Sebuah gua yang dikenal dengan Gua Sono di Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Gresik ternyata menyimpan misteri tentang kejayaan Raja Hayam Wuruk. Gua ini diduga sudah ada dan menjadi tempat pertapaan para pendeta di masa Raja Hayam Wuruk memimpin Kerajaan Majapahit.
Adalah para pencinta sejarah yang tergabung dalam komunitas Majapahit Study Club (MSC) yang menemukan sejumlah fakta artefaktual bahwa Gua Sono telah difungsikan untuk pertapaan dan semacam keguruan para pendeta sejak era Raja Hayam Wuruk.
"Sejak awal di tangga turun itu kami sudah menemukan jejak kuno. Tangganya seperti punden berundak yang banyak ditemukan di lereng Gunung Penanggungan. Kemudian ada relief arca sosok Panji, dicirikan dari kepalanya yang bertopi atau sosok pangeran bertekes. Itu membuat kami langsung, 'wah ini masa Majapahit!'" Ujar Kang Ega, pendiri komunitas MSC kepada detikJatim, Minggu (28/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kang Ega mengatakan bahwa dalam ekspedisi yang dilakukan di Gua Sono itu anggota Komunitas MSC dibuat terkejut beberapa kali. Termasuk ketika mereka juga menemukan relief sosok bidadari yang menjadi petanda bahwa gua itu merupakan tempat pertapaan di masa lampau.
"Sosok bidadari itu kemudian menandakan ciri khas pertapaan kuno. Artinya ada semacam ajaran Arjuna Wiwaha, yaitu kisah Arjuna yang sedang bertapa lalu digoda oleh para bidadari," katanya.
Keyakinan para anggota MSC tentang Gua Sono itu semakin bertambah kuat ketika mereka menemukan inskripsi berupa aksara Jawa Kuno. Mereka pun meyakini bahwa tulisan beraksara Jawa Kuno di sekujur dinding gua itu merupakan prasasti.
"Kami melihat ada aksara 'La' persis di bawah huruf N. Lho ini kan angka Jawa Kuno. Ternyata yang ada di dinding gua itu adalah prasasti. Banyak prasasti, sebagian besar sudah aus, kami juga tidak detail membaca, hanya ada beberapa aksara seperti Ha dan La yang sangat familier," ujarnya.
![]() |
Ditambah lagi mereka juga menemukan sejumlah simbol yang mendahului setiap inskripsi beraksara Jawa Kuno yang ada di sekujur dinding itu yang berbunyi Om Swasti (Selamatlah). Mereka pun terus melakukan penelusuran di dinding itu. Hingga apa yang mereka cari akhirnya diketemukan.
"Nah di dinding sebelah timur atau di sebelah kiri gua itu ada deretan empat angka, tapi beberapa di antaranya sudah aus. Hanya dua angka di belakang yang terbaca jelas, yakni 7 dan 5. Sedangkan 2 di depan sudah aus. Tapi kami menduga itu adalah angka 1275 Saka. Atau kalau dijadikan Masehi, kan, ditambah 78. Jadinya 1353 Masehi," ujarnya.
Angka itulah yang telah membulatkan keyakinan para anggota komunitas MSC bahwa Gua Sono itu sudah ada sejak era Hayam Wuruk bertakhta di Kerajaan Majapahit. Seperti diketahui, dalam banyak referensi telah disebutkan bahwa Hayam Wuruk bertakhta selama 39 tahun sejak 1350 Masehi hingga 1389 Masehi.
"Jadi 1353 Masehi itu adalah masa 3 tahun setelah Hayam Wuruk naik takhta. Jadi dugaan awal itu kami melihat ragam aksara atau font-nya itu era Singosari-Majapahit. Tadinya kami tidak tahu apakah itu masa awal Majapahit atau masa akhir, tapi dengan angka tahun 1275 Saka itu kami menduga gua itu dibangun di masa Majapahit di era kepemimpinan Hayam Wuruk, dengan ciri-ciri relief panji dan juga Arjuna Wiwaha," katanya.
Kang Ega menyayangkan, gua yang ada di lahan pribadi milik warga setempat yang bernama Yusuf itu telah tersentuh tangan jahil yang melakukan vandalisme. Pemilik lahan tempat Gua itu berada menurut Kang Ega adalah seorang spiritualis.
"Iya, sudah ada beberapa aksi vandalisme yang terlihat di dinding gua itu. Kami menyayangkan itu. Karena itu melalui konten kami di media sosial kami berupaya agar gua ini dilestarikan, apalagi gua itu memang belum tersentuh oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK)," katanya.
Ega pun berharap Gua Sono yang memiliki kedalaman kurang lebih 20 meter, yang mana di dalamnya dipercaya terdapat makam seorang wali, juga lorong gua yang dipercaya tembus ke Pantai Selatan itu dapat diteliti lebih lanjut kemudian bisa terus dilestarikan.
"Kami berpendapat, gua ini sangat membutuhkan kajian dari para ahli dan pihak terkait sehingga tetap lestari dan menjadi bagian dari khasanah sejarah Nusantara yang ada di Jawa Timur," katanya.
(dpe/dte)