Urban Legend

Arca Joko Dolog di Surabaya, Antara Sejarah dan Legenda

Amir Baihaqi - detikJatim
Kamis, 04 Mei 2023 13:28 WIB
Arca Joko Dolog di Taman Apsari (Foto: Arief Kas/d'Traveler)
Surabaya -

Warga Surabaya pasti mengenal Jaka Dolog. Arca tersebut ada di Jalan Taman Apsari atau di seberang Gedung Negara Grahadi Surabaya. Meski ada di Surabaya, Jaka Dolog sebenarnya berasal dari luar Surabaya. Bagaimana ceritanya?

Nama asli Arca Jaka Dolog adalah Arca Budha Mahasobhya. Namun arca itu lebih dikenal oleh warga Surabaya dengan sebutan Arca Joko Dolog.

Lokasi Arca Joko Dolog termasuk strategis. Sebab berada persis di tengah Kota Surabaya tepat di belakang Taman Apsari atau seberang Gedung Negara Grahadi.

Arca Joko Dolog sendiri dinaungi joglo dan dikelilingi pagar. Tiga pohon beringin besar membuat suasana semakin asri dan rimbun.

Di dalam kompleks, tepat di depan arca, terdapat plakat yang memuat keterangan singkat mengenai Arca Joko Dolog. Adapun keterangan itu ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.

Arca tersebut memiliki panjang 1 meter, tinggi 1,6 meter, dan lebar 1 meter. Arca itu menggambarkan sosok Raja Kertanegara, pengikut ajaran Budhha Tantrayana di eranya. Setelah Kertanegara meninggal, Mpu Barada membuat patung atau arca.

"Joko Dolog adalah maha karya Mpu Barada di tahun 1289," ujar Sugianto, juru kunci Arca Joko Dolog.

Pria yang biasa disapa Sugianto ini mengatakan Arca Joko Dolog ditemukan di Desa Kandang Gajah, Trowulan, Kabupaten Mojokerto pada tahun 1812 oleh Belanda.

"Karena, yang membawa ke Trowulan itu orang-orang Majapahit (era Kerajaan Majapahit). Yang tahu orang-orang Majapahit (kala itu)," tuturnya.

Mulanya, Arca Joko Dolog ditemukan dalam tanah. Tepatnya di bawah tumpukan gelondongan kayu dolog atau jati.

"Makanya (dinamakan) Patung Dolog. Njogo Dolog (sebenarnya) nama aslinya, karena lidah (penyebutan/aksen) orang Jawa, jadi Joko Dolog," terang Sugianto.

Singkat cerita, Arca Joko Dolog akhirnya berada di sebuah lahan di Surabaya. lahan itu menjadi titik atau lokasi keramat yang dikenal sebagai tempat Mbah Simpang Jaengan atau sosok misterius waktu itu. Petilasan Mbah Simpang Jaengan diyakini berbentuk gundukan tanah, layaknya makam tanpa nisan.

Sugianto mengatakan berdasarkan kesaksian para juru kunci terdahulu, gundukan tanah itu tak bisa diratakan dan kerap kembali dalam bentuk aslinya usai 3 hari diubah. Itu menjadi salah satu pertimbangan mengapa Arca Joko Dolog ditaruh di sana.

"Sampai saat ini, dinamakan Mbah Jogo Dolog. Patung itu ditempatkan di gundukan dengan pondasi bebatuan," ujarnya.

Lokasi itu sebelumya memang sering didatangi orang-orang sebagai tempat pemujaan. Mulanya, posisi Joko Dolog menghadap timur laut. Tanpa pelindung kecuali pohon beringin besar di dekatnya. Kala itu, yang menjadi juru kunci adalah Sunarjo.

Saat itu, ada seorang pengunjung bernazar. Bila keinginannya tercapai, bakal merenovasi area sekitar Joko Dolog, salah satunya membangun pondasi untuk tempat khusus. Sebab, ketika hujan, air menggenangi sekitaran arca.

"Dulu, (saat hujan) airnya menghanyutkan bunga, malah (genangan) sampai dada patung (Joko Dolog)," pungkasnya.

Menurut Sugianto, sebagai benda cagar budaya, Joko Dolog selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Terlebih pada hari-hari tertentu seperti malam Syuro atau Jumat Legi untuk ritual bahkan sembahyang bagi orang penganut kepercayaan.

"Malam suro, malam Jumat legi ramai. Kadang-kadang hari biasa juga ramai. Tapi gak mesti kok. Yang datang juga macam-macam. Ndak dikhususkan agama tertentu. Tapi keyakinan saja. Jadi orang ke situ itu campuran. Tapi mayoritas banyak Islamnya," jelasnya.




(sun/iwd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork