Selain Makam Sunan Drajat, di Paciran, Lamongan juga ada makam Sunan Sendang, seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di kawasan Desa Sendangduwur, Paciran, Lamongan. Sunan Sendang yang bernama asli Raden Noer Rohmat ini berasal dari kawasan yang saat ini dinamakan Desa Sedayulawas, Brondong.
Keturunan ke-13 dari Sunan Sendang Irfan Masyhuri mengungkapkan Sunan Sendang Duwur atau Raden Noer Rohmat merupakan keturunan Syekh Abdul Qohar dari Baghdad yang merantau ke Jawa dan menikah dengan putri dari Tumenggung Sedayu, bernama Dewi Sukarsih.
"Raden Noer Rohmat lahir pada tahun 1520 masehi dan saat remaja kemudian berpindah dari Sedayulawas, lalu babat alas di tempat yang bernama Dukuh Tunon ini," ujar Irfan Masyhuri yang juga juru kunci di kompleks makam Sunan Sendang Duwur ini kepada detikJatim, Kamis (12/1/2023).
Diungkapkan Irfan, Raden Noer Rohmat memulai dakwahnya di bidang pertanian dengan bercocok tanam. Irfan menyebut meski tanah di Desa Sendang sulit untuk ditanami, namun Raden Noer Rohmat berhasil mengelola pertaniannya dengan baik.
Sehingga warga tertarik dan kemudian meminta diajarkan tentang cara bercoock tanam yang benar. Dari situ, Raden Noer Rohmat juga menyebarkan Islam kepada para penduduk lokal. Raden Noer Rohmat diberikan gelar Sunan Sendang oleh Sunan Drajat sesuai dengan tempat atau lingkungan Raden Noer Rohmat tinggal, yang terdapat Sendang.
"Sunan Drajat meminta Raden Noer Rohmat untuk terus menyebarkan ajaran Islam dan membangun masjid," jelasnya.
Makam Sunan Sendang Duwur sendiri berbeda dengan yang lain karena memiliki bangunan berarsitektur tinggi serta menggambarkan perpaduan kebudayaan Islam dan Hindu. Makam Sunan Sendang Duwur memiliki bangunan gapura bagian luar berbentuk gapura bentar dan gapura bagian dalam berbentuk paduraksa, seperti gapura yang kini menghiasi perbatasan Lamongan.
Dinding penyangga cungkup makam dihiasi ukiran kayu jati yang bernilai seni tinggi dan sangat indah. Dua buah batu hitam berbentuk kepala Kala menghiasi kedua sisi dinding penyangga cungkup.
"Bangunan Makam Sunan Sendang Duwur adalah bangunan berarsitektur tinggi yang menggambarkan perpaduan antara kebudayaan Islam dan Hindu serta paduan bangunan gapura bagian luar berbentuk Tugu Bentar dan gapura bagian dalam berbentuk Paduraksa.
"Makam Sunan Sendang Duwur ini mempunyai bentuk yang lebih minimalis serta artistik dibandingkan dengan makam Sunan Drajat. Ketika hendak memasuki area pemakaman, terdapat gapura yang membentuk tugu bentar. Kemudian memasuki lebih dalam, terdapat gapura paduraksa yang berhiaskan ukiran kayu jati dan terdapat dua buah batu hitam menyerupai kepala kala yang kental akan nuansa Hindu," ungkap pemerhati budaya, Navis Abdul Rouf.
Menurut cerita, terang Navis, masjid yang berada di makam Sendang Duwur ini dibangun tidak secara bertahap dan ada beberapa versi cerita yang melingkupi pembangunan masjid ini. Cerita pertama, masjid tersebut 'diboyong' oleh Sunan Sendang Duwur dalam waktu kurang dari semalam dari wilayah Mantingan, Jepara, tempat Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono yang saat itu mempunyai masjid.
"Setelah mendapat gelar sunan, Raden Noer Rahmat berharap bisa mendirikan masjid di Desa Sendang Duwur. Karena tidak mempunyai kayu, Sunan Drajad menyampaikan masalah ini kepada Sunan Kalijogo yang mengarahkannya pada Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono di Mantingan, Jepara, yang saat itu mempunyai masjid," ungkap Navis.
Cerita lain terkait masjid ini, ungkap Navis, masjid tersebut dibawa rombongan melalui laut dari Mantingan Jepara menuju Lamongan hanya dalam waktu satu malam. Ketika mendarat di Lamongan, rombongan pengantar masjid ini diterima langsung oleh Sunan Sendang Duwur dan Sunan Drajat beserta pengikutnya.
"Saat istirahat inilah sunan menjamu rombongan dari Mantingan itu dengan kupat atau ketupat dan lepet serta legen, minuman khas daerah setempat," papar Navis seraya menambahkan jika pendirian masjid sendiri ditandai dengan surya sengkala yang berbunyi 'gunaning seliro tirti hayu' yang berarti menunjukkan angka tahun baru 1483 Saka atau Tahun 1561 Masehi.
(sun/iwd)