Kali Mewek merupakan salah satu sungai yang membentang di Kota Malang bagian utara. Jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, Kali Mewek mempunyai arti sungai menangis.
Sungai ini memiliki sejarah yang panjang jika dikaitkan dengan beberapa data sejarah yang ada. Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang Rakai Hino Galeswangi mengatakan setidaknya ditemukan indikator informasi mengenai keberadaan Kali Mewek pada masa klasik atau masa kerajaan Hindu Buddha.
"Berbicara sungai Mewek tidak luput dari daerah sekitar yang dilaluinya terutama wilayah Polowijen yang dahulu bernama Panawijyan," ujar Rakai kepada detikJatim, Kamis (1/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daerah Panawijyan atau Polowijen, lanjut Rakai, mashyur dengan cerita seorang pertapa Budha bernama Mpu Purwa dan putrinya yang bernama Ken Dedes. Setidaknya kisah itulah yang didapati dalam salah satu sastra terkenal yakni Pararaton.
Menurut Rakai, dalam rekonstruksi sejarah atau historiografi tidaklah cukup memaparkan sejarah hanya dengan bukti dari sastra atau naskah. Pemaparan historiografi harus didukung dengan adanya bukti primer.
Dalam ulasan mengenai sungai Mewek ini, berita tertulis yang memiliki korelasi ditemukan di dalam Prasasti Wurandungan B bertangal 10 suklapaktsa hari Rabu Wage Bulan Palguna tahun 869 Saka atau yang bertepatan dengan tanggal 23 Februari 948 Masehi.
Prasasti tersebut di keluarkan oleh Rakryan Kanuruhan (penguasa daerah Malang jaman itu) atas nama Sri Maharaja Sindok.
Dikatakan bahwa 'Panawijen adalah daerah sawah Gogo, di mana di tempat itu terdapat sebuah Parhyangan atau tempat suci pemujaan. Oleh karena itu daerah tersebut perlu dijadikan daerah sima atau perdikan, dengan ditingkatkan adanya pengairan sawah basah.
Sistem pengairan diambilkan dari sebuah 'suwakan' yaitu sebuah irigasi buatan yang diambil dari sungai induk. Sungai induk yang di 'suwak'.
"Suwak jika diucapkan dalam bahasa Jawa adalah suwek yakni sungai yang mengalir dari barat ke timur di daerah tersebut, yaitu sungai yang dinamakan sungai 'Masuwak' atau 'Masuwek" akhirnya menjadi 'Mawek' (artinya disuwek)," katanya.
Lama kelamaan mawek oleh warga diucapkan dengan kata mewek. Rakai menuturkan, bahwa sungai buatan (irigasi) itu sendiri adalah sungai kecil yang melintas di sebelah utara kantor Kelurahan Polowijen.
Dan pada akhirnya sungai irigasi ini menjadi batas wilayah antara Desa Arjosari bagian selatan dengan Desa Polowijen, yang berada di Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Berdasarkan data prasasti dan sastra didapati pula beberapa data terkait artefaktual, struktur, maupun situs di sekitar Kali Mewek. Beberapa di antaranya yang dapat ditinjau di wilayah Polowijen dan Arjosari.
Temuan artefaktual pada masa klasik di antaranya adalah batu kenong yang saat ini diletakkan di sekitar Punden Dedes, berikutnya ditemukan struktur bata kuno yang sampai saat ini masih ada di pemakaman Polowijen dekat Punden Dedes.
Terdapat juga lingga Yoni dan struktur batu candi di pemakaman Kesek, Arjosari tepat di ujung timur pertemuan Kali Mewek.
Lalu pada Masa Islam terdapat beberapa tokoh penting seperti Mbah Karang Po yang diduga sebagai pembuka hutan pertama di Arjosari menjadi perkampungan, lalu ada Mbah Reni yang makamnya berdekatan dengan situs Dedes di pemakaman Polowijen.
Selanjutnya pada masa kolonial, Kali Mewek juga memiliki peninggalan berupa struktur berupa jembatan trem penghubung antara stasiun Blimbing dan stasiun Singosari.
Bangunan cagar budaya berupa jembatan tersebut saat ini terletak di sebelah utara taman Kendedes tepat di atas sungai Mewek, dan berada di sebelah timur jalan raya Malang- Surabaya.
Hingga saat ini keterawatan cagar budaya tersebut juga masih dipertanyakan lantaran bangunan tersebut sepertinya belum ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah kota.
Berikutnya temuan bangunan tangsi Jepang di sebelah utara makam umum Arjosari bagian tengah serta terdapat bangunan goa yang diduga adalah goa peninggalan Jepang.
"Melihat banyaknya peninggalan sejarah yang dapat dikategorikan sebagai peninggalan cagar budaya tersebut menjadikan Sungai Mewek memiliki arti penting bagi wilayah di sekitarnya," ujarnya.
Dengan pentingnya sungai tersebut, kata Rakai, selayaknya terdapat perhatian khusus terkait sungai Mewek yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dengan banyaknya limbah sampah rumah tangga maupun penggerusan bibir sungai oleh proyek perumahan yang diduga menyalahi amdal budaya.
"Sungai Mewek sangatlah penting bagi rekonstruksi sejarah pada semua masa khususnya dalam kajian Geohistori Kota Malang," pungkasnya.
(mua/iwd)