Gardu Suling Saksi Bisu Pejuang Gresik Usir Penjajah yang Tak Lagi Berbunyi

Gardu Suling Saksi Bisu Pejuang Gresik Usir Penjajah yang Tak Lagi Berbunyi

Jemmi Purwodianto - detikJatim
Minggu, 21 Mei 2023 08:00 WIB
Bangunan Gardu Suling di Gresik
Foto: Bangunan Gardu Suling di Gresik (Jemmi Purwodianto/detikJatim)
Gresik -

Gresik Kota Lama atau Bandar Grisse menyimpan banyak bangunan bersejarah. Salah satunya bangunan menara tua bernama Gardu Suling.

Menara yang biasa disebut dengan singkatan Garling (Gardu Suling) ini menjadi saksi bisu perjuangan warga Gresik saat mengusir para penjajah dari Kota Santri.

Kris Aji, ahli sejarawan Gresik menjelaskan asal-usul nama Garling. Ini karena gardu tersebut kerap mengeluarkan suara sirene yang sekilas mirip suling.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di atas menara itu ada sebuah alat yang mengeluarkan alat atau sirene yang berbunyi melengking seperti suling. Makanya orang dulu menyebutnya dengan Gardu Suling," kata Kris Aji kepada detikJatim, Jumat (19/5/2023).

Cagar budaya di Kota Pudak itu dibangun pada 1929 oleh Kitty Soesman, seorang kepala Aniem (saat ini disebut PLN) sebagai tempat penyimpanan travo listrik.

ADVERTISEMENT

Namun, ketika Jepang datang, masyarakat menambahkan sirene atau suling sebagai penanda adanya musuh masuk dari darat, udara maupun laut yang menyerang Gresik.

"Pada zaman perang dulu, jika sirine berbunyi maka warga Gresik diminta untuk mencari tempat berlindung. Oleh TKR (tentara keamanan rakyat) dan Hizbullah sirene itu dibuat untuk pertanda adanya musuh yang datang," kata Kris Aji.

"Setelah kemerdekaan, Garling difungsikan untuk penanda berbuka puasa. Kemudian disusul dengan menyulut blegur (mercon) di sekitaran alun-alun Gresik," jelas Kris Aji.

Selain bulan Ramadan, lanjut Kris Aji, pada hari biasa Gardu Suling juga digunakan untuk pengingat ibadah salat Jumat. Ketika sudah memasuki salat Jumat, sirene itu berbunyi seakan mengajak warga sekitar mengingat Sang Pencipta.

"Pada tahun 2014 itu sudah rusak, saya juga ikut menurunkan sirene buatan Jerman. Bobotnya itu sekitar 1 kuintal. Karena buatan Jerman, beberapa tukang servis tidak bisa memperbaiki sirene itu. Sehingga kita ganti yang baru," kata Kris Aji.

Kris Aji menjelaskan untuk kualitas sirene baru dengan sirene buatan Jerman memang jauh berbeda. Jika sirene lama memiliki bobot 1 kuintal, sirene yang ia bersama pencinta sejarah lainnya pasang memiliki bobot 20 kg.

"Jaraknya pun tak bisa mengalahkan sirene lama yang mampu menjangkau hingga 5 kilometer. Sementara sirene baru ini hanya bisa terdengar sampai 2 kilometer," kata Kris Aji.

"Meski demikian, yang terpenting masyarakat zaman ini masih bisa mendengarkan suara yang keluar dari Gardu Suling. Tujuannya agar mereka tidak melupakan sejarah, terutama para penerus bangsa di Gresik tetap mengingat bahwa ada para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan di sini," lanjut Kris Aji.

Selain perbedaan jangkauan suara, ketahanan sirene baru hanya bertahan sampai pada tahun 2020. Sebelum pandemi COVID 19, sirene Gardu Suling tak lagi berbunyi karena rusak.

"Padahal kita sudah ganti, tinggal merawat saja nggak ada. Sayang sekali, kita juga sudah laporkan ke dinas terkait, tapi sampai sekarang juga tak diperbaiki. Padahal ini juga sebagai pengingat masyarakat bahwa ada perjuangan santri-santri, pemuda, tentara, Hizbullah Gresik dalam memperjuangkan Indonesia. Tentunya Gardu Suling yang sekarang jadi saksi bisu beneran, yang tidak lagi mengeluarkan suara," tukasnya.




(abq/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads