak memungkiri untuk merawat kuda cukup sulit. Tapi dengan ketelatenan dan pengalaman selama ini membuatnya terbiasa menghadapi berbagai situasi sulit saat memberikan perawatan pada kuda.
Sementara, penghasilan dari dokar wisatanya sendiri terbilang sudah mencukupi untuk membiayai kehidupannya sehari-hari dan biaya perawatan dokar. Hal itu, dikarenakan saat ini tak banyak orang yang menjajakan dokar wisata utamanya di Kota Malang.
"Di Kayutangan ini saya sendirian, tidak ada lagi yang narik dokar. Syukurnya selama ini peminat dokar wisata masih cukup banyak, sehingga bisa tetap bertahan. Selama di Kayutangan ini dalam sehari bisa dapat 5-6 putaran dan weekend biasanya 10-15 putaran," kata Handoko.
"Dalam satu putaran biasanya paketan 4 orang itu dibanderol Rp 80 ribu itu nanti bisa muter dari Kayutangan menuju Balai Kota Malang terus balik lagi ke Kayutangan. Ramainya di Kayutangan sama di Alun-Alun Merdeka menurut saya sama saja," sambungnya.
Ia pun akan berusaha untuk tetap mempertahankan transportasi tradisional ini tetap ada. Sehingga anak-anak bisa tetap menikmati dan melihat secara langsung dokar yang dulunya digunakan sebagai transportasi umum bagi masyarakat.
"Saya juga akan tetap mempertahankan desain kereta-nya tetap sama tanpa modifikasi agar bisa jadi sarana edukasi. Untuk kereta yang saya pakai ini sebenarnya adalah andong dari Jawa Tengah bukan dokar dari Jawa Timur. Sebab, andong lebih nyaman rodanya 4, kalau dokar rodanya 2. Ini saja yang saya sesuaikan," tandas Handkko.
(abq/iwd)