Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya diperingati sebagai Hari Pahlawan. Banyak pejuang dari sejumlah wilayah di Jawa Timur bergabung dengan arek-arek Suroboyo untuk membantu pertahanan dari gempuran tentara sekutu.
Satu di antaranya, yakni pejuang dari kelompok Islam yang dikenal Laskar Hizbullah dan Sabilillah. Para pejuang ini direkrut dari kalangan ulama dan santri.
Sebelum berangkat ke Surabaya, para pejuang yang tergabung dalam Laskar Hizbullah dan Sabilillah bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) lebih dahulu berkumpul di sebuah tanah lapang. Kini, di tanah lapang Jalan Ahmad Yani, Belimbing, Kota Malang itu berdiri Masjid Sabilillah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerhati sejarah Malang, Agung H Buana menuturkan, setidaknya ada 168 orang asal Malang Raya yang tergabung dalam Laskar Hizbullah. Mereka berasal dari tokoh ulama, kiai, dan santri pondok pesantren di Malang dan sekitarnya.
"Pasukan ini nggak dikumpulkan dulu, terus langsung berangkat tidak. Tetapi berangkat sambil mengumpulkan pasukan. Jadi 168 pasukan yang berangkat, kemudian ditambahi dari pondok-pondok yang dilewati sehingga jumlahnya kurang lebih 500 sampai 1.000 orang," ujar Agung berbincang dengan detikJatim, Kamis (10/11/2022).
"Di mana tempat berkumpulnya? Tempatnya adalah yang sekarang jadi Masjid Sabilillah. Dulu merupakan tanah kosong dan lokasi sangat strategis, makanya berkumpulnya di sana (Masjid Sabilillah) waktu itu," sambung Agung.
Masjid Sabilillah, jejak pejuang asal Malang dalam pertempuran 10 November 1945 Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim |
Agung mengaku, Laskar Hizbullah tak sendiri ketika berangkat menuju Surabaya. Namun, mereka bersama pasukan Divisi Untung Suropati pimpinan Mayjen Imam Suja'i. KH Masjkur asal Singosari bersama KH Zainul Arifin merupakan tokoh dan penggerak Laskar Hizbullah dan Sabilillah di Malang Raya.
"Ketika berangkat ke Surabaya, titik pemberhentian pertama adalah di pabrik gula wilayah Sidoarjo. Mereka kemudian menyusun rencana bagaimana masuk Surabaya, jalan satu-satunya melingkar ke arah barat hingga dapat masuk ke wilayah Balongbendo atau Surabaya bagian utara," beber Agung.
Terpisah, Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah Akhmad Farkhan mengungkapkan, tempat berdirinya Masjid Sabilillah merupakan tanah kosong yang dulunya menjadi tempat berkumpul pasukan Laskar Hizbullah dan Sabilillah.
Farkhan menyebut, KH Masjkur adalah pemimpin dari Laskar Sabilillah. Sementara Laskar Hizbullah di bawah komando KH Zainul Arifin.
"Dulu memang sini dijadikan markas untuk menggalang dukungan untuk bertempur ke Surabaya," ungkap Farkhan.
Menurut Farkhan, Masjid Sabilillah mulai dibangun pada tahun 1968, saat itu KH Nakhrawi Thohir membentu panitia pembangunan masjid. Usai panitia terbentuk, peletakan batu pertama dilakukan pada 1974 di sebuah tanah kosong yang sempat dijadikan markas pejuang saat mengusir penjajah di pertempuran 10 November Surabaya.
"Karena berbagai hal, pembangunan masjid ini sempat macet. Kemudian pada 4 Agustus 1974 atas prakarsa KH Masykur dibicarakan kembali pembangunan masjid ini di rumah beliau di Singosari. Pada 8 Agustus 1974, pembangunan masjid ini dimulai kembali," tutur Farkhan.
(hil/dte)













































