Kota Surabaya akan merayakan Hari Jadi Ke-730 pada 31 Mei 2023. Menjelang perayaan tersebut, apakah detikers penasaran dengan asal-usul nama Surabaya?
Untuk diketahui, Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah daerah yang dijuluki Kota Pahlawan ini sekitar 326,81 km2 yang terbagi dalam 31 kecamatan.
Surabaya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur. Lalu berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo di selatan, dan Kabupaten Gresik di barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kota metropolitan dan terbesar kedua setelah Jakarta ini menjadi pusat berbagai aktivitas di Jawa Timur. Mulai dari bisnis, pemerintahan, hingga hiburan.
Asal-usul Nama Surabaya:
1. Asal-usul Nama Surabaya dari Kerajaan Majapahit
Nama Surabaya muncul dalam Nagarakretagama berupa pidato Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit, yang ditulis pada daun lontar di tahun 1365.
Nama Surabaya terdiri dari kata sura yang berarti berani dan baya yang artinya bahaya. Kemudian, secara harfiah Surabaya berarti berani menghadapi bahaya yang datang.
2. Asal-usul Nama Surabaya dari Cerita Rakyat
Surabaya memiliki cerita rakyat yang sangat terkenal mengenai perkelahian antara ikan hiu, Sura dengan buaya, Baya. Dalam Buku Sejarah Kota Surabaya karya Priyo Jatmiko, dahulu di lautan luas sering terjadi perkelahian antara Sura dan Baya.
Keduanya berkelahi untuk memperebutkan mangsa. Sura dan Baya sama-sama kuat, tangkas, cerdik dan rakus. Setelah berkali-kali berkelahi, belum pernah ada yang menang ataupun kalah.
Akhirnya, Sura dan Baya mengadakan kesepakatan dengan membagi kekuasaan menjadi dua. Sura berkuasa di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air. Sementara Baya berkuasa di daratan dan harus mencari mangsa di daratan.
Dengan adanya pembagian wilayah tersebut, Sura dan Baya tidak berkelahi lagi dan saling menghormati wilayah masing-masing.
Suatu hari, Sura mencari mangsa di sungai. Sura melakukannya dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh Baya. Mulanya, perbuatan Sura memang tidak ketahuan. Namun, Baya memergoki perbuatan Sura.
Baya pun marah mengetahui Sura melanggar perjanjian. Saat diingatkan telah melanggar janji, Sura malah bersikap tenang. Sura beralasan bahwa sungai tersebut berair, dan Sura adalah penguasa air.
Mendengar alasan Sura, Baya mengatakan bahwa sungai merupakan daerah kekuasaan Baya. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran antara Sura dan Baya pun terjadi kembali. Dalam sekejap, air di sekitar menjadi merah karena darah yang keluar dari luka keduanya.
Dalam pertarungan itu, Baya digigit Sura di bagian pangkal ekor sebelah kanan. Sehingga ekor Baya selalu membengkok ke kiri.
Sura juga tergigit di bagian ekor hingga nyaris putus. Kemudian Sura kembali ke lautan. Baya pun puas dapat mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Dari peristiwa itulah lalu dibuat lambang Kota Surabaya, yakni ikan hiu Sura dan buaya Baya. Pendapat lain mengatakan bahwa asal-usul nama Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat dan Baya berarti bahaya. Sehingga Surabaya artinya selamat menghadapi bahaya.
3. Sejarah Kota Surabaya
Mengutip dari laman resmi Pemerintah Kota Surabaya, sejarah Kota Surabaya kental dengan nilai kepahlawanan. Nilai kepahlawanan tersebut terwujud dalam berbagai peristiwa pertempuran. Salah satunya adalah pertempuran antara Raden Wijaya dan pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan pada tahun 1293.
Awalnya, kedatangan pasukan Mongol ke Jawa bertujuan untuk menyerang Kerajaan Singasari. Hal ini dikarenakan Raja Singasari Kertanegara telah menyiksa utusan Mongol pada 1289. Kemudian Kubilai Khan mengirimkan ekspedisi besar ke Jawa untuk menghukum Raja Kertanegara.
Namun sebelum pasukan Mongol tiba di Jawa, Raja Kertanegera terbunuh akibat Pemberontakan Jayakatwang pada 1292. Akhirnya, pasukan Mongol bekerja sama dengan tentara Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang.
Selang beberapa hari setelah Jayakatwang menyerah, tentara Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol. Pertempuran tersebut terjadi pada 31 Mei 1793 di Jawa, tepatnya di wilayah Surabaya. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Kota Surabaya.
Dalam pertempuran tersebut, Raden Wijaya mampu mengalahkan pasukan Mongol. Pasukan Mongol pun terpaksa meninggalkan tanah Jawa untuk kembali ke China. Raden Wijaya kemudian menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit.
Pada zaman Kerajaan Majapahit, Surabaya yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa menjadi pelabuhan gerbang utama. Sehingga Surabaya berkembang di bidang perdagangan.
Pada masa penjajahan Belanda, Surabaya dijadikan sebagai pelabuhan utama yang berperan sebagai pusat pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa untuk diekspor ke Eropa.
Nilai kepahlawanan masyarakat Surabaya juga tercermin pada saat pertempuran 10 November 1945. Pertempuran tersebut merupakan pertempuran pertama bangsa Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Dalam pertempuran 10 November 1945, arek-arek Suroboyo dengan bekal bambu runcing berani melawan pasukan penjajah. Puluhan ribu warga meninggal demi berjuang membela Tanah Air. Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Kini, Kota Surabaya menjadi pusat aktivitas budaya sekaligus menjadi magnet pariwisata. Ada beragam obyek wisata di Kota Surabaya yang bisa dikunjungi. Mulai dari wisata alam, wisata edukasi, taman rekreasi, wisata kuliner, hingga wisata religi.
(sun/fat)