Orang-orang di Dusun Tosari, Kertosari yang pertama kali mengenalkan hiburan topeng monyet ke berbagai daerah di Indonesia. Mereka menyebar ke berbagai kota-kota besar.
Konon, ada seorang warga di Dusun Tosari bernama Surotuluh yang pertama kali mengenalkan hiburan ini sekitar 1960-1970. Warga di dusun itu pun mengikuti jejaknya.
Hingga pada kemudian hari topeng monyet yang dulu menjadi semacam kesenian tradisional mulai menyebar. Mulanya karena warga Desa Kertosari itu memutuskan untuk merantau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu Jakarta menjadi salah satu tujuan perantauan warga Kertosari pengamen topeng monyet ini. Sampai ada kampungnya di sana, kan," ujar Kades Kertosari Sofia Ervan kepada detikJatim, Jumat (3/3/2023).
Ternyata, warga Kertosari yang mula-mula merantau ke Jakarta itu sukses. Maka ikut lah warga lain merantau ke kota-kota besar lainnya untuk mengadu nasib dengan topeng monyet.
"Akhirnya menyebar. Mulai dari Semarang, Makassar, Surabaya. Para pengamen topeng monyet itu, istilahnya pengamen, ya, dari Kertosari sini," ujar Ervan.
Dalam hubungan sosial para perantau dari Desa Kertosari Madiun ini ke berbagai daerah, terjadilah modifikasi topeng monyet dengan konsep yang berbeda di daerah lain.
Salah satu yang kentara adalah topeng monyet di Cirebon. Ervan menyebutkan, berdasarkan informasi yang dia terima dari para pelaku topeng monyet, modifikasi itu terjadi bermula dari judi remi dan domino.
"Nah, menyebar sampai Cirebon itu ceritanya begini. Karena mereka ini (pengamen topeng monyet) orang-orang desa, ya, hiburannya main remi dan domino. Di Jakarta kere main sama orang Cirebon terus monyet dan peralatannya dijadikan taruhan," ujarnya.
Singkat cerita, si pengamen topeng monyet kalah taruhan main remi. Oleh warga Cirebon, peralatan topeng monyet termasuk monyetnya dibawa pulang ke kampung halaman.
Pada saat itulah yang bersangkutan mengembangkan hiburan topeng monyet itu dengan gaya dan konsep yang berbeda dengan yang biasa dimainkan di Kertosari, Madiun.
"Nah, sama orang Cirebon itu dikembangkan pakai rantai panjang itu, jadi kesannya kejam. Padahal aslinya kalau di sini tidak begitu. Awalnya pakai tali rafia itu. Paling banter pakai tali tampar," ujarnya.
Kini, 22 orang pengamen topeng monyet yang tersisa di Desa Kertosari telah menyatakan kalah dengan zaman. Keberadaan mereka tidak lagi dikehendaki karena dianggap kejam terhadap satwa.
Setelah setahun berupaya membantah Kades bersama BKSDA yang meminta mereka untuk pensiun, pada akhirnya mereka menyerah. Topeng monyet memang sudah kehilangan peminat.
Mereka menyerahkan monyet dan peralatan seperti payung mini, kursi mini, dan properti lain termasuk kandang monyet untuk ngamen keliling ke petugas BKSDA Jatim pada Rabu (1/3).
(dpe/dte)